
__ADS_3
Keesokan harinya.
Andre yang mengeluh kepalanya pusing dari semalam hanya bisa meringis sendirian di atas ranjangnya, sudah dua kali dokter datang untuk memeriksanya dan memberinya obat namun rasa pusing yang dirasanya tidak juga hilang, bahkan kini dia merasa jika seluruh badannya juga demam.
Alvian yang baru saja datang segera melihat keadaannya setelah diberitahu oleh perawat.
Dia segera menghampiri Andre yang berbaring di atas ranjang dengan seluruh badan yang berkeringat dingin.
"Bagaimana keadaanmu?"
Andre tak menjawab, dia hanya membuka sedikit matanya kemudian kembali terpejam sambil meringis.
Alvian segera memegang tubuh saudaranya itu, merasa aneh karena suhu tubuhnya yang normal.
"Kamu tidak demam, suhu tubuhmu normal," ucapnya heran.
Andre langsung membuka matanya.
"Tapi aku merasa kepanasan, kepalaku juga pusing," jawab Andre dengan sedikit marah, dia kesal karena sedari tadi perawat dan juga Dokter yang memeriksanya mengatakan hal yang sama.
Alvian dan beberapa orang perawat yang sedari tadi direpotkan oleh keluhan Andre saling berpandangan.
Alvian akhirnya meminta semua perawat untuk keluar terlebih dahulu.
Setelah semuanya keluar, dia lantas mendekati Andre lebih dekat.
"Kamu baik-baik saja, kecuali kakimu, tidak ada masalah dengan kesehatanmu, semuanya normal."
Andre melihat Alvian.
"Tapi kenapa kepalaku pusing sekali, aku juga merasa jika badanku demam."
"Aku pikir itu hanya perasaanmu saja."
"Tidak mungkin, coba periksa sekali lagi. Mungkin saja mereka salah, atau berikan aku obat yang lain yang lebih ampuh untuk meredakan sakit kepalaku ini. Aku sudah tidak tahan lagi." Andre semakin meringis sambil memegangi kepalanya.
Alvian menarik napas panjang. Dia duduk di samping Andre.
"Dre. Kamu tahu jika bukan saja tubuh yang bisa sakit, tapi juga pikiran kita."
Andre tersentak.
"Kami para dokter biasanya menyebut dengan gangguan Psikosomatik yakni keluhan fisik yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi, bukannya oleh alasan fisik yang jelas, seperti luka atau infeksi."
"Munculnya keluhan psikosomatik pada seseorang biasanya diawali masalah kesehatan mental yang dialaminya, seperti takut, stres, depresi, atau cemas.Keluhan psikosomatik umumnya muncul pada saat seseorang di bawah tekanan atau saat beban pikiran meningkat."
Andre langsung tertegun.
"Apa yang terjadi? Apa yang kamu sedang kamu pikirkan?" tanya Alvian lagi mencoba mencari tahu.
"Aku tidak memikirkan apapun, aku tidak stres, kenapa aku bisa stres? Aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan." Andre berusaha mengelak.
Alvian tersenyum sambil berdiri.
"Baiklah. Sepertinya aku tidak bisa membantumu."
Alvian akan berjalan meninggalkan saudaranya.
"Tapi yang harus kamu tahu jika gangguan Psikosomatik ini tidak segera di tangani keadaanmu bisa semakin parah, kamu harus berkonsultasi dengan psikiater untuk menyembuhkannya," ucap Alvian sambil berjalan meninggalkan Andre.
__ADS_1
"Tunggu!"
Alvian membalikkan badannya.
Beberapa saat kemudian.
Alvian termangu mendengarkan Andre yang bercerita panjang lebar sambil menangis.
"Aku mati-matian mengejar dunia hingga membuatku lupa akan Sang Pencipta Allah Ta'ala, sibuk bekerja mengumpulkan harta sampai shalat-pun tak dijaga dan Al-Qur'an tak pernah lagi kubuka. Aku sudah sombong dengan merasa paling kaya dan harta adalah segalanya padahal jika mati tak akan aku bawa. Aku sudah melakukan segala cara agar di puji manusia namun sejatinya di sisi Allah aku sangatlah hina. Angan-angan akan hidup sampai tua, padahal mungkin saja ajalku sudah di depan mata."
"Aku memikirkan semua itu. Bukan hanya hari ini atau kemarin, tapi sudah dari beberapa hari yang lalu " Andre melihat Alvian.
"Hijrahnya Anita juga membuatku yakin jika memang Aisha istrimu dan semua perkataannya padaku adalah peringatan untukku."
***
Aisha tersenyum senang mendengar cerita Alvian tentang Andre.
"Alhamdulilah. Dia sudah mengambil keputusan yang benar."
Alvian ikut tersenyum.
"Iya. Aku bersyukur akhirnya dia mendapatkan hidayahnya."
Alvian mendekati Aisha lebih dekat.
"Dan ini semua berkatmu."
"Aku?"
"Iya. Andre tadi juga bercerita tentang bagaimana dia yang seringkali merasa tertohok dengan semua ucapanmu padanya. Asal kamu tahu jika ternyata dia merenungi setiap ucapanmu padanya."
"Seperti Anita, akhirnya dia mendapatkan hidayahnya lewatmu. Oh iya, bukan hanya Anita, tapi juga aku," ucap Alvian lagi.
Aisha menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku tidak melakukan apapun, aku hanya melakukan kewajibanku sebagai seorang muslim untuk saling mengingatkan."
