Di Balik Cadar Aisha

Di Balik Cadar Aisha
Pahala


__ADS_3

Anita berjalan menuju parkiran mobil dengan sedikit merenung, memikirkan setiap kata demi kata perkataan yang diucapkan Aisha padanya.


Hingga akhirnya dia sampai di depan mobilnya, ketika hendak membuka pintu mobil, dia kaget mendapati ban depan mobilnya kempes.


Anita yang kesal hanya bisa menarik napas panjang sambil melihat jam tangannya, sudah pukul lima sore dan dia harus segera kembali ke Rumah Sakit.


Anita menyandarkan tubuhnya pada mobil, sambil mengambil ponsel di dalam tasnya, kemudian menelepon bengkel langganannya agar bisa datang untuk mengganti ban mobilnya.


Sementara menunggu, dia kembali merenungi perkataan Aisha, sambil bersandar dia menundukkan kepalanya, memainkan sebelah kakinya.


Hingga kemudian dia melihat baju yang dikenakannya. Dia langsung berdiri tegap, sambil memegang baju kemeja tangan pendek yang dipakainya, Anita lantas berkaca pada jendela kaca mobil di depannya, melihat pantulan dirinya dengan kemeja dan rok hitam selutut yang dikenakannya.


Kata-kata Aisha yang terus terngiang di telinganya, tentang aurat yang seharusnya ditutupnya, membuatnya langsung memegangi bagian tangannya yang terbuka, mengusap rambut, juga leher dan dadanya, dengan terus berkaca Anita juga menarik-narik roknya agar lebih turun ke bawah.


Tiba-tiba dia kaget ketika ada seseorang yang datang menghampirinya, lebih kaget lagi ketika melihat jika orang itu adalah laki-laki yang telah menolong Lela, Zaidan.


Anita terus melihatnya walaupun laki-laki itu sama sama sekali tak meliriknya.


Melihat Zaidan yang terus berjalan ke arahnya, membuatnya lantas menyadari jika mobil tempatnya berkaca tadi itu adalah mobil milik Zaidan, ia yang merasa malu langsung mundur mendekati mobilnya sambil salah tingkah, berpikir jika laki-laki itu pasti melihat apa yang sudah dilakukannya tadi.


"Apa ban mobilnya kempes?" tanya Zaidan mengagetkan Anita.


"I-iya."


Zaidan berjalan menghampirinya sambil terus melihat ke arah ban mobilnya yang kempes. Dia berjongkok untuk memeriksanya.


"Apa ada ban serep?"


"Ada."


Zaidan langsung berdiri.


"Saya akan bantu mengganti ban mobil anda." Zaidan akan menggulung lengan bajunya.


"Tidak perlu. Tukang bengkel sebentar lagi kesini," jawab Anita dengan cepat.


"Baiklah kalau begitu."


Zaidan kembali berjalan menghampiri mobilnya, sementara Anita mengangkat ponselnya yang berdering.


"Apa? Bisa minta tolong dokter lain dulu untuk menanganinya, saya mungkin akan terlambat datang, ban mobil saya kempes." Anita berbicara dengan panik dengan seseorang di ujung telepon.


Dia semakin terlihat panik ketika orang itu memberitahunya jika tak ada dokter lain juga yang bisa mengoperasi saat ini.


Zaidan yang akan membuka pintu mobilnya langsung tertegun tak sengaja mendengar percakapan telepon Anita.


"Masuklah. Saya akan mengantar anda ke Rumah Sakit."


Anita kaget. Dia langsung menggelengkan kepalanya.


"Tidak perlu, saya akan naik taksi saja," jawabnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas.


"Sepertinya ada pasien yang sangat membutuhkan anda Bu Dokter. Lagi pula di jam seperti ini akan sulit mendapatkan taksi."

__ADS_1


Anita langsung tertegun.


"Masuklah, kebetulan saya juga akan ke Rumah Sakit."


Mendengar itu, Anita langsung berpikir jika memang sebaiknya dia ikut sekalian dengannya karena ada pasien darurat yang harus segera dioperasi olehnya.


"Baiklah. Terima kasih sebelumnya."


Anita dengan ragu membuka pintu mobilnya, dia lalu masuk dan duduk dengan tanpa melihat Zaidan di sebelahnya.


Begitu juga dengan Zaidan, walaupun sebenarnya merasa risih karena harus berduaan di dalam mobil dengan wanita yang bukan mahramnya, akan tetapi rasa kemanusiaan membuatnya untuk sementara mengesampingkan hal itu, wanita ini yang baru dia ketahui adalah seorang dokter harus segera tiba di Rumah Sakit karena ada pasien darurat yang harus ditanganinya.


Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam membisu, Zaidan menyetir dengan fokus, tak pernah sekalipun melirik Anita di sampingnya. Demikian juga dengan Anita tampak sedikit risih dengan terus memegangi roknya.


Anita tahu jika laki-laki di sebelahnya ini tidak suka padanya, apalagi dengan pakaiannya yang tidak tertutup, selain dirinya dia juga yakin jika Zaidan juga merasa risih dengannya.


