
__ADS_3
"Apa yang terjadi, Bu? Kenapa menangis?" Elnara terkejut melihat ibunya sesenggukan di ruang tamu.
Baru saja Elnara ingin menyampaikan kabar gembira bahwa ia ditunjuk sebagai ketua senat di kampus, namun urung. Begitu pulang kuliah, ia malah disambut dengan pemandangan tangis pilu.
Linol, ibunya Elnara tidak menjawab, masih sesenggukan. Pundaknya bergetar hebat. Dia tampak sangat frustasi.
"Ibu ingin menikahkan aku dengan duda beranak satu, cacat pula. Bahkan terkenal kejam," jawab Afsa, saudara kembar Elnara yang sejak tadi melipat tangan di dada dengan pandangan angkuh. "Tentu saja aku nggak mau. Dan ibu menangis karena frustasi atas penolakanku."
"Benar, Bu?" Elnara menghampiri Linol yang duduk di kursi. Ditatapnya wajah sendu ibunya dengan teduh.
"Hutang ibu pada keluarga Ghazanfar tidak bisa ibu lunasi. Perekonomian kita sulit. Ibu akan dituntut jika tidak bisa melunasinya." Linol menjelaskan perkara yang sama sekali tidak diketahui oleh para puterinya, perkara yang hanya diketahui oleh orang tua.
Bermula ketika Linol ingin membuka pabrik besar karena terobsesi ingin menjadi bos besar supaya menjadi kaya raya, namun malah bangkrut. Hutang dengan nilai fantastis tak sanggup dia lunasi.
"Apa ayah tahu soal ini sebelumnya?" lirih Elnara.
"Tidak. Ayahmu tidak tahu, bahkan sampai ayahmu meninggal seminggu yang lalu, hal ini tidak diketahui olehnya." Linol menghela napas. "Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini adalah menikahkan Afsa kepada Emir Gazhanfar. Itulah permintaan Emir supaya hutang dianggap lunas."
"Aku nggak mau. Suruh saja Elnara yang menikah dengan si duda cacat itu!" hardik Afsa dengan keras, menatap Elnara dengan muak.
Sejak dulu, segala sesuatu tentang Elnara selalu saja menjadi persaingan hebat bagi Afsa. Tak ada satu hal pun tentang Elnara yang dijadikan bahan iri bagi Afsa. Bahkan di kursi kuliah pun Afsa selalu menganggap Elnara sebagai saingan, bukan kembaran.
Mereka memiliki wajah yang serupa, hampir sulit membedakan jika bukan Linol sebagai ibu kandung yang membedakannya. Kembar identik. Namun sifat dan perangai keduanya jauh bertolak belakang.
"Enggak. Bukan aku yang seharusnya di posisi itu," tolak Elnara. Menikah? Haruskah ia melihat terong unik yang bisa saja membuatnya menjerit saat didekati? Tidak. Elnara belum siap untuk hal itu.
"Selama ini kamu yang selalu mendapat keunggulan, baik di mata ayah, di mata dekan, di hadapan teman- teman, lalu kenapa kamu nggak mau menggantikan posisiku yang sulit ini?" hardik Afsa dengan mata membelalak kesal.
Melihat Afsa yang keras kepala dan membantah habis- habisan akan perintah untuk menikah, Linol kehabisan akal. Ia pun berkata, "El, kamu saja yang menikah dengan Emir."
Sontak Elnara terkejut bak mendengar petir di siang bolong. Selalu saja begini, Elnara menjadi tong yang disiapkan untuk menampung sampah. Apa- apa saja yang tidak disukai oleh Afsa, pasti akan dibuang kepada Elnara.
"Enggak, Bu. El nggak mau. El belum ingin menikah." Elnara tentu saja menolak, mengingat usianya yang masih muda dan ia juga masih ingin melebarkan sayap untuk menggapai cita-cita. Selain itu, kuburan ayahnya juga belum kering. Baru seminggu Elnara ditinggal pergi oleh ayahnya dan bahkan masa berkabung itu belum hilang, ia sudah dihadapkan dengan masalah berat yang mengikis masa depannya.