Alvian merengkuh tubuh istrinya.
"Terima kasih sayang, Aku merasa sangat beruntung mendapatkan istri yang shalihah sepertimu."
"Jangan puji aku shalihah, cukup doakan agar aku senantiasa Istiqomah. Karena iman seseorang itu sifatnya naik turun, begitu juga dengan hati yang mudah berbolak-balik."
Alvian tersenyum sambil mengecup kening istrinya.
"Oh iya, setelah keadaannya sedikit membaik, Andre ingin segera berangkat di Pondok," ucap Alvian.
"Itu bagus. Semoga hijrahnya ini berjalan dengan lancar."
"Mungkin dua sampai tiga hari lagi aku akan mengantarkannya ke Pondok, aku sudah menelepon Kak Ahmad, beliau dengan senang hati akan menerima Andre untuk belajar disana."
"Oh iya. Apa kamu mau ikut?"
"Jika boleh tentu saja aku ingin ikut, sekalian aku ingin tahu tentang calon suami untuk kak Siti, kata Ummi mereka sudah memilihkan calon suami yang menurut mereka cocok untuk kak Siti."
"Oh ya? Mudah-mudahan untuk kali ini calon yang dipilihkan untuk kak Siti adalah lelaki yang baik."
"Aamiin."
__ADS_1
***
Tiga hari kemudian.
Andre tampak malu melihat Aisha yang datang bersama suaminya, dia terus membuang muka dan memalingkan wajahnya dari Aisha yang datang untuk menjemputnya.
Aisha lalu sibuk membantu dengan membereskan barang-barang miliknya, sementara Alvian juga sibuk mengurus administrasi kepulangannya dari Rumah Sakit.
Hal itu semakin membuatnya malu, teringat akan kesombongan yang dia pernah tunjukkan pada pasangan suami istri itu.
Kecelakaan ini juga membuatnya sadar jika sekaya apapun dirinya, sebanyak apapun uangnya, namun dirinya tetaplah membutuhkan seseorang yang ikhlas dan tulus untuk bisa mengurus dan merawatnya terutama dalam kondisi sakit seperti ini. Dia mulai memikirkan tentang pernikahan, hal yang kemarin sangat jauh dari pikirannya itu kini menjadi keinginan terbesarnya, karena kini dia menyadari jika dirinya membutuhkan seseorang untuk bisa selalu ada bersamanya. Kemesraan Alvian dan Aisha yang sering dilihatnya juga menjadi salah satu alasan kenapa dia mulai memikirkan untuk menikah. Dia juga ingin mempunyai seseorang yang tulus mencintainya bukan karena uangnya namun karena memang mencintainya apa adanya.
Tak berapa lama Alvian lalu datang membawa kursi roda, keadaan kaki Andre yang belum pulih benar masih mengharuskannya menggunakan kursi roda atau tongkat
untuk membantunya berjalan.
Dengan dibantu oleh seorang perawat yang mendorong Andre di atas kursi roda sampai ke parkiran mobil, mereka semua lalu pergi meninggalkan Rumah Sakit menuju ke Pondok Pesantren.
Sepanjang perjalanan Andre lebih banyak terdiam, lebih banyak berpikir jika keputusan ini memang yang terbaik untuknya, melepaskan kariernya yang sedang maju bukanlah sesuatu yang akan disesalinya, dia yakin jika nanti dirinya justru akan lebih menyesal jika terus terlena akan kenikmatan dunia.
***
Sesampainya di Pondok Pesantren
Andre melongo melihat deretan wanita berbaju syar'i bercadar di hadapannya. Mereka yang menurutnya tampak sama tengah menyambut Aisha yang baru saja turun dari mobil.
Dia menarik tangan Alvian yang sibuk mengeluarkan barang miliknya di dalam mobil.
"Siapa mereka?"
Alvian melirik mereka semua sekilas.
"Kakak-kakak iparku."
"Bagaimana caramu membedakan mana istrimu dan mereka semua? Apa kamu tidak takut tertukar?"
Alvian menahan tawanya, belum sempat menjawab, keduanya sudah dihampiri oleh Ahmad dan Ridwan.
Keduanya lalu dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah.
Setelah berbincang cukup lama dengan Ahmad dan mengutarakan keinginannya untuk menuntut ilmu disana, dia lalu merasa senang karena dirinya diterima dengan baik oleh mereka semua dan hal itu membuatnya semakin bersemangat untuk belajar.
Beberapa saat kemudian.
Andre kembali memperhatikan Aisha dan kakak-kakaknya juga Anita yang sekarang tengah berbincang bersama di samping rumah. Dia yang akan menuju kamarnya yang sudah disiapkan oleh Ahmad berhenti sejenak lalu menarik tangan Alvian.
"Katamu tadi dua kakak iparmu itu janda?"
"Iya."
Andre tertegun. Berpikir sejenak. Kemudian dia kembali berjalan tertatih dengan menggunakan tongkatnya.
"Aku harap Pondok Pesantren ini sedang terlilit hutang yang banyak," gumamnya pelan.
"Apa?" Walaupun pelan, tapi Alvian bisa mendengar dengan jelas perkataan Andre yang berjalan di sampingnya.
"Aku yang akan membayar semua hutangnya dengan syarat mereka menikahkan aku dengan salah satu kakak iparmu."
Alvian kaget.
__ADS_1
__ADS_2