Di Balik Cadar Aisha

Di Balik Cadar Aisha
Kedatangan Seseorang


__ADS_3

Alvian sesekali menelan ludah melihat Aisha yang wara-wiri memasak di depannya dengan berpakaian minim dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai. Dia yang duduk di meja makan juga sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat istrinya yang seakan terus menggodanya.


Rupanya selain punya bakat membuatnya selalu tertohok dengan kata-katanya, istrinya itu juga sangat berbakat menohok hatinya dengan tingkahnya yang menggemaskan. Seperti kali ini, Aisha sesekali menoleh ke arahnya sambil tersenyum genit.


"Kumohon. Hentikan." Alvian menutup wajahnya.


Aisha menghampirinya sambil membawa hidangan terakhir yang dia masak dengan tersenyum geli.


"Hentikan apa?" tanyanya dengan polos.


"Jika seperti ini terus aku tidak akan memikirkan luka operasimu." Alvian menatap Aisha tajam.


Aisha hanya tersenyum sambil menyajikan makanan untuk suaminya.


***


"Benarkah?" pekik Aisha dengan senang ketika dia sedang berbicara dengan seseorang di ujung telepon.


Alvian langsung melihat istrinya yang duduk di sampingnya di atas sofa.


"Iya Kak. Aku akan menjemputmu besok," ucapnya lagi kemudian mengakhiri pembicaraannya setelah mengucapkan salam.


Aisha langsung melihat suaminya dengan senang.


"Kak Lela, besok akan pulang dari Mesir."


"Kakakmu?"


"Iya. Kak Lela, dia kakakku nomor enam. Kalian memang belum pernah bertemu, setelah menikah dia langsung ikut suaminya ke Mesir."


Aisha langsung bercerita jika kakaknya menikah dengan seorang hafidz Qur'an, setelah menikah suaminya langsung memboyong kakaknya itu untuk ikut ke Mesir karena kakak iparnya itu sedang menuntut ilmu di salah satu universitas ternama di sana.


"Setelah hampir satu tahun Kak Lela disana, akhirnya dia pulang juga." Aisha nampak tak percaya jika akhirnya besok mereka akan bertemu karena sebenarnya dirinya sudah sangat merindukan kakaknya itu.


Sementara Aisha yang terlihat sangat senang dan antusias, Alvian dengan setengah bengong terus menatap wajah istrinya, lagi-lagi mengagumi kecantikannya. Dia juga kini menyadari jika istrinya itu ternyata punya sisi lain yang ceria dan periang, tidak seperti kelihatannya dulu yang seolah selalu serius dan sinis.


"Apa kamu bisa antar aku besok?" tanya Aisha mengagetkan Alvian yang bengong.


"Tentu saja. Jam berapa?"


"Katanya siang."


Alvian mengangguk sambil kemudian menarik tangan Aisha, memegang lalu menggenggamnya erat.


"Sudah malam. Sebaiknya kita tidur."


Aisha mengangguk.


"Oh iya. Apa kamu sudah minum obatmu?" tanya Alvian ketika mereka beranjak dari duduknya.


"Sudah. Tenang saja aku tidak akan lupa. Aku tahu jika aku harus segera sembuh." Aisha tersenyum.

__ADS_1


"Karena ada seseorang yang sedang menunggu kesembuhanku." ucapnya lagi.


Alvian langsung tersenyum senang. Dia mendekap erat tubuh istrinya.


***


Keesokan harinya.


"Nanti siang aku akan menjemputmu. Setelah itu kita akan langsung ke Bandara."


"Iya." Aisha merapihkan baju kemeja yang dipakai suaminya.


"Apa kamu sudah memberi tahu Ummi dan Abah jika Kakakmu akan pulang?"


"Kak Lela melarangku untuk memberitahu Ummi dan Abah. Katanya ingin membuat kejutan."


"Oh. Baiklah."


"Aku berangkat dulu," ucap Alvian sambil mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.


Aisha mencium tangan suaminya. Alvian lalu mengecup kening istrinya dengan mesra.


Mereka lalu bertatapan mesra. Tiba-tiba Alvian memeluk Aisha dengan erat.


"Aku tahu ini terdengar berlebihan. Tapi percayalah jika aku selalu merindukanmu jika kamu menghilangkan dari penglihatanku."