Elnara menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri ketika sang ayah ditabrak dengan kencang oleh sebuah mobil sport. Elnara juga melihat wajah pelaku dengan jelas. Kesedihan itu masih jelas terasa, membekas dan tak akan hilang.
"Sudah! Jangan mendebat! Ibu tidak mau ada bantahan lagi. El, jadilah pengantin untuk Emir!" titah Linol yang kali ini dengan nada mendominasi.
Elnara hanya bisa membisu, menunduk sedih.
Linol sadar sepenuhnya, bahwa Afsa yang notabene terlahir tiga puluh menit lebih awal dari Elnara itu akan melakukan pembangkangan hebat saat dia menolak sesuatu, sedangkan Elnara pasti akan mengalah dan pasrah. Menghadapi Elnara akan jauh lebih baik dari pada berurusan dengan Afsa.
Elnara berpikir keras, mencari cara supaya bisa terlepas dari perintah pernikahan yang mungkin akan merenggut masa depannya dengan buruk. Menikah dengan seorang duda tak dikenal di usia yang masih sangat muda, itu adalah bayangan buruk bagi Elnara.
Sepertinya ia harus kabur dari rumah itu, melarikan diri entah kemana. Ya, itu ide bagus.
"Sini kamu!" Afsa menarik lengan Elnara, membuat bayangan di pikiran Elnara buyar entah kemana.
"Mau kemana?" Elnara memberontak, namun kalah kuat dengan semangat Afsa.
"Ikut saja!"
"Afsa, mau ngapain?" Elnara menoleh ke arah Linol, yang malah hanya diam dan tak melakukan apa pun.
Afsa menyeret Elnara memasuki sebuah kamar. Bukan kamar milik Elnara, tapi kamar tamu.
"Diam di sini sampai hari pernikahanmu tiba!" Afsa mengunci pintu dari luar.
"Afsa, jangan lakukan ini padaku! Aku nggak mau menikah! Afsa, keluarkan aku dari sini!" Elnara berteriak sambil memukuli pintu, tapi percuma, Afsa tak mempedulikannya. Bahkan Linol pun sama sekali tak muncul. Wanita itu memilih untuk mencari bagian yang aman.
***
Bab 2. Pernikahan Paksa
__ADS_1
Dengan wajah yang terus saja terlihat cemberut, Elnara mematung ketika tukang rias menggerakkan alat make up ke wajahnya.
Sejak tadi air mata terus menetes, tak henti berguguran di pipi halus Elnara. Bagaimana tidak? Rumah sudah dipenuhi oleh orang- orang yang tengah mempersiapkan pernikahannya.
“El, jangan menangis terus! Dandananmu rusak. Lihat tuh maskaranya jadi jelek begitu!” Linol mulai kesal melihat Elnara yang terus saja menangis.
Kalau boleh ditahan, Elnara pun ingin menahan air mata itu supaya tidak meleleh. Tapi apalah daya, hatinya kebas sekali di hari pernikahan dengan pria asing yang sama sekali tak dikenal. Masa depannya seakan runtuh.
Ah, ia ingat bahwa pria itu duda cacat, artinya pria itu tidak memiliki kekuatan apa pun karena kekurangan fisik yang dia miliki. Kalau saja pria itu mendekatinya di malam pertama, maka ia akan menonjok pria itu dengan keras supaya jangan macam- macam.
“Ini kamu lakukan demi ibu, supaya ibumu tidak dituntut. Kamu tidak mau ibumu masuk penjara karena dianggap menipu kan?” Linol menekan- nekan kapas ke wajah Elnara dengan kuat supaya wajah sembab itu kering dari siraman air mata.
“Aku takut, Bu.”
“Takut kenapa? Kamu mau menikah dengan manusia, bukan dengan zombie, lalu kenapa takut?”
“Aku nggak kenal sama lelaki itu.”
