Dokter Cantik Milik Ceo

Dokter Cantik Milik Ceo
Episode 161


__ADS_3

"Aduh sayang, sakit banget senjata keramat Mas," Aran memegang senjata keramatnya dengan kedua tangannya, wajahnya sudah pucat menahan sakit dan panas.


"Mas," Veli shock ia langsung menjatukan raket nyamuk itu.


"Aaaaaaaaa......" teriak Aran lagi, sebab raketnya jatuh tepat pada kakinya.


"Aduh......" Veli merutuki kebodohannya sendiri, karena kecerobohannya Aran kembali terkena raket.


"Sayang.....huuuuuuuuu......." teriak Aran.


"Ahahahahahaaaaaa......" Bilmar malah tertawa melihat penderitaan Aran.


BUUUUKKK.....


Veli melempar kemoceng yang ada di dekatnya tepat mengenai hidung Bilmar.


"Ha....hacimmmm....." Bilmar malah bersin-bersin karena menghirup abu pada kemoceng itu.


"Ahahahahaaa," Aran balas menertawai Bilmar, "Aduh, aduh," tak lama kemudian Aran kembali merasa sakit pada benda keramatnya.


"Ketawa terus, sakit baru tau rasa lu," kesal Bilmar balas mengejek Aran.


"Ini karena lu bro, kalau nggak gw nggak akan semenderita ini," terang Aran menatap Bilmar dengan tajam.


"Adik durhaka lu, itu teguran karena lu durhaka sama Kakak sendiri," terang Bilmar tak mau kalah.


Veli kesal mendengar perdebatan keduanya, "Mas Bilmar, Mas Aran mau Veli pukul pakek kemoceng atau raket?" tanya Veli.


"Enggak....." jawab keduanya, sementara Bilmar langsung berlari dengan cepat kareba takut menjadi sasaran amukan Veli.


"Auuuu," Aran malah meringis merasakan kesakitan.


"Mas, rasanya gimana?" tanya Veli dengan perasaan bersalah.


"Rasanya ngilu sayang ku," jelas Aran dengan mulai berjalan seperti orang baru di sunat menuju kamar, yang dulu ia tempati sedari kecil.


Veli mengetuk kepalanya lagi dan mengikuti Aran dari belakang, dan kini keduanya sampai di kamar.


"Uhhhhh........ " Aran menyalakan ac agar dapat mendinginkan miliknya yang terasa panas.


"Mas ini pakai salepnya," kata Veli memberikan salap pada Aran.


Aran diam menatap salap itu, "Pakein lah," kata Aran tanpa mau menerimanya.

__ADS_1


"Ha......" Veli melongo mendengar jawaban Aran, "Pakein?" tanya Veli tak percaya, bagaimana mungkin ia bisa memakaikan salap untuk Aran.


"Iyalah, ini ulah siapa coba?" tanya Aran menatap Veli sambil kini ia sudah memakai kain sarung, sebab celana terlalu sempit dan membuat senjata keramatnya semakin tersiksa karena terhimpit.


"Ya.....maaf Mas," jawab Veli penuh rasa penyesalan lagi.


"Yaudah.....kamu harus tanggungjawab, kamu harus rawat dan jaga dia seperti anak kamu sendiri. Di olesin salepnya sendiri, di elus, di sayang di kasih kiss, jadi dia cepet sembuh. Lagian kalau ini senjata nggak bisa di pakek pas tempur kamu sendiri yang rugi," terang Aran.


"Ha......." Veli kembali melongo dengan apa yang di katakan Aran, keduanya seperti orang bodoh sebab membahas masalah senjata yang terbakar.


"Lihat ni, udah berkerut," Aran memunjukannya pada Veli.


"Aaaaaaaaa," teriak Veli sambil menutup mata, "Mas apasih," kesal Veli.


"Kamu sok nggak mau lihat, padahal dia udah masuk ke......" Veli dengan cepat menutup mulut Aran, karena kalau tidak Aran bisa bicara hal yang lebih buruk dari itu semua.


"Mas kalau ngomong di sensor, takut yang baca masih di bawah umur!" terang Veli memberi peringatan.


Aran diam dan ia kembali menatap senjata keramatnya yang si dalam sarung, "Sabar ya sob, kita sama-sama berjuang," kata Aran seolah bercerita pada miliknya.


"Mas!" Veli tak bisa lagi menahan kesal karena Aran terus bertingkah konyol, dengan berbicara pada miliknya, "Apasih nggak jelas banget sih," kata Veli lagi.


