Di Balik Cadar Aisha

Di Balik Cadar Aisha
Nusyuz


__ADS_3

Ammar terdiam mendengar perkataan Aisha.


"Ada apa ini?" Ibu Ammar yang juga mendengarkan semua perkataan Aisha merasa heran.


Aisha langsung melihatnya.


"Silahkan tanyakan pada putra Anda, apa yang sudah dia lakukan pada kakak saya."


Ibu Ammar melihat putranya.


"Ada apa nak?"


"Tidak ada ibu, dia hanya melebih-lebihkan cerita. Aku juga tidak tahu apa maksudnya."


"Melebih-lebihkan?" tanya Alvian menghampiri Ammar dengan membawa sebuah map di tangannya.


"Saya ingin tanya apa hasil visum ini bisa dilebih-lebihkan?" Alvian mengambil beberapa foto dari dalam map, membeberkannya di hadapan Ammar dan ibunya.


Ibu Ammar langsung menutup mulutnya, syok.


Sementara Ammar hanya memalingkan wajahnya.


"Ini hasil perbuatan anak anda pada kakak saya." Aisha melihat Ibu Ammar.


Ammar langsung melihat Aisha.


"Saya hanya sedang mendidik istri saya." Ammar berbicara dengan entengnya.


"Mendidik?" tanya Aisha kaget.


"Surat An-nisa ayat 34," ucap Ammar lagi dengan percaya diri.


"Aku mendidik istriku, ternyata banyak hal yang dia belum pahami tentang agama, aku ingin dia belajar lebih banyak agar dia menjadi muslimah yang taat dan lebih baik untuk bisa menjadi ibu dari anakku."


Aisha tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya.


"Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat-tempat pembaringan serta pukullah mereka. Lalu jika mereka telah menaati kamu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (QS an-Nisa [4]: 34)." Aisha membaca terjemahan surat yang kakak iparnya maksud.


"Ternyata ilmu agama yang anda kuasai sangat rendah." Aisha menggeleng-gelengkan kepalanya.


"Dengan bermodalkan ayat itu anda memukuli kakak saya?"


"Anda hanya sekedar membaca, tak memahami dan mendalami makna dari ayat tersebut. Anda salah paham karena anda buta dalam pemahaman dan makna."


"Aku mengerti Al-Quran dan seisinya lebih dari kamu." Ammar menatap Aisha geram.


"Seharusnya anda malu berkata seperti itu," Aisha kembali tersenyum.

__ADS_1


"Seorang hafidz yang sudah pasti pemahaman akan ilmu agamanya tinggi lebih dari yang lain tapi memukul bahkan menyiksa istrinya sendiri. Apa yang akan orang pikirkan?"


"Benarkah Al-Qur'an yang mengajarkan itu? Jika begitu berarti Islam adalah agama yang buruk karena mengajarkan kekerasan bahkan terhadap istrinya sendiri, apalagi kepada orang lain?"


"Mari saya beritahu makna dari Ayat yang anda jadikan modal untuk menyiksa kakak saya."


"Nusyuz artinya pembangkang, wanita yang membangkang dan yang merasa jika posisinya berada di atas laki-laki. Apakah kakakku seperti itu? Saya sangat yakin kakakku tidak mungkin seperti itu. Tahapan peneguran sifat Nusyuz dalam arti surat An-nisa ayat tersebut adalah dimulai dengan nasihat, pisah ranjang dan baru diakhiri dengan pukulan, tapi itu jika benar-benar sudah melampaui batas dan perlu ditegur agar dijadikan peringatan atau efek jera."


"Dan makna dari ayat itu juga bukan dalam artian memukul untuk mencederai atau melukai seperti yang sudah anda lakukan."


Ammar terlihat salah tingkah.


"Lagi pula, jika anda mengaku mempunyai pemahaman yang tinggi akan ilmu agama, pasti anda tahu Nabi Muhammad Saw mengingatkan 'Jangan memukul wanita dan jangan pula menyakiti' dan 'Tidakkah kalian malu memukul istri kalian seperti memukul keledai?' Rasullullah juga sudah memberi tauladan dengan tidak pernah memukul semua istri-istrinya."


"Tapi anda?" Aisha menggelengkan kepalanya tak habis pikir.


"Jangan pernah bawa-bawa dalil agama untuk membenarkan sifat psikopat anda," lanjutnya lagi sambil menunjuk Ammar dengan marah.


Ammar tersentak. Dia terdiam terpaku.


Ibu Ammar melihat anaknya.


"Apa yang sudah kamu lakukan nak?" tanyanya dengan penuh kekecewaan.


Ammar terdiam.


Ammar dan ibunya tampak kaget. Mereka langsung melihat Aisha.