“Nanti kalau sudah menikah kan pasti juga kenal. Sudah jangan menangis lagi! Orang- orang di luar sana sudah menunggu. Jangan bikin ibu malu!” Linol memaksa.
“Seharusnya Afsa yang menikah, bukan aku. Dia kan kakakku.”
“Sudah, jangan bahas itu lagi. Ayo berdiri!”
Elnara terpaksa bangkit berdiri mengikuti tarikan tangan ibunya. Ia melirik Afsa yang berdiri di sisi pintu, masih di dalam ruangan kamar. Dagu gadis itu mendongak, menatap angkuh dengan senyum skeptis.
Huh, dia terlihat senang sekali melihat kembarannya di posisi menderita begini. Seakan- akan kemenangan berpihak kepadanya. Kenapa Afsa malah jadi seperti musuh begini? Padahal dia adalah satu- satunya saudara bagi Elnara.
Afsa tidak mau keluar dari kamar itu. Ia bersembunyi di sana, takut keluarga Ghazanfar mengetahui bahwa Elnara memiliki saudara kembar yang sebenarnya adalah pengantin aslinya.
“Ingat, jangan menangis lagi! Jangan bikin malu di depan Emir dan di depan semua orang!” bisik Linol pada Elnara.
Pasrah, Elnara akhirnya melangkah melewati karpet merah menuju ke kursi yang sudah disediakan. Disaksikan oleh tamu yang telah menanti sejak tadi.
Elnara sudah duduk bersisian dengan pria yang tak tahu entah siapa, wajahnya seperti apa, sifatnya bagaimana, bahkan sedikit pun tentang pria itu, Elnara tak tahu apa- apa. Ia tak sudi menatap wajah calon suaminya, yang tega- teganya mempersunting gadis yang masih duduk di bangku kuliah hanya untuk merawat dirinya yang cacat.
Lelaki macam apa yang memaksa gadis muda untuk dinikahi dengan statusnya yang sudah duda? Huh!
Sedikit wejangan disampaikan oleh wali hakim untuk kedua mempelai. Hingga akhirnya tangan putih yang besar itu menjabat tangan wali hakim untuk mengucap ikatan janji suci pernikahan.
“Saya terima nikah…”
“Watsiiiy!” Elnara bersin, menghentikan ucapan Emir.
Gemuruh tawa kecil terdengar di sudut ruangan.
Elnara masih di posisi menunduk sambil memegangi tisu yang baru saja diberikan oleh Linol. Ibunya itu duduk di belakang kursi Elnara.
Kembali Emir melantangkan suara untuk acara sakral ini.
“Watsiiiy watsiiiy watsiiiy!” Elnara tak berhenti bersin. Dalam hati, ia berharap bersin pura- pura itu akan mengutuk semua orang yang ada di sana supaya tertidur. Tapi itu pasti hanya ada di dalam dongeng.
Suara bersin Elnara yang jauh lebih keras dibanding suaranya Emir, membuat pria itu menghentikan ucapannya.
“El, kenapa bersin terus?” bisik Linol sambil mencubit pinggang Elnara.
Duh! Sakit! Sepertinya usaha Elnara hanya akan sia- sia. Pernikahannya tak akan mungkin bisa batal. Apa lagi ibunya sudah mengancam begini. Bisa celaka kalau dia akhirnya malah digunduli dan dijungkir di kolam ikan belakang rumah.
“Mungkin ada upil yang mengganggu di hidung, apa bisa dibersihkan dulu?” ucap Emir dengan suara mendominasi dan penuh dengan ketegasan.
Elnara hanya diam dan masih menunduk. Tak mau menjawab. Enak saja dia membahas upil di saat begini. Tidak lucu!
“Ini mungkin efek grogi, jadi bawaannya dingin dan bersin- bersin terus. Maklumlah calon pengantin baru,” seloroh wali hakim dengan senyum simpul.
__ADS_1
Membuat seisi ruangan menanggapi dengan tawa menggemuruh.