"Panas, perih juga."


"Pakein, tanggungjawab. Mas aja tanggungjawab pas tau kamu hamil, masa kamu nggak tanggungjawab pas Mas begini karena kamu."


"Ya udah sini Veli olesin salepnya," dengan terpaksa Veli mengiyakan apa yang di pinta Aran.


"Nah gitu dong," Aran tersenyum saat Veli setuju mengoleskan salap itu padanya.


Veli masih ragu untuk melakukan apa yang di pinta Aran, "Mas ini beneran Veli yang olesin?" tanya Veli lagi.


"Iya lah siapa lagi," jawab Aran tersenyum lebar, sebab sebentar lagi Veli yang akan bekerja dan ia menikmati hasilnya.


"Tapi Mas."


Kalau tadi wajah Aran yang memucat, maka tidak dengan kali ini. Kali ini wajah Veli lah yang di buat memucat karena harus mengoleskan salap pada Aran, Veli menutup mata dan mulai mengolesi salap itu. Namun saat ia hampir mengolesinya, Veli kembali menarik tangannya.


"Mas olesin sendiri aja ya," ucap Veli penuh harap.


"Kamu mau jadi istri durhaka?" tanya Aran dengan tegas seolah Veli sangat bersalah.


"Enggak," jawab Veli menggeleng.

__ADS_1


"Kamu mau berdosa sama suami?" tanya Aran lagi.


"Enggak," jawab Veli lagi masih sambil menggelengkan kepala dengan cepat, bersamaan dengan keringat dingin yang mulai membasahi tubuhnya.


"Yaudah....ayo buruan, Mas kepanasan ni, ngilu banget," terang Aran lagi.


"Iya," Veli mengangguk dengan cepat.


"Cepat," pinta Aran yang sudah tidak sabar.


"Sabar Mas," Veli masih diam sambil berpikir bagai mana bisa lolos dari jebakan yang kini sudah ia masuki, dan parahnya karena kebodohannya ia terjebak sendiri.


"Ayo apa lagi Khumaira sayang."


"I.....iya...."


Dengan berat hati dan menurup mata Veli mengoleskan salap pereda rasa panas dan nyeri itu pada Aran, Veli mendeguk saliva merasakan itu. Ia menutup mata agar tak melihatnya, sungguh pertama kali Veli memegang sesuatu yang biasa di panggil Aran sobat itu.


"Buka matanya, kamu ngolesinnya ke mana, jangan di situ-situ aja," Aran tersenyum samar bisa membuat Veli tak bisa mengelak kali ini, ternyata usahanya sedikit terluka tak sia-sia karena Veli yang kini mengobatinya.


"Ngga usah di buka," Veli membuang pandangannya kelain arah sebab Aran terus memaksanya membuka mata, padahal Veli sudah berulang kali menolak.


"Enak banget," gumam Aran.


"Mas bilang apa?" tanya Veli yang samar-samar mendengar Aran bergumam.


"Ayo cepat kulit Mas panas, melepuh kulit Mas. Udah berkerut itu. Coba kamu lihat," kata Aran lagi berusaha agar Veli mau membuka Mata.


Veli tak perduli dengan apa yang di katakan oleh Aran, ia terus mengolesi salap itu. Tanpa membuka mata. Dan ia hanya menebak saja mana yang harus di olesi salap. Namun semakin kesini Veli merasa ada yang aneh, sebab kerutannya mulai menghilang dengan seketika.


"Mas, kok tadi sama sekarang beda ya. Tadi berkerut banget kulit Mas. Sekarang......" Veli diam dan tak melanjutkan apa yang hendak ia katakan.


"Itu tandanya," dengan cepat Aran menarik Veli ke atas ranjang dan mulai melakukan ibadah.


"Mas katanya tadi sakit, apa Mas boong ya? Mas abis kibulin Veli ya?" tanya Veli lagi dengan kesal.


"Tadi Mas memang sakit, tapi kan udah kamu olesin obat pakek tangan kami. Tangan kamu mujarap banget jadi obat buktinya, bisa langsung pakai ni."


"Mas......." akhirnya olah raga sambil ibadah.


***


Belum end, ya readers semua, itu tanda end sepertinya karena sedikit kesalahan saya. Nanti saya perbaiki agar tanda end nya hilang.

__ADS_1


Jangan lupa LIKe dan VOTE, biar author semangat nanti lanjut lagi. Terima kasih.


__ADS_2