
__ADS_3
Setelah melewati kegiatan panas mereka, baik Mars dan Kejora masih berada di dalam satu selimut yang menutupi tubuh polos mereka. Mars masih memeluk tubuh Kejora dari belakang, dan menyandarkan kepalanya di tengkuk istrinya.
"Tuan ...." panggil Kejora.
"Mars, sudah aku katakan. Panggil aku Mars!"
"Eh, tapi --"
"Atau kau mau memanggilku, sayang." Goda Mars, sambil menarik tubuh Kejora. Hingga membuat mereka saling berhadapan, dan saling menatap wajah satu dan lainnya.
"Tidak-tidak, lebih baik aku memanggil Mars saja." Sahut Kejora dengan cepat.
Mars hanya mengangkat kedua bahunya, lalu mencium bibir Kejora. Ia tidak peduli istrinya itu ingin memanggilnya dengan panggilan Mars, sayang, atau apapun itu. Tapi tidak dengan tuan. Karena Mars ingin wanitanya itu tahu, kalau ia adalah suaminya, prianya, bukan majikannya.
__ADS_1
"Tuan, eh Mars." Kejora mendorong tubuh kekar yang memeluknya. "Tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, tadi?" Kejora yang sadar jika tuannya itu sudah kembali on, karena merasakan sesuatu yang menusuk di bawah sana. Memilih untuk meminta penjelasan terlebih dahulu, sebelum pria itu kembali berbuat mesum padanya.
Mars menatap dengan intens kedua manik pekat milik Kejora, lalu turun dari atas tempat tidur menuju lemari. Mars lalu mengambil berkas rumah milik keluarga Kejora, sekaligus mengambil cincin pernikahan yang sudah ia siapkan sejak kemarin sebagai kejutan untuk Kejora.
Sementara itu Kejora yang melihat, Mars berjalan dengan tubuh polosnya tanpa mengenakan apa pun. Hanya bisa menghela napasnya sambil menutup kedua matanya. Kapan pria itu akan sadar, untuk tidak memancing pikiran kotor yang ada di kepalanya.
"Bukalah!" Mars menyerahkan berkas tersebut ke tangan Kejora.
Dengan segera Kejora membuka berkas tersebut, lalu wajahnya berubah terkejut setelah membaca isi di dalam berkas tersebut.
"Ya, itu berkas surat kepemilikan rumah milikmu." Jawab Mars.
Lalu ia menceritakan semuanya pada Kejora, tentang rencananya yang menikahi Monica hanya untuk membalas semua perbuatan wanita itu. Sekaligus menipu Monica untuk mau mengambil berkas surat kepemilikan rumah dari tangan Nyonya Veronica.
__ADS_1
"Mars, aku ...." Kejora menatap pria yang sudah menjadi suaminya itu, dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak pernah menyangka, pria yang selalu marah-marah dan memberikan hukuman kepadanya. Justru membantu dirinya untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Melihat mata Kejora yang ingin menangis, membuat Mars menghela napasnya. "Kau jangan menangis! Dan tidak perlu berterima kasih padaku. Anggap saja ini imbalan selama kau bekerja menjadi asisten rumah tangga di apartemenku." Ucap Mars, yang terpaksa berbohong. karena terlalu gugup untuk mengatakan alasan yang sebenarnya.
"Tapi Mars, aku tetap harus berterima kasih padamu." Kejora berkata dengan tulus. Ia tidak peduli, alasan Mars melakukan semua itu hanya sebagai bentuk imbalan atas kerjanya selama ini. Walaupun jauh di lubuk hatinya, ia berharap Mars melakukan semua itu karena pria itu sudah menganggapnya sebagai seorang istri yang sesungguhnya. Apalagi mengingat mereka sudah lebih dari satu kali melakukan hubungan suami istri.
"Dan ini untukmu!" Mars menyerahkan kotak kecil ke tangan Kejora.
Kejora lalu membuka kotak tersebut, lalu melihat isi didalamnya. "Mars, bukankah ini cincin?" Kejora menatap Mars dengan bingung, karena pria itu memberikan cincin pernikahan milik Monica kepadanya.
"Itu untukmu, karena cincin itu ...." Mars bingung harus berkata apa. Karena seumur hidupnya, ia tidak pernah bersikap romantis pada wanita. Apalagi mengutarakan perasaan yang ada dihatinya.
"Karena cincinnya kenapa?" tanya Kejora, dengan menautkan kedua alis matanya.
__ADS_1
"Cincin itu --" Mars tidak melanjutkan perkataannya. Ia lalu berdeham dengan keras, untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Melihat sikap Mars yang gugup, membuat Kejora tersenyum dengan lebar. Karena akhirnya ia tahu, maksud Mars memberikan cincin itu untuknya.
__ADS_2