Suami Dadakan

Suami Dadakan
bab 212


__ADS_3

🌻🌻🌻


"Kakaaak"


"Iya, ini kakak, dek" sahut Bu dengan antusias saat ia melihat kedua mata adiknya mulai sedikit terbuka.


"Mah.."


"Iya, sayang" balas Melisa yang langsung menitikan air mata harunya sambil mengelus kepala putri kecilnya.


"Dimana?" tanya Chaca bingung.


"Di rumah sakit, dek"


"Adek, mau pulang gak?" seru Bumi.


Si cantik mengangguk dengan lemah, matanya yang belum terbuka lebar membuat bayangan kakaknya sedikit buram dan berbayang.


"Janji sembuh ya"


"Iya, mau pulang" lirih Cahaya.


"Adek mau periksa dulu ya kak, nanti mama telepon lagi"


"Iya, mah"


Usai sambungan telepon terputus Melisa langsung memencet tombol di sisi ranjang guna memanggil suster dan dokter, membangunkan suaminya yang terlelap di salah satu sofa.


"Mas, adek bangun"


"Hah, siapa bangun?" guraunya yang langsung bangun dengan mata yang merah.


"Adek udah bangun" ujarnya lagi.


"Hem, iya" Reza Langsung bangkit dari tidurnya menghampiri di bungsu yang masih terbaring lemah.


"Wah, cantiknya papa udah bangun, mimpi apa tadi sayang?" tanya Reza setelah menciumi seluruh wajah anak perempuan kesayangannya.


"N'Da mimpi apa-apa" jawabnya pelan


"Kirain mimpi jadi princess"


Cahaya tersenyum kecil sambil menggeleng tak lama ia memejamkan matanya lagi, nafasnya terlihat berat dan sesak.


"Dek.. dek.. sayang" panggil Reza mulai panik, Melisa langsung histeris sambil terus menepuk kedua pipi si bungsu.


.


.


"Selamat sore" sapa dokter yang terlihat kaget saat masuk kedalam kamar rawat cucu dari pemikiran rumah sakit.


"Dok, Chaha kenapa ini?" jerit Melisa kembali menangis, Reza langsung menarik tangan istrinya agar mundur saat dokter dan para suster memeriksa cahaya dengan sigap


Melisa menggigit bibir bawahnya sambil meremas ujung jas yang dikenakan suaminya, tangannya kembali dingin dan bergetar dengan mata tak lepas memperhatikan para dokter memeriksa buah hatinya, peri kecil kesayangannya.


"Gimana dok?" tanya Reza Serius, raut panik dan gelisah jelas terlihat dari wajah dan suaranya yang parau.


"Jangan khawatir Tuan, kami sudah melakukan yang terbaik sesuai prosedur yang ada" jawab dokter


"Pemberian obat lagi lewat infusan" tambah dokter itu lagi, dokter yang menangani Chaca semenjak ia lahir.


Melisa langsung mendekati Cahaya yang kembali di pasang selang oksigen yang menutupi mulut dah hidungnya.

__ADS_1


"Kuat ya Sayang, mama disini sama papa, kakak nunggu dirumah, adek sembuh ya cantik" bisiknya di telinga kanan si bungsu dengan isak tangis lirih.


Reza meraih tubuh istrinya untuk di peluk, memberikan tempat ternyaman untuk KHUMAIRAHnya.


"Adek gak apa-apa, Ra. Sabar ya sayang"


Melisa mengangguk dalam dekapan suaminya, menenggelamkan wajahnya dalam dada bidang yang selama ini menjadi sandarannya dalam setiap keadaan.


*****


"Ayo makan, kak" rayu mama saat malam malam di rumah.


"Papa gak jemput?" tanya Ay sedih


"Adek besok pulang nya, kita aja nanti yang jemput kerumah sakit, ok" sahut papa.


Ay tertunduk lesu, memainkan sendok di atas piring yang berisi nasi putih hangat dan ayam kesukaannya.


"Nanti gak makan malam malam laper awas ya" ancam Ameera sambil mencubit pipi keponakannya.


"Enggak, emang aku curut suka masuk dapur kalo malem" dengusnya kesal.


"Besok jemput Abang, boleh?" pinta Bumi melirik kearah omma dan oppa nya secara bergantian.


"Boleh, kalau adek pulangnya siang sebelum kerumah sakit kita jemput Abang dulu ya" kata mama.


"Kalo pulangnya pagi?" tanya Ay.


"Ke rumah sakit dulu, nanti baru pulang sekolah Abang kita jemput"


"Ok!"


