
__ADS_3
Anggia hanya diam saja menatap jalanan perasan sakit yang mulai menghilang perlahan kini seperti terasa kembali lagi. Anggia ingin menangis dan berteriak ia benar-benar tak ingin mengenal Brian lagi hatinya sudah sangat sakit.
Bilmar menyadari kesedihan yang kini di rasakan Anggia, ada perasaan kesal di hati Bilmar. Sebab Anggia yang sudah sangat ceria berubah kembali bermuram durja sebab kehadiran Brian yang hanya membawa luka lara, Bilmar menepikan mobilnya ia sangat takut Anggia kembali pada keterpurukannya, apa lagi kalau sampai Anggia merasa stres.
"Anggia," Bilmar menatap wajah wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta itu.
"Em," Anggia memutar leher menatap Bilmar yang juga menatapnya.
"Jangan menangis," jari telunjuk Bilmar menghapus jejak air mata Anggia.
Anggia mengangguk, Bilmar mengangkat kedua tangannya dengan cepat Anggia memeluk Bilmar, mencari ketengan pada dada bidang Bilmar yang seolah mampu membuatnya merasakan yang namanya ke tenangan.
"Jangan sedih lagi," Bilmar membelay kepala Anggia mengikuti rambut panjang Anggia yang hitam dan terurai. Bilmar mencium rambut Anggia yang terasa sangat wangi menurut Bilmar.
"Tuan," rengek Anggia sebab ia ingin melepas pelukannya tapi malah Bilmar mengeratkan pelukannya, "Lepasin sesak," kesal Anggia.
"Eh," Bilmar merasa malu sendiri, "Nyaman banget apa lagi ada dua benda yang nenpel banget," tutur Bilmar tanpa sadar, hingga ia mendeguk saliva mengingat ucapannya barusan.
"Tuan bilang apa!"
"Emangnya saya bilang apa?" Bilmar malah pura-pura lupa.
"Dasar tuan gila.....!" teriak Anggia dengan kesal.
Napas Anggia yang naik turun tidak beraturan membuat dua bukit kembar milik Anggia juga ikut seperti berpacu, di tambah lagi Anggia bekacak pinggang di hadapan Bilmar karena kesal.
Gila makin gede aja. Kan jadi haus.
"Anggia kamu sudah melanggar aturan ya, tadi pagi kita sudah memiliki perjanjian, kalau kamu panggil saya Abang kenapa sekarang malah manggil tuan," tutur Bilmar berpura-pura marah padahal ia ingin mengalihkan pembicaraan Anggia karena merasa malu juga saat Anggia mendengar ucapannya.
"Males banget," teriak Anggia.
"Sini," Bilmar menarik tengkuk Anggia, "Kamu harus dapat hukuman sudah melanggar aturan," tutur Bilmar, Anggia menolak sambil memundurkan kepalanya namun Bilmar terus memaksanya. Hingga dada Anggia membusung kedepan dan dua kancing kemeja putih kesayangan milik Anggia terlepas, hingga mata Bilmar kembali berbinar.
Ya ampun apaan nih, Tuhan kuatkan lah iman ku.
"Iya Abang," tutur Anggia dengan cepat takut Bilmar banar-benar menciumnya.
Bilmar yang masih belum bisa beralih dari pandangan yang indah di hadapannya, membuat Anggia bisa melepaskan diri. Hingga tanpa sadar Bilmar malah terbawa dan wajahnya terjatuh tepat di atas gundukan Anggia.
"Abang ngapain!" teriak Anggia.
Bilmar dengan cepat banggun dan menggeleng-gelengkan kepalanya, bahkan tanganya memukuli kepalanya agat tersadar dari pikiran kotornya.
Sekali aja boleh nggak ya.
__ADS_1
"Kamu sengaja menarik saja," kesal Bilmar sebab ia sudah tidak mampu lagi mengendalikan diri.
"Tuan yang pegang leher saya pas saya lepas kenapa tuan malah seperti orang bodoh terbawa aku yang mundur, tiba-tiba nimpa aku lagi."
"Kamu panggil saya tuan?" Bilmar sangat kesal.
"Hehehe," Anggia menggeleng, "Abang sayang," kata Anggia takut Bilmar marah.
Bilmar seakan kembali kehilangan akal saat mendengar Anggia memanggilnya sayang.
"Kamu tadi manggil saya apa?" Bilmar ingin mendengar lagi sungguh Bilmar belum puas dengan kata-kata Anggia yang terdengar manis.
"Emang aku bilang apa!" Anggia memutar bola mata sebab malas berhadapan dengan Bilmar.
"Mana saya tau kan kamu yang ngomong!" jawab Bilmar tidak kalah kesal.
