
__ADS_3
"Itu tadi siapa yang ngobrol sama kamu?"
Arka bertanya dengan nada suara yang tak begitu menyenangkan telinga.
"Yang mana?"
"Yang pegang perut kamu."
"Jefferson, temen kuliah aku dulu di Amerika."
"Ada hubungan apa kamu sama dia?"
"Udah dibilang temen, masih nanya."
"Gitu caranya jawab pertanyaan suami?"
"Ya abisnya kamu, marah-marah gitu."
"Gimana nggak marah coba, dia dateng-dateng cium pipi kamu, pegang-pegang kamu."
"Dia nggak *****-***** aku ya. Dia pegang perut aku itu minta izin."
"Kenapa kamu izinin?"
"Orang dia cuma mau pegang doang, bukan niat mau mesum."
"Dari mana kamu tau dia nggak niat mesum?. Emang kamu peramal, bisa tau isi hati orang?"
"Jeff itu temen aku dan aku tau dia. Aku temenan sama dia udah lama, jauh sebelum aku kenal kamu."
"Ya tapi nggak harus gitu juga didepan aku."
"Kenapa?"
"Karena kamu istri aku."
Arka menghentikan mobil secara mendadak dan menghujami Amanda dengan tatapan yang tajam. Keduanya kini terpaku dalam diam. Namun detik berikutnya, Amanda secara serta merta mencium bibir Arka.
Arka terkejut, namun akhirnya ia pun membalas. Ia mencium Amanda sambil memeluk dan mengelus perutnya yang membuncit. Suasana pun seketika memanas. Sampai kemudian,
"Tok, tok, tok."
Seseorang mengetok kaca mobil. Ketika Amanda bahkan sudah duduk di pangkuan Arka, dengan posisi menghadap ke arah suaminya itu. Mereka terkejut lalu sedikit membuka kaca.
"Mbak, mas. Dijalan toh?. Mending dirumah, lebih lega tempatnya."
Arka dan Amanda pun menahan tawa dengan wajah yang memerah, orang tersebut berlalu. Amanda kembali ke posisinya sambil senyum-senyum sendiri, begitu pula dengan Arka. Tak lama kemudian, Arka menghidupkan mesin mobil dan mobil itu pun kembali merayap.
"Ka."
"Hmm."
"Jalan yuk, kayaknya kita nggak pernah jalan deh. Kalau nggak ke kantor aku, ke kampus tempat aku ngajar, ya ke rumah. Gitu mulu."
"Kita mau kemana?" tanya Arka seraya menoleh sekilas ke arah Amanda.
"Kemana kek, muter-muter gitu, atau zigzag."
__ADS_1
Arka tertawa kecil.
"Kamu nggak capek emangnya?" tanya pemuda itu kemudian.
"Nggak." jawab Amanda.
"Ya udah. Tapi kalau udah capek, bilang ya."
Amanda mengangguk. Mereka lalu mengitari jalanan yang sudah cukup sepi dari kemacetan. Mereka berkeliling tak tentu arah.
"Ke kota tua aja, yuk. Aku kangen deh sama tempat itu." ujar Amanda, ketika mereka memasuki sebuah jalan yang cukup dekat dari kawasan kota tua.
"Waktu SMA, aku sering kesitu." lanjutnya lagi.
"Kamu nggak apa-apa, tempatnya rame gitu?" tanya Arka.
"Nggak apa-apa. Ada beberapa sisi yang sepi kan, nah kita bisa kesana." ujar Amanda kemudian.
"Ya udah."
Arka pun menuruti kemauan istrinya tersebut. Cukup sulit mencari lahan parkir dan agak riskan juga, mengingat yang diparkir bukanlah mobil murah. Apalagi mobil tersebut bukan milik Arka, melainkan milik Amanda. Kalau terjadi apa-apa, belum tentu Arka bisa menggantinya.
Namun setelah melihat dan menimbang, akhirnya Arka pun memarkirkan mobil pada sebuah lahan parkir yang dinilai cukup aman.
Amanda hendak membuka pintu, namun Arka menahannya.
"Ntar dulu." ujar Arka sambil melepaskan jas yang melekat ditubuhnya. Ia lalu memakaikan jas tersebut pada Amanda.
"Biar nggak dingin." ujarnya lagi.
Amanda terdiam mendapat perlakuan tersebut. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalar dihatinya. Tak lama kemudian, Arka pun membukakan pintu. Ia mengulurkan tangannya sehingga Amanda bisa berpegang dan bertumpu.
"Emang dari tadi kamu nggak merhatiin?" Amanda balik bertanya.
Arka tak menjawab, matanya kini menjelajah ke sekitar. Tak lama, ia mendapati pedagang yang menjual berbagai jenis sepatu serta sendal.