Makan malam selesai seperti biasanya semua berkumpul di ruang tengah, ada mama yang menjaga Air yang terus melompat dan berlari ke segala arah, papa fokus menonton tv sedangkan Bumi mewarnai buku gambar bersama Ameera.


"kenapa?" Tanya Ameera penasaran


"Tenang!" jawabnya singkat.


"Kakak suka kuning" teriak Ay yang sudah berada di atas sofa dengan memegang robot kesukaannya.


"Gak nanya!" sahut Bu.


"Ommaaaaaaaaaaaaaa"


"Hayo nangis!!" ancam Ameera.


"Aunty nakal, oppaaaaaaaaaa" jerit Ay yang langsung berhambur ke pangkuan kakeknya.


"Cup.. cup.. gantengnya ilang nih kalo nangis" goda papa sambil menghapus derai air mata cucu kesayangannya.


"Kakak bobo yuk". ajak mama karna waktu sudah menunjukkan hampir jam sembilan malam.


"Telepon mama dulu, ih" rengeknya.


"Ya udah, nih telepon sana" mama menyodorkan ponselnya pada si sulung yang masih terisak.


Lama Reza tak mengangkat panggilan si sulung sampai ia harus kembali merengek tak sabar, kini telepon di alihkan ke nomer Melisa, hingga panggilan ketiga barulah telepon tersambung


"Mama lama lama banget" oceh Ay saat namanya menyapa


"Maaf sayang, ada apa?" tanya Melisa dengan suara serak sampai Ay harus menjeda ucapannya


"Enggak, kakak mau bobo" kata Ay.

__ADS_1


"Kakak habis nangis ya, kenapa?" tebak Melisa yang tau dari nada suara putra pertamanya itu.


"Aunty nakal, mah.. kakak gak boleh nangis" adu nya disela Isak tangis.


"Kenapa?"


"Kakak mau kuning, adek mau biru!"


"Terus?"


"Gak apa-apa, pengen nangis aja, hihi" mode tangisnya kini langsung berubah menjadi gelak tawa.


"Ya udah Kakak bobo ya, jangan cari mama" pesan Melisa.


"Iya, mah.. cium cium buat Adek ya, bilang dari kakak Ay yang gantengnya lebih dari papa"


"Eh, enak aja!" Reza langsung merebut ponsel yang memang di loudspeeker.


"Hahaha, papa denger ya?" kata Ay menutup mulutnya.


"Papa tuh paling ganteng tau, tanya mama nih, iya kan, Ra?" tanya Reza menoleh ke arah istrinya.


"Iya, mas Reza paling ganteng" jawab Melisa sambil mengelus pipi suaminya.


"Tuh, kakak denger, gada yang bisa ngalahin--"


"Kegantengan papa yang maksimal" lanjut Ay memotong ucapan Reza sambil terkekeh membuat semuanya tertawa termasuk Bu yang mengulum senyum.


"Anak mama emang kamu yang paling ganteng tapi maaf ya Za, posisi kamu tergeser oleh kedua anakmu menurut mama" lagi-lagi semua tergelak berasama.


.


.


"Bagaimana Chaca?" tanya papa saat ponsel kini beralih pada pria paruh baya itu karna kedua cucunya sudah di bawa oleh istrinya menuju kamar mereka di lantai atas.


"Tadi sempet drop, pah" jawab Reza lirih.


"Kalian yang sabar ya, apa perlu kita bawa adek berobat keluar negri?" kini pembicaraan mulai serius.


"Disini sudah standar internasional, Pah"


"Hem, Iya. papa tau itu, semua dokter yang terbaik ada di rumah sakit kita"


"Iya, Pah kalau keadaan terus begini baru kita ambil langkah yang lebih serius untuk pengobatannya"


"Papa doakan yang terbaik untuk Chaca" lirihnya sebelum menutup telepon.


Pria paruh baya itu menyandarkan tubuhnya punggung sofa, kenangan demi kenangan hampir empat tahun ini terus terlintas di benaknya, gelak tawa Cahaya, rambut panjang coklat yang terurai, senyum manis dengan dua bola mata yang meneduhkan siapapun yang menatap netra lekat Cahaya.


***Kamu harus sembuh..


Oppa rela menukar segalanya asal kan kamu bisa tersenyum lagi..


πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰***


Ada yang mau cium oppa?? πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚


lebih kaya Loh dari babang Reza🀭🀭


like komennya yuk ramaikan β™₯οΈπŸ€—πŸ˜Œ


__ADS_1


__ADS_2