"Abang, Anggia laper cari rujak yuk," pinta Anggia.
"Ya udah yuk, Ngi boleh nggak Abang pegang perut kamu," pinta Bilmar dengan cemas, takut kalau-kalau Anggia menolak, "Sebentar saya," Bilmar sepertinya sangat ingin merasakan bayinya di dalam sana.
"Boleh," Anggia mengangguk lagi pula Bilmar adalah ayah dari bayinya pikir Anggia.
Dengan perlahan Bilmar mengangkat tepak tangannya memegan perut buncit Anggia, Bilmar tersenyum merasakan sesuatu di dalam sana, "Ngi bayinya gerak," Bilmar tersenyum menatap Anggia.
"Iya sih," Anggia juga merasakan gerakan itu, "Tapi ini pertama kali Anggi rasain gerakannya Bang," Anggia juga bingung, tapi mungkin bayi-bayi itu tau jika ayahnya sedang di dekatnya pikir Anggia.
"Ngi, Abang seneng banget," Bilmar persorak bahagia, hingga tanpa sadar ia memeluk perut Anggia dan menciuminya.
Anggia menarik nafas panjang dan membuangnnya terasa berat, Anggia mengigit kuku ibu jarinya dan menatap ke arah luar melalui kaca.
Bilmar yang masih biasa saja malah bercerita dengan bayi-bayi nya.
"Anak Daddy nanti kalau sudah lair kita beli mainan yang banyak ya, jangan nakal ya nak," Bilmar kembali mengelus perut Anggia dan memeluknya.
DEEG.
Jantung Bilmar berdetak kencang setelah kesadaran menghampirinya, perlahan Bilmar membetulkan duduknya kembali, sekilas Bilmar menatap Anggia yang hanya melihat jalanan.
"Anggia," Bilmar takut jika Anggia marah karena perlakuannya yang di luar kendali barusan.
"Ya Bang," Anggia menatap Bilmar sambil berusaha tenang di hadapan Bilmar, Anggia yang biasanya hanya biasa saja mendadak merasa aneh saat Bilmar memeluk dan menciumi perutnya.
"Kamu nggak marahkan sama Abang?" tanya Bilmar hati-hati.
"Nggak," jawab Anggia tersenyum.
__ADS_1
Ampun lehernya gila pengen gue kasih ******.
"Em," Bilmar mengangguk bersyukur Anggia tidak marah, "Ngi, udah bisa lihat kelaminnya belum?" Bilmar sepertinya sangat tidak sabar dan penasaran.
"Udah Bang, tapi bulan ini Anggia belum periksa, emang Abang mau tau?"
"Iya, boleh nggak?" tanya Bilmar sambil menggaruk kepalanya.
"Boleh, besok aja gimana nanti biar Veli yang periksa?" Anggia bertanya persetujuan Bilmar.
"Ya deh besok juga boleh, ini udah sore sekali," Bilmar melihat jam mahal yang melingkar di tangannya sudah menunjukan pukul enam sore, "Jadi makan rujaknya nggak?" tanya Bilmar dengan senyum tulusnya.
"Jadi dong..." jawab Anggia tidak kalah bahagia jika menyangkut rujak.
"Ok," Bilmar mengacak rambut Anggia dan mulai mengemudi.
"Bang itu sepertinya enak deh," Anggia yang sangat suka makan di pinggir jalan menunjuk gerobak penjal rujak.
"Ya udah kita kesana," Bilmar menepikan mobilnya dan keduanya turun.
"Bang!" panggil Anggia.
"Iya," Bilmar menatap Anggia.
"Ish, bukan Abang Bilmar gila," ketus Anggia.
"Terus?"
"Abang rujak yang ganteng itu," soloroh Anggia.
Bilmar merasa kesal saat Anggia sudah berani mengejeknya, tapi Bilmar juga bahagia. Anggia bagai lupa saat tadi ia menangis bertemu dengan Brian.
"Bang rujaknya dua ya!" pesan Anggia pada tukang rujak.
"Ok mbak," jawab tukang rujak.
"Abang enggak suka rujak Ngi," kata Bilmar.
"Emang Anggia pesan buat Abang juga, enggak lah itu dua-duanya buat Anggia Abang," jawab Anggia dengan bahagia lagi-lagi Bilmar kesal padanya.
"Dasar rakus."
"Abang kalau ngatain Anggi rakus kita nggak usah jadian lagi, Anggia beneran pacarannya sama Abang rujak aja," kesal Anggia.
"Enak aja." Bilmar menarik gemas pipi Anggia.
__ADS_1
"Ahahahahaa, sakit," teriak Anggia.
__ADS_2