Mendadak Istri

Mendadak Istri
(Ken Series) Memulai dari Awal


__ADS_3

"Ciieeee, yang sudah mau nyuri start." Sebuah suara terdengar dari depan pintu.


Seketika Ken dan Gitta menoleh menatap arah sumber suara. Betapa terkejutnya mereka saat melihat beberapa orang sudah berdiri di ambang pintu, papa, mama, kakek, nenek, mommy dan siapa lagi jika bukan Khanza. Ya, Khanza lah tadi yang sudah menginterupsi adegan permulaan untuk membuka jalan tol.


Seketika Khanza segera menghampiri sang kakak ipar. Dia segera memeluk Gitta sambil tak lepas mengulas senyuman lebarnya. Dia begitu bahagia mendapat seorang kakak perempuan. Sementara Ken hanya bisa memutar bola matanya jengah. Bisa dipastikan hari-harinya akan sangat berisik jika Khanza sudah pulang.


"Kak Gitta, aku senang sekali deh punya kakak ipar. Aku bisa cerita, bisa shopping bareng, bisa kepoin artis-artis K-Pop, busa kepoin cowok-cowok ganteng di kampus, bis…" 


"Tidak boleh!" Potong Ken tiba-tiba.


Khanza yang mendengar perkataan sang kakak langsung merengut kesal. 


"Iihhh, Kakak selalu saja ganggu kesenangan orang. Memang kenapa nggak boleh. Aku cuma mau menghabiskan waktu dengan kakak ipar. Jarang-jarang kan aku bisa liburan. Mama cuma izin selama dua hari." Gerutu Khanza.


Ken hanya memutar bola matanya saat mendengar sang adik merajuk. Dia benar-benar tidak akan bisa tenang kali ini.


"Gitta masih sakit Za, jangan di ajak yang aneh-aneh." Kata Ken berusaha menjelaskan kepada adiknya.


Khanza hanya mengerucutkan bibirnya sambil menatap sang kakak dengan tajam. "Aku tidak boleh mengajak kak Gitta main di luar. Memang kak Ken mau memonopoli kak Gitta seharian di kamar dan mengajak main yang aneh-aneh begitu hah?" Kata Gitta.


Sontak semua mata memandang ke arah Ken. Dia jadi gelagapan sendiri mendapat tatapan tajam dari semua orang.


"Ten-tentu saja bukan seperti itu Za. Gitta sedang sakit, biarkan dia istirahat dulu. Jika sudah sehat, nggak apa-apa." Kata Ken.


Gitta merasa tidak enak telah menjadi sumber penyebab kakak beradik ini bertengkar. Dia hanya bisa diam mematung sambil bersandar pada kepala ranjang.


Mama, papa , kakek, nenek dan Retta segera menyuruh Khanza dan Ken untuk keluar kamar. Mereka sudah sangat hafal jika kedua kakak beradik ini tidak akan ada habisnya jika sudah berdebat. Mama, papa, kakek dan nenek menyapa Gitta sebentar sebelum menyuruhnya beristirahat. Beberapa saat kemudian, dokter keluarga juga sudah datang untuk memeriksa keadaan Gitta. 


Gitta tertidur setelah minum obat. Dia juga melewatkan jam makan malamnya. Semua orang berkumpul di ruang keluarga.


"Mom, nanti aku boleh melanjutkan kuliah di Singapura ya." Tanya Khanza.


Sontak Retta dan Vanno menoleh menatap sang putri. 


"Sayang, kenapa harus kesana. Kamu mau ninggalin mommy lagi?" Tanya Retta sambil mencebikkan bibirnya.


"Bukan begitu Mom, aku ingin merasakan kuliah di sana seperti kak Ken." Jawab Khanza sambil mengerucutkan bibirnya.


Vanno yang melihat istrinya sudah hampir berkaca-kaca segera mengalihkan topik pembicaraan.


"Nanti saja dibicarakan jika sudah mendekati kelulusan. Sekarang, ada hal yang lebih penting untuk dibahas." Kata Vanno.


Seketika semua orang menoleh menatap Vanno. Mereka menunggu apa yang akan Vanno katakan.


"Ada apa Dad?" Tanya Ken.


"Ini masalah pernikahanmu. Kita harus mengadakan acara resepsi untuk mengumumkan pernikahanmu kan." Kata Vanno.


"Benar. Ada baiknya kalian segera mengadakan resepsi pernikahan. Semakin banyak orang yang tahu tentang pernikahan kalian, semakin bagus. Tidak akan ada fitnah nantinya." Kata mama.


"Bukan Ken tidak mau Dad, Ma. Tapi, Ken juga harus membicarakan masalah ini dengan Gitta dulu." Jawab Ken. Mereka mengangguk mengiyakan apa yang disampaikan oleh Ken.

__ADS_1


Setelah cukup lama mengobrol, semua orang beranjak untuk beristirahat. Retta meminta Ken untuk membawakan makan malam untuk Gitta karena tadi dia melewatkan makan malamnya karena masih tertidur.


Ken membawa nampan berisi makan malam untuk Gitta, segelas susu, pisang dan juga obat. Dia membuka pintu kamarnya pelan-pelan dan segera menutupnya. Begitu masuk ke dalam kamar, Ken tidak mendapati Gitta di atas tempat tidurnya. Ken berpikir dia sedang berada di dalam