"Tunggu disini!" ujar Arka.
Pemuda itu lalu mendekat ke arah si pedagang dan membeli sepasang sendal jepit. Ia kembali kepada Amanda dan menyerahkannya.
"Nih, kamu pake!" Amanda melihat sendal jepit tersebut.
"Nggak bakal kenapa-kenapa koq, artis Korea aja pake sendal jepit." seloroh Arka membuat Amanda tertawa.
Kini wanita itu berusaha melepas heelsnya. Karena kesulitan, Arka pun akhirnya berjongkok dan melepaskan pengait yang ada di heels Amanda.
Dan lagi-lagi wanita itu terdiam. Rasa hangat yang tadi sempat menjalar dihatinya, kini terasa kembali. Amanda berpindah ke sendal jepit, Arka lalu mengambil heels tersebut dan meletakkannya di dalam mobil. Kemudian mereka berdua berjalan-jalan, menikmati keramaian kota tua yang penuh sesak.
"Kamu nggak apa-apa ketempat kayak gini?" Arka bertanya dengan suara nyaris berteriak. Karena banyaknya suara disekitar mereka. Ia takut kalau-kalau Amanda merasa tak nyaman.
"Nggak apa-apa, lagian aku juga udah lama nggak berada dalam keramaian." balas Amanda tak kalah berteriak.
"Kalau capek, bilang."
"Iya."
"Ka, ada yang jual gula kapas. Aku mau beli."
__ADS_1
Tiba-tiba mata Amanda tertuju pada seorang penjual gula kapas yang ada di suatu titik. Arka pun menggandeng Amanda menuju ke tempat tersebut. Ia membelikan satu untuk Amanda. Mata wanita itu lalu menjelajah kesana kemari.
"Eh kesana, yuk!"
Kali ini gantian Amanda yang menarik Arka. Ia mengajak pemuda itu nonton band yang sedang manggung didepan sebuah kafe.
Amanda tampak bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang tengah dinyanyikan. Arka sendiri tertegun, ia tak menyangka hal seperti ini saja bisa membuat wajah Amanda penuh tawa dan senyuman.
"Hmmm."
Amanda mencium bau sesuatu, ketika gula kapasnya telah habis. Semenjak hamil penciumannya menang meningkat tajam.
"Ka, mau kerak telor." rengeknya seraya melihat ke arah pedagang kerak telor yang mangkal tak jauh dari tempat dimana mereka berdiri.
Arka memperhatikan, ternyata untuk menuju kesana harus melalui kawasan yang sangat padat. Akibat banyaknya pengunjung yang melewati jalur tersebut.
"Ya udah, aku beliin. Kamu tunggu disini. Jangan kemana-mana, ok?"
Amanda mengangguk.
"Jangan kemana-mana, disini aja." ujar Arka sekali lagi.
"Iya."
"Sini-sini munduran dikit. Nanti kesenggol orang, jatuh lagi kamu."
Arka sedikit menjauhkan Amanda dari kerumunan.
"Disini ya, jangan kemana-mana."
"Iya, Arka."
Arka pun segera beranjak, namun sesekali ia masih menoleh memperhatikan Amanda. Ia lalu menembus kerumunan untuk mencapai pedagang kerak telor yang dimaksud. Sampai disana ternyata ia pun masih harus mengantri. Karena banyak orang yang juga ingin membeli.
Ketika Arka selesai membeli, ia pun harus melewati kerumunan untuk yang kedua kalinya. Dengan susah payah akhirnya ia bisa menembus kerumunan tersebut dan kembali ketempat semula. Namun ketika sampai Amanda sudah tidak ada.
Arka menoleh kesana kemari, tetapi tak ada tanda-tanda keberadaan wanita itu disekitarnya. Arka pun seketika panik, ia berlarian kesana kemari mencari Amanda.
Ia mencoba menghubungi nomor Amanda, namun tak tersambung. Sementara dari sebuah sudut, Amanda memperhatikan Arka yang tengah sibuk mencarinya.
Amanda tersenyum sekaligus terharu, matanya kini berkaca-kaca menahan tangis. Tak lama kemudian Arka pun menemukannya.
"Amanda, dari mana aja sih kamu?" tanya arka panik, nafasnya terdengar begitu memburu.
Sementara Amanda hanya tersenyum.
"Cengar-cengir lagi kamu, orang panik."
Amanda makin tersenyum.
"Kan aku udah bilang jangan kemana-mana."
"Iya, kebelet soalnya. Pengen pipis." Amanda membela diri.
Arka menghela nafas, ia lalu menyerahkan kerak telor yang diminta istrinya tersebut.
"Makasih ya, Arka."
__ADS_1
Arka mengangguk, meski kepanikan di wajahnya belum juga usai.
__ADS_2