"Rok itu tidak akan otomatis menjadi panjang walaupun anda tarik-tarik terus seperti itu," ucap Zaidan tiba-tiba membuat Anita kaget.


Anita langsung menarik tangannya. Melirik Zaidan sekilas lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela luar.


"Aku hanya takut kamu akan risih dengan pakaianku yang tidak tertutup."


Zaidan tersenyum.


"Jadi lebih takut padaku dari pada Allah?"


Anita langsung memalingkan wajahnya melihat Zaidan.


"Aku tahu apa maksud anda, saya tahu jika seharusnya saya seorang muslimah menutup aurat saya, tidak perlu anda beri tahu lagi. Aisha sudah memberitahu saya." Anita terlihat kesal.


"Beruntung sekali anda mempunyai teman yang mengingatkan anda akan kebaikan."


Anita langsung terdiam.


"Apa yang dikatakan temanmu itu benar. Anda tahu pintu masuknya hidayah bisa dari mana saja."


"Apa temanmu juga mengatakan jika dalam Islam wanita shalihah diumpamakan seperti perhiasan yang indah, semakin indah perhiasan maka semakin ketat penjagaannya, tidak sembarang orang bisa melihat, memegang dan menyentuhnya, tidak sembarang orang juga bisa memilikinya, hanya orang yang pantas yang mengerti cara menjaganya." Zaidan terus berbicara dengan tanpa pernah melihat Anita.


Anita tersentak dengan perkataan Zaidan hingga membuatnya tak sadar terus melihat ke arahnya.


"Semoga kamu segera menjadi wanita shalihah yang menutup aurat dan menjaga pandangannya."


Anita langsung memalingkan wajahnya. Hingga kemudian dia menyadari jika mereka telah sampai di Rumah Sakit.


Dia lantas turun dari mobil dengan terburu-buru.


***


Aisha sedang berteleponan dengan Kak Siti, mereka sedang membicarakan tentang proses perceraian Siti yang baru dalam tahap mediasi.


"Mas Yusuf tetap tidak ingin menceraikan kakak, tapi kakak tetap ingin bercerai dengannya."


"Aku mendukung apapun keinginan kakak, jika menurut kakak bercerai adalah jalan terbaik, maka lakukan saja."

__ADS_1


"Iya. Itu juga yang dikatakan Ummi dan Abah, mereka mendukung apapun keputusan kakak."


"Aku mengerti kenapa Abah mengatakan itu." Aisha terdengar sedih.


"Apa yang terjadi pada Kakak dan Lela, pasti membuat Abah sedih dan trauma. Abah bahkan sudah mengatakan pada kami jika selanjutnya kami boleh memilih sendiri calon suami kami nantinya."


Aisha terdiam, membayangkan ketika ayahnya sedang mengatakan hal itu kepada kedua kakaknya, pasti dalam keadaan menyalahkan dirinya sendiri.


Mereka kemudian menyudahi pembicaraannya, Aisha lantas termenung sambil melihat pemandangan kota malam hari yang gemerlap oleh sinar lampu berwarna-warni.


Tiba-tiba dia dikagetkan oleh Alvian yang memeluknya dari belakang.


"Kenapa melamun?"


Aisha yang sedih menarik napas panjang, dia lalu membalikkan tubuhnya, menceritakan semua percakapan dengan kakaknya tadi.


Alvian menarik istrinya untuk duduk di atas sofa.


"Aku harap kedua kakakmu tidak trauma untuk kembali menikah dan berumah tangga."


"Ibadah terlama adalah berumah tangga, nilainya setara dengan separuh agama, ada banyak manfaat dan pahala di dalamnya, dengan menikah mengubah dosa menjadi pahala, mengubah haram menjadi halal, setelah menikah kita akan mendapatkan limpahan pahala dari setiap yang dikerjakan."


"Aku yakin jika kakak-kakakku tidak ingin melewatkan kesempatan itu." Aisha menatap suaminya.


"Apa menatapku seperti ini juga berpahala?"


Aisha mengangguk sambil tersenyum.


Alvian langsung memegang tangan Aisha.


"Jika seperti ini?"


Aisha kembali mengangguk.


"Kalau seperti ini?" Alvian menarik Aisha ke dalam pelukannya.


Aisha kaget, kini mereka saling bertatapan mesra.


Alvian lalu menciumi kening juga kedua pipi istrinya.


"Itu juga berpahala kan?"


Aisha mengangguk sambil tersenyum.


Kini bibirnya yang dikecup.


"Itu?" tanya Alvian lagi.


"Itu juga berpahala, tapi pahalanya kecil," jawab Aisha dengan serius.


"Apa yang besar?" tanya Alvian serius.


"Berhubungan suami istri adalah sedekah dan merupakan suatu kebaikan yang diberi ganjaran pahala," jawab Aisha juga dengan serius.

__ADS_1


Alvian langsung memangku istrinya. Berjalan menuju kamar mereka.


"Ayo kita berbuat kebaikan dan mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya."


__ADS_2