Kenapa mereka malah tertawa? Dipikir lucu? Elnara kesal sekali, namun tak berdaya untuk melawan keadaan.
Hingga akhirnya para saksi mengucapkan satu kata ‘sah’ untuk acara pernikahan itu.
Tubuh Elnara terasa lemas. Mendadak frustasi dalam hitungan detik. Pernikahan itu membuktikan bahwa ia sudah menyerahkan jiwa raganya untuk si duda cacat.
Rasa sedih bercampur frustasi membuatnya kehilangan kendali hingga kesadarannya hilang.
“Eeeeeh…”
Para ibu- ibu di bagian depan berteriak histeris melihat tubuh elnara yang terhuyung kemudian ambruk. Untungnya Emir cepat menangkap tubuh itu.
Para tamu pun bergegas membantu mengangkat tubuh Elnara.
***
Pertama yang tampak di depan Elnara adalah wajah sosok asing. Wajah bak malaikat di film- film holywood yang tampan dan bikin tak bisa tidur saat pertama melihatnya, hidung mancung, mata gelap, wajah eksotik dengan bulu kasar di sekitar rahang, serta tatapan yang tegas.
Apakah ini sudah di alam kubur? Kenapa ada malaikat setampan itu?
“Cepat bangun dan tukar pakaianmu!”
Elnara terkejut, sosok yang dia anggap malaikat itu berbicara. Artinya dia tidak sedang di alam kubur. Ia menatap ke sekeliling, yang ternyata sedang berada di kamar asing sekarang.
Tunggu dulu! Elnara mengingat- ingat sesuatu. Sepertinya ia pernah melihat wajah sosok pria tadi. Bukankah itu adalah wajah orang yang menabrak ayahnya hingga meninggal duni?
Elnara mengembalikan pandangannya pada wajah pria yang duduk di dekat ranjang tempat tidurnya. Benar, pria itu adalah penyebab ayahnya Elnara meninggal dunia.
Masih sangat jelas terekam di ingatannya bagaimana kejadian mencekam beberapa waktu lalu, ayahnya yang sedang berjalan di sisi jalan kemudian dihantam oleh mobil sport dengan sangat kencang. Elnara berlari mendekati sang ayah yang akhirnya menghembuskan napas terakhir di pangkuannya dengan bersimbah darah.
Dengan kedua mata kepalanya, jelas ia melihat si pelaku berada di dalam mobil memegangi setiran.
Tidak ada saksi mata, kecuali hanya dirinya. Elnara bingung, dia hanya memikirkan bagaimana ia bisa memakamkan ayahnya dengan tenang. Di tengah rasa frustasi dan kebingungan yang melanda, Elnara tak bisa menuntut apa pun pada si pelaku karena sudah ada tanda tangan basah di atas kertas yang menyatakan bahwa keluarga korban menyatakan damai dan tanpa ada tuntutan atas kecelakaan tersebut.
Kapan Elnara menandatangani surat itu? Dan ia baru ingat, ia menandatangani di rumah sakit. Surat itu nyelip diantara surat- surat yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit.
“Kenapa kamu ada di sini?” pekik Elnara menatap kesal pada pria itu.
“Ini rumahku.”
Elnara terkejut. Ia bangkit duduk.
“Cepatlah bangkit dan segera tukar pakaianmu!” ulang pria itu.
Elnara melihat ke arah tubuhnya sendiri yang masih mengenakan kebaya pengantin.
Melihat Elnara yang masih tampak bingung dengan raut wajah masamnya, pria itu kemudian, berkata, “Jangan membantah, istriku!”
Terkejut, Elnara hampir menjawab, namun pria itu sudah berlalu keluar dengan kursi rodanya yang bergerak secara elektrik.
Istriku?
***
Baca selengkapnya dengan judul GADIS TARUHAN di aplikasi Noveltoon, karya Emma Shu
Klik saja profilku dan temukan judul ini. Langsung ke lapak sebelah yak
Follow instagram @emmashu90
__ADS_1
__ADS_2