Aisha tersenyum.


"Baiklah." Alvian membelai wajah istrinya.


"Jaga dirimu." Alvian kembali mengecup kening istrinya.


***


Aisha melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul setengah satu siang dan suaminya belum juga datang untuk menjemputnya.


Dia yang sudah siap berjalan mondar-mandir khawatir jika nanti mereka akan telat menjemput kakaknya di bandara.


Aisha lalu berinisiatif menelepon suaminya, berkali-kali namun tak kunjung diangkatnya.


Dia lalu menelepon bagian customer servis, menanyakan keberadaan suaminya.


"Dokter Alvian sekarang sedang ada di ruang operasi." jawab seseorang di ujung telepon.


Aisha menutup telepon dan segera mengambil tasnya, dia berpikir jika sebaiknya dirinya menunggu sang suami di rumah sakit saja sehingga jika suaminya selesai bekerja mereka bisa langsung berangkat menuju Bandara agar tak membuang banyak waktu.


Sesampainya di rumah sakit.


Aisha tampak menunggu di lobi, dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu. Satu jam lagi pesawat kakaknya akan mendarat.


Dia tahu jika yang dilakukannya ini adalah salah, tanpa izin dari suaminya dia pergi meninggalkan rumah, tapi Aisha harap jika suaminya akan mengerti keadaannya saat ini.

__ADS_1


Dia kembali menelepon Alvian, masih juga belum diangkatnya yang menandakan jika suaminya pasti masih menjalani operasi.


Aisha tampak gusar, berpikir apakah seharusnya dia pergi saja sendiri menjemput kakaknya. Tapi jika seperti itu, dia takut suaminya akan marah.


"Aisha." Aisha langsung melihat asal suara seseorang yang memanggilnya.


Anita menghampiri Aisha.


"Sedang apa disini?" tanyanya dengan ramah.


Aisha lalu menceritakan semuanya.


"Iya. Aku dengar dokter Alvian harus melakukan operasi dadakan tadi. Ada beberapa korban kecelakaan yang terluka parah."


Aisha tampak mengerti.


"Tapi sepertinya operasinya tidak akan lama lagi," ucap Anita sambil melihat jam tangannya.


"Aku harap begitu. Kasihan kakakku kalau harus menunggu," jawab Aisha.


Keduanya terdiam sejenak.


"Boleh aku menemanimu disini?" tanya Anita dengan ragu.


Aisha langsung tersenyum.


"Tentu saja." Aisha mengajak Anita untuk duduk. Mereka duduk bersebelahan.


Anita berbasa-basi menanyakan kesehatan Aisha. Begitu juga dengan Aisha yang bertanya seputar pekerjaannya.


Sementara mereka mengobrol, beberapa orang karyawan dibuat terheran-heran melihat keakraban keduanya. Mengingat jika sebelumnya mereka tahu bagaimana keduanya selalu bersitegang.


"Orang-orang memperhatikan kita." Anita terlihat risih


"Biarkan saja." Aisha tersenyum terlihat tak peduli akan tatapan orang-orang.


Anita heran melihat Aisha yang tetap santai seolah tak peduli.


"Aisha. Kamu tahu apa yang membuatku sadar dan akhirnya merelakan Alvian?"


Aisha langsung melihat Anita.


"Kamu. Tingkah dan perilakumu yang selalu sabar saat menghadapiku. Tak pernah ada celaan dan hinaan yang keluar dari mulutmu seperti aku melakukannya padamu. Yang ada kamu malah selalu mengingatkan akan kesalahan dan dosaku, selalu mencoba untuk menasihatiku. Semuanya membuatku sadar jika apa yang Alvian katakan itu benar. Kamu memang jauh lebih baik dariku."


"Aisha. Jika dibandingkan denganmu, aku merasa sangat buruk sekali. Wajar jika akhirnya Alvian meninggalkanku dan memilih untuk bersamamu."


"Dalam segala hal. Kamu jauh lebih baik dariku." Anita menunduk, penuh penyesalan.


Aisha kembali tersenyum.


"Aku bukan orang baik. Hanya saja Allah menyayangiku dengan menutup aib-aibku, menjaga lisan dan perilakuku. Menjadi penyabar bukan pencibir, menjadi penyapa bukan pencela."

__ADS_1


__ADS_2