Berondong Bayaran, CEO Cantik

Berondong Bayaran, CEO Cantik
Terkejut


__ADS_3

"Apa?"


"Lo anak kandungnya Amman, bapaknya Amanda?"


Maureen tak percaya pada apa yang ia dengar barusan, semua ini sangat mengagetkan baginya.


"Ya." ujar Rani dengan ekspresi dingin.


"Waw." ujar Maureen antusias.


"Waw?" Rani mengerutkan kening.


Bagaimana mungkin Maureen bisa tersenyum, mendengar cerita masa lalunya yang penuh penderitaan itu.


"Lo sama sekali nggak punya rasa simpati ya sama orang, masa iya lo seneng dengernya. Gue aja muak liat mukanya si Amman itu, pengen banget gue matiin diem-diem dari belakang. Kalau bukan karena keperluan aja, males banget gue ngomong sama dia."


"Ran, lo tuh nggak bersyukur banget ya jadi orang."


"What, bersyukur?. Eh, nyokap gue itu diperkosa dulu. Apa yang patut disyukuri?"


"Diperkosa orang kaya kan?."


"Iya tapi orang kaya nya nggak mau tau."


"Karena dulu lo belum lahir, dia masih bisa menekan dan mengancam nyokap lo untuk nggak speak up. Sekarang lo udah dewasa, kenapa nggak lo manfaatkan aja semua ini untuk menekan balik si Amman."


"Maksud lo?"


"Lo ancam si Amman, bilang kalau lo bakal bikin malu dia dengan kasus masa lalu yang pernah dia perbuat. Kalau dia mau berdamai, minta saham perusahaannya. Lo bisa kaya, Rani."


Rani menatap Maureen, tak sedikitpun ia terpikir akan hal ini sebelumnya.


"Bener juga lo ngomong." ujar Rani kemudian


"Lo kemana aja selama ini, Jamilah?" ujar Maureen gregetan.


Rani tersenyum, kini ia seperti memiliki sebuah tujuan baru dalam hidupnya.


***


Malam itu di penthouse, sesaat setelah para bayi terlelap. Arka menuntaskan kewajibannya sebagai seorang suami, yakni memberikan istrinya kehangatan dan kenikmatan.


Usai berteriak kencang demi melepaskan segala hasratnya, ia pun terhempas dan memeluk Amanda dengan erat.


"Ka, I love you." ujar Amanda seraya mencium pipi suaminya itu. Ia melakukannya hingga berkali-kali.


Arka pun tersenyum


"Iya sayang, I love you too." jawabnya kemudian.


Usai beristirahat sejenak, keduanya kini berendam didalam bathub. Arka memeluk Amanda dari belakang sambil berbincang kepada istrinya itu.


"Ryan yang waktu itu sama bapaknya Rio?" tanya Amanda, ketika Arka telah selesai bercerita soal Ryan.


"Iya, dia nawarin aku kerjaan di Royal Food Cell. Menurut kamu, aku harus gimana?" tanya Arka kemudian.


"Ya terserah kamu, Ka. Kamu yang punya badan. Kalau aku sih nggak mau ngasih saran kamu ini itu, soal tempat kerja. Takut salah, takut aku keliru dan kamu nya malah terjebak dalam suasana yang nggak kamu sukai."

__ADS_1


Arka menghela nafas.


"Aku sayang ninggalin kantor yang sekarang, tapi aku juga merasa tertantang buat dapetin sesuatu yang baru."


"Cari mana yang lebih kamu sukai aja. Pasti ada yang lebih kamu sukai dari kedua pilihan itu tadi."


Lagi-lagi Arka menghela nafas, tangannya memegang sesuatu yang berharga didepan sana.


"Aku sukanya sama ini." ujarnya kemudian.


Amanda membiarkan saja suaminya itu menyentuh apapun yang ia suka, sampai kemudian Amanda pun berbalik dan mencium bibir Arka.


Ronde kedua tak dapat dihindarkan, mereka bermain untuk durasi yang cukup lama. Sampai kemudian keduanya sama-sama kembali berteriak dan terhempas.


Aktivitas panas itu diakhiri dengan senyuman yang begitu memuaskan. Mereka mandi bersama didalam shower room. Dan untung saja mereka cepat selesai, karena setelah itu Azka dan Afka terdengar menangis. Amanda dan Arka pun buru-buru berpakaian dan menghampiri bayi-bayi mereka tersebut.


"Iya sayaaang."


Arka berlarian ke kamar anaknya, tampak mereka tengah menangis bersahut-sahutan.


"Kenapa?"


"Oeeeek."


"Oeeeek."


"Hey, jangan ngegas."


Arka mengangkat Azka seraya tertawa. Sebab tangisan Azka begitu kencang seperti habis dipukuli. Tak lama kemudian Amanda datang lalu menggendong Afka. Setelah digendong keduanya berangsur mereda.


"Mereka kenapa sih, Ka?" tanya Amanda heran.


"Koq bisa samaan gitu?"


