
__ADS_3
“Kakakmu memiliki banyak harta, apa kamu tahu pekerjaan kakakmu?”
“Kenapa kamu nggak tanyakan langsung kepadanya?”
“Aku udah tahu apa pekerjaan kakakmu. Dan aku hanya bertanya apakah kamu mengetahui atau tidak.”
Elia menoleh ke arah Zalfa. “Aku kurang tahu apa pekerjaan kakakku. Sepertinya dia bekerja dengan temannya, jual beli mobil, dan… Ya sejenisnyalah. Dan sepertinya dia juga bekerja di sebuah perusahaan. Aku juga nggak paham. Dia nggak punya pekerjaan tetap selama ini. Dia bekerja sesuka hatinya aja. Bulan ini dia jual beli mobil, bulan depan bisa jadi di bidang property, dan bulan depannya lagi entah apa. Aku bosan bertanya terus mengenai pekerjaannya. Yang jelas dia punya banyak duit. Udah, itu aja.”
Zalfa terdiam. Bahkan Elia juga kurang mengetahui pekerjaan kakaknya sendiri. “Ya udah. Aku tinggal dulu. Ini udah malem. Kamu beristirahatlah.”
Elia tidak menjawab. Pandangannya kembali tertuju ke lukisannya. Senyumnya mengembang lebar.
Zalfa tersenyum melihat Elia yang tampak begitu bangga pada hasil lukisannya. Ia melenggang meninggalkan kamar, dan kini tujuannya adalah kamarnya. Namun baru beberapa langkah kakinya meninggalkan anak tangga, ia berpapasan dengan Arkhan. Pria itu menunduk menatap layar ponselnya.
“Kamu mau kemana?” tanya Zalfa membuat langkah Arkhan terhenti tepat di hadapannya.
Arkhan mengangkat wajah, menatap wanita yang kecantikannya luar biasa. “Keluar.”
“Kemana?”
Arkhan mengernyit. “Haruskah aku melapor padamu kemana pun aku pergi?”
__ADS_1
“Aku istrimu.”
Arkhan mendesah. Selalu kalimat itu yang menjadi senjata untuk Zalfa.
“Aku berhak tahu kemana kamu pergi. Ini udah lewat tengah malam dan kamu masih akan keluar rumah? Kemana tujuanmu? Apa yang akan kamu lakukan dini hari begini?” berondong Zalfa yang ingin mengetahui seluruh kegiatan suaminya. Ia ingin suaminya hanya melakukan hal-hal positif yang diridhai Allah saja.
“Jangan berpikiran negatif. Apa kamu pikir aku akan keluyuran untuk menemui wanita lain? Tidak, Zalfa. Aku bukan pria semacam itu,” jawab Arkhan tegas.
“Sedikitpun aku nggak pernah menaruh pikiran negatif tentangmu, aku hanya ingin tahu. Udah, itu aja. Apa aku salah?” lembut Zalfa.
Arkhan menarik nafas dalam-dalam. Ia sedang berniat akan melakukan sebuah transaksi, bagaimana mungkin ia akan mengatakan hal itu kepada Zalfa. Wanita itu memiliki segudang dalil yang dia simpan di kepala yang dia ambil melalui kitab suci, dan dalil itu akan dia sebutkan untuk melarang niatnya jika ia mengatakan yang sejujurnya.
“Aku akan menemui Reza,” jawab Arkhan akhirnya.
Ekspresi Arkhan mulai tak bersahabat. Banyak sekali pertanyaan Zalfa. Inikah cara Zalfa utuk membatasi kegiatan yang tidak diketahui olehnya?
“Untuk pekerjaan,” jawab Arkhan kemudian melangkah namun langkahnya terhenti melihat Zalfa menghadang di depan.
“Besok aja. Ini udah lewat tengah malam. Nggak ada hal urgent, kan?”
“Zalfa, jangan terlalu mencampuri urusanku!”
__ADS_1
“Aku istrimu.”
Lagi-lagi Zalfa menyebut kalimat itu. Dan Arkhan tampak mengalah setiap kali wanita itu menyebut kalimat yang sama.
“Urusanmu menjadi urusanku,” sambung Zalfa. “Aku nggak melarangmu mengetahui seluruh kegiatanku, dan bila perlu aku akan membuat laporan untukmu apa saja yang kulakukan setiap harinya. Apa kamu mau melakukan hal yang sama?”
“Apa-apaan ini? Jangan seperti anak kecil!”
“Aku perduli padamu.”
Arkhan terdiam. Kata-kata itu seperti membuat aliran darahnya berhenti.
“Jangan pergi, temani aku!” ujar Zalfa yang entah kenapa merasa tidak nyaman dengan kepergian Arkhan di waktu yang tidak wajar. Tidak ada kegiatan positif dan bermanfaat yang dilakukan di waktu seperti itu di luar rumah kecuali pekerjaan urgent. Dan Arkhan tidak memiliki pekerjaan urgent.
Ekspresi Arkhan yang memerah mulai kembali normal. “Kau ingin kutemani tidur?”
“Ya.”
Arkhan memutar arah langkah kakinya kembali menuju kamar. Zalfa mengikutinya.
BERSAMBUNG
__ADS_1
AYOO DUKUNG CERITA INI DENGAN KASIH VOTE 😁😁
__ADS_2