"Anda harus membayar semua perbuatan anda pada kakak saya."


"Oh iya, kedua orang tuaku belum mengetahui kejadian ini. Mereka bahkan tidak tahu jika kakakku bahkan sudah pulang ke Indonesia."


"Kami pikir sebaiknya kedua orang tuaku belum boleh tahu, keadaan kakakku masih cukup mengenaskan untuk dilihat oleh mereka, itu hanya akan membuat mereka sedih dan merasa bersalah karena telah salah memilihkan suami untuk anaknya."


Ibu Ammar langsung duduk di kursi sambil menangis.


Aisha dan Alvian pergi meninggalkan rumah mereka.


***


Sepulang dari rumah Ammar, Aisha dan Alvian kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi Lela, sesampainya disana mereka bersyukur melihat keadaan kakaknya yang sudah jauh lebih baik, Lela bahkan sedang mengobrol akrab dengan Anita yang diminta Aisha untuk menemani kakaknya.


Aisha yang melihat di balik jendela mengurungkan niatnya untuk masuk dan membiarkan keduanya untuk mengobrol.


"Kak Lela sepertinya baik-baik saja. Ada dokter Anita yang menemaninya. Aku ingin pulang dulu sebentar, kepalaku pusing sekali." Aisha melihat suaminya.


Alvian melihat istrinya cemas.

__ADS_1


"Iya. Sebaiknya memang kamu pulang dulu dan istirahat." Alvian memegang tangan istrinya.


Sesampainya di apartemen.


Aisha mencium tangan suaminya ketika mereka baru saja melakukan shalat Isya berjamaah, Alvian lalu mengecup kening istrinya.


"Apa kepalamu masih pusing?" Alvian bertanya sambil menatap wajah istrinya penuh cinta.


Aisha mendekatkan tubuhnya pada Alvian, melingkarkan tangannya pada pinggang sang suami. Sambil duduk mereka berpelukan erat.


"Tidak," jawab Aisha pelan. Aisha memejamkan mata, menikmati rasa hangat dan nyamannya pelukan sang suami, berharap itu bisa memberinya energi lagi kekuatan karena masih banyak yang harus dia lakukan lagi kedepannya.


"Suamiku. Terima kasih telah memiliki hati lapang untuk tak segan meminta maaf dan memaafkan, semoga tak pernah terbersit untuk berbuat kasar, main tangan, berkata kasar lagi menyakitkan padaku. Sayangi dan cintailah aku sepenuh hatimu, menjadi penyabar dan penyayang, penuh kehangatan dan kelembutan, jika kamu pergi aku akan merindukanmu, jika kamu ada aku ingin selalu berdekatan denganmu."


Alvian mengangkat wajah istrinya untuk melihat ke arahnya.


"Sayang. Aku mencintaimu, jangan ragukan itu."


"Aku akan menjadikanmu istri yang paling beruntung karena bersuamikan diriku," jawab Alvian lagi.


"Terima kasih, sayang." Aisha kembali memeluk suaminya.


Alvian tersenyum senang mendengar istrinya memanggilnya sayang.


Beberapa saat kemudian.


Keduanya sedang dalam perjalanan kembali ke rumah sakit, mereka akan menginap untuk menemani Lela disana.


Sesampainya di depan ruangan Lela, mereka mendengar keributan, Alvian langsung masuk dengan terburu-buru.


Aisha dan suaminya dibuat kaget melihat Ammar dan ibunya berada disana, nampak juga Anita yang terlihat marah pada keduanya.


"Ada apa ini?" tanya Alvian melihat Anita.


"Mereka memaksa kakak iparmu untuk tidak melaporkannya ke polisi." Anita menunjuk Ammar dan ibunya.


"Dia bahkan menyalahkan istrinya yang kabur darinya, bukannya menyesal, dia malah mencaci maki kakakmu karena menurutnya telah menyebarkan aibnya." Anita menunjuk Ammar dengan geram.


Aisha menghampiri kakaknya yang sedang menangis.


"Sepertinya dia takut di penjara. Lucu sekali kenapa dia tidak memikirkan itu saat dia memukuli habis istrinya." Anita tersenyum sinis.


"Diam kamu, memangnya siapa kamu ikut campur urusan rumah tanggaku." Ammar geram melihat Anita.


"Dia kerabat kami. Dia berhak ikut campur." Aisha menghampiri Ammar.


"Banyak ahli ilmu, namun tak pandai menjaga lidah dan perilakunya, ia banyak memuji Rabb-Nya namun banyak mencaci dan menyakiti sesamanya."

__ADS_1


"Jangan hanya sibuk menumpuk ijazah sampai lupa belajar bagaimana caranya memperlakukan manusia seharusnya."


__ADS_2