"Namanya juga kembar."


"Iya sih, badan mereka juga nggak panas." ujar Amanda.


"Fix, mimpi ini mah." ujar Arka.


"Hoaaaa." Afka bersuara.


"Iya sayang, ini mama. Ada papa juga, nanti gantian ya gendongnya."


"Hoaaaahuuu."


"Iya sayang, iya. Ini papa, ini papanya Azka. Jangan takut lagi, ya."


"Hoaaaa."


"Uuu, pinter. Sayang papa, sayang mama juga kan?"


"Hoaaaaa."


Malam itu, Arka dan Amanda menunda tidurnya, hanya untuk menjaga Afka dan juga Azka. Bahkan mereka berdua akhirnya tidur dikamar tersebut.


Esok harinya, pasangan beda usia itu berangkat seperti biasa ke kantor. Tak ada firasat apapun yang menandai pagi mereka di hari itu. Hanya saja tatapan mata Azka dan Afka yang seperti tak rela orang tuanya berangkat.

__ADS_1


Saat didekati oleh Arka dan juga Amanda sebelum mereka pergi, kedua bayi itu menggenggam erat jari-jari orang tuanya. Seakan enggan melepaskan. Sampai-sampai Anita dan Lastri harus menggendong mereka, agar Arka dan Amanda tak mellow meninggalkan mereka.


Arka dan Amanda akhirnya berangkat, mereka berbincang seperti biasanya didalam mobil. Mereka membicarakan banyak hal tentang diri mereka, para bayi dan juga lain-lain.


Jalan begitu lengang pagi itu, Arka mempercepat laju kendaraannya. Sampai kemudian,


"Braaaaak."


Sebuah mobil sengaja menabrak mereka dari sisi kanan. Mobil Arka dan Amanda yang tengah melaju kencang itu pun, terpelanting hingga berakhir menabrak sebatang pohon.


"Braaaaak."


Lalu dunia pun gelap. Mobil yang menabrak mereka itu melaju kencang dan menghilang ditelan jarak, sementara kini mobil-mobil lain mulai berhenti dan memberikan pertolongan.


Salah satu penumpang di mobil yang berhenti itu, ada Rio dan juga ayahnya.


"Arkaaaaaa."


Rio melihat kepala Arka yang setengah keluar dari pintu sisi kemudi yang terbuka dan rusak parah. Ada banyak darah mengenang dibawah sana. Segera saja pemuda itu berlarian, dan betapa terkejutnya ia tatkala melihat Amanda juga ada disebelah Arka.


Tungkai Rio seakan kehilangan daya topangnya, hampir saja ia pingsan saking lunglainya ia menghadapi kenyataan ini.


"Nggak, nggaaaak." teriaknya kemudian.


"Arkaaaaaa, Amandaaaa."


Suasana pun riuh.


Sementara dirumah, bayi-bayi menangis tanpa sebab. Anita dan Lastri kualahan menghadapi keduanya, sampai-sampai mereka meminta bantuan para maid senior untuk menangani si kembar.


"Arka, bangun Ka. Lo nggak boleh mati, nggak boleh." ujar Rio kemudian.


"Amanda, Amanda bangun Amanda. Anak Lo masih kecil-kecil. Banguuuun...!"


Rio terus berteriak sambil ditahan oleh ayahnya. Karena menangani korban kecelakaan haruslah petugas medis, tidak boleh orang awam mengangkat tubuh mereka sembarangan.


"Mana sih ini ambulans nya lama banget, aaarrrrgggh." Rio berteriak sambil menangis. Ayahnya kini coba menenangkan pemuda itu.


Tak lama kemudian, petugas medis pun datang. Amanda dan Arka buru-buru dilihat keadaanya dan dibawa masuk kedalam ambulans. Rio dan ayahnya pun bergegas masuk ke mobil dan menyusul ambulans tersebut.


Disepanjang jalan, ayah Rio mengemudi dengan jantung yang berdetak sangat cepat, sementara Rio sudah terlihat begitu kacau dan stress.


"Papa, buruan pa." teriaknya sambil menangis.


"Kamu tenang Rio, papa gugup kalau kamu kayak gini."


Rio makin menangis, bahkan terdengar begitu terisak.


"Arka, pa."


"Iya papa tau, sebaiknya kamu tenang dan berdoa."


Mobil terus melaju, tak lama kemudian mereka tiba dirumah sakit. Tepat sesaat setelah ambulans yang membawa Arka serta Amanda, tiba di instalasi gawat darurat. Rio buru-buru keluar dari dalam mobil ayahnya dan langsung berlarian ke instalasi tersebut.


"Dokter selamatkan mereka dokter, mereka punya bayi. Selamatkan mereka, please."


Seorang perawat menenangkan Rio dan menariknya agar tak ikut masuk kedalam.

__ADS_1


"Sabar ya, pak." ujar perawat itu kemudian. Tak lama ayahnya pun tiba lalu memeluk Rio.


__ADS_2