
__ADS_3
Anggia tengah berjalan keluar sebab hari sudah sangat sore, Anggia yang berdiri di depan rumah sakit melihat jam yang melingkar di tangan. Lalu sesekali ia melihat kanan dan kiri sambil mencari keberadaan Bilmar yang menjemputnya.
Tapi sudah beberapa menit ia menanti Bilmar tidak juga muncul, hingga Anggia menunduk merasakan perutnya tidak nyaman karena terlalu lama berdiri. Anggia memeriksa ponselnya mungkin ada pesan dari Bilmar yang mengabarinya kalau Bilmar tidak jadi menjemputnya, jadi ia tidak perlu menunggu Bilmar.
"Anggia," Terdengar suara berat seorang pria yang memanggil, pria yang merasa menyesal sudah mencampakan wanita yang ternyata kini sangat ia cintai. Perasaan kehilangan Anggia kini sangat terasa sekali setelah Anggia pergi darinya, hingga ia terus berusaha berpikir bagaimana caranya Anggia mau kembali pada.
Anggia diam ia seperti mengenal suara itu, tapi di hati ia berdoa semoga apa yang ia pikiran salah, dan berharap ia salah mengenali suara. Sebab ia sangat tidak mau dan takut bila bertemu orang itu, mendengar suaranya saja rasanya ingin berteriak apa lagi harus menatapnya. Namun berulang kali namanya di panggil hingga ia berbalik mengikuti asal suara.
DEEEG.
Jantung Anggia mendadak terpacu, dengan langkah berat Anggia hendak pergi dari sana tapi dengan cepat Brian memegang lengan Anggia, hingga ia tidak bisa pergi.
"Lepas Mas," kata Anggia yang merasa takut jika Brian membawanya paksa, apa lagi kalau memintanya mengugurkan kandungannya yang sudah berusia empat bulan penuh.
"Anggia, aku mohon dengarkan aku," kata Brian berusaha menenangkan Anggia, bahkan ia beruasaha memeluk Anggia, akan tetapi Anggia meronta-ronta dan tak mau tenang.
"Nggak," Anggia benar-benar ingin pergi tapi Brian terus memegang lengannya, dengan sekuat tenaga Anggia ingin pergi dan berlari tapi dengan sekuat tenaga pula Brian menahannya.
"Ikut aku Anggia, aku ingin berbicara sebentar saja, aku janji aku tidak akan membawa mu dengan paksa lagi," Brian sangat berharap jika Anggia mau ikut dengannya, Brian hanya ingin meminta maaf saja tidak lebih.
"Hiks, hiks," Anggia malah menangis karena ia sangat ketakutan, tubuh Anggia bahkan bergetar melihat wajah Brian. Rasanya batin Anggia yang dulu kuat menahan siksaan dan hinaan itu tidak lagi sekuat saat dulu, bahkan hanya mendengar satu kalimat bentakan saja ia rasanya tidak sanggup.
"Anggia jangan menangis," Brian baru sadar ternyata Anggia kini sangat takut padanya, "Aku tidak akan menyakiti mu lagi," Brian berusaha meyakin kan Anggia agar tidak takut padanya.
__ADS_1
"Hiks, hiks," Anggia hanya menggeleng sambil menangis, tangannya berusaha melepaskan tangan Brian yang masih memegangnya erat.
"Anggia, tenang aku hanya ingin minta maaf," tutur Brian sebab Anggia tidak mau walau hanya melihat wajahnya, Anggia tertunduk sambil menagis ketakutan.
"Mas hiks, hiks..lepas...," Anggia benar-benar ketakutan melihat Brian luka yang di torehkan Brian sudah sangat dalam, hingga Anggia wanita yang dikenal pemaaf sekalipun kali ini tidak bisa memaafkan untuk kejahatan Brian padanya.
Bilmar yang baru saja sampai dengan hati yang bahagia, tapi rasa bahagianya hilang berganti dengan emosi saat melihat Anggia menangis dengan tanggannya di pegang oleh Brian. Dengan cepat dan langkah yang lebar Bilmar menghampiri Brian dan menghempaskan tangan Brian yang memengan tanggan Anggia.
"Tuan, hiks, hiks," Anggia dengan reflek memeluk Bilmar di hadapan Brian.
Brian diam menatap pemandangan di hadapannya, ia tidak percaya Anggia bisa sedekat itu dengan Bilmar padahal Anggia baru mengenal Bilmar. Sementara ia hidup dengan Anggia sudah bertahun lamanya.
"Anggia aku hanya ingin bicara," tutur Brian yang tidak ingin menyerah bahkan Brian tidak perduli Anggia menagis memeluk Bilmar.
"Anggia."
"Cukup," Bilmar mengepalkan tangannya ia tidak suka melihat Anggia menangis, hati Bilmar terasa sakit melihat wanita yang ia cintai menangis.
"Bilmar aku hanya ingin berbicara dengan Anggia sebentar saja," tutur Brian.
"Tuan Bilmar aku mohon, aku takut hiks, hiks," Anggia terus menangis tanpa perduli orang-orang melihatnya memeluk Bilmar.
"Ayo," Bilmar menarik Anggia dan memasukannya kedalam mobil, "Jangan menangis ya, ingat kamu tidak perlu takut ada saya, jangan terhanyut dalam rasa trauma mu lagi, kasiha anak kita," Bilmar menutup pintu mobil dan menghampiri Brian yang masih berdiri mematung di tempatnya.
__ADS_1
"Bilmar kau mau bawa Anggia kemana?" tanya Brian dengan kesal sebab Anggia lebih memilih pergi dengan Bilmar.
"Apa urusan mu, ku peringatkan jangan pernah kau menemuinya lagi!"
"Memangnya kau siapa?" Brian terlihat meremehkan Bilmar yang kini berdiri di hadapannya.
"Aku ayah dari anak yang di kandungan Anggia dan sebentar lagi kami akan menikah. Jadi berhenti mengganggu calon istri ku," Bilmar berbicara penuh penekanan.
Dengan sekuat tenaga Bilmar menahan emosi, ia takut Anggia kembali pada traumanya dulu dan itu bisa berdampak buruk pada janin Anggia. Bilmar tidak mau anaknya ikut menjadi korban dari masalah kedua orang tuanya.
"Bilmar kau belum menikah dengannya, jadi tidak usah sok menjadi pahlawan!"
Brian yang sudah lama mencari keberadaan Anggia merasa bahagia saat mendapat info dari orang bayarannya jika Anggia sudah kembali bekerja di rumah sakit. Dengan perasaan bahagia Brian pergi mememui Anggia, hingga senyumnya terbit ketika melihat Anggia keluar dari rumah sakit.
Namun sayang hati Brian terasa sakit, saat Anggia tak mau lagi melihatnya. Bahkan Anggia langsung menangis saat ia menyentuh tangan Anggia, dan tanpa di duga Anggia malah memeluk Bilmar di hadapannya, bagi Brian itu adalah suatu hinaan yang sangat sakit. Tapi Brian tidak akan mundur ia tidak perduli dengan Anggia yang mengandung anak pria lain ia akan menerima Anggia bersama janinnya asal Anggia mau kembali padanya itu sudah lebih dari cukup bagi Brian.
"Kalau aku belum menikah dengannya dan aku ikut campur kenapa?" Bilmar maju selangkah demi selangkah, kedua tangannya terkepal dengan mata elangnya terus menatap Brian.
"Apa urusan mu!" tanya Brian tak mau kalah.
BUUUK.
Satu bogem mendarat di wajah Brian, hingga wajahnya terbawa kesamping, terlihat cairan berwarna merah keluar dari sudut bibirnya.
__ADS_1
"Aku tidak suka berbasa-basi!" tutur Bilmar jari telunjuk Bilmar mengarah pada Brian, "Ingat kau hanya mantan, kau tau banyak pepatah mengatakan mantan itu sampah, dan sampah itu tempatnya di sana," Bilmar menunjuk tong sampah yang tidak jauh dari mereka, "Anggia itu bagai berlian dan dia tidak pantas bila di tempatkan di tong sampah!" Bilmar melangkah pergi meninggalkan Brian dengan rasa kesal.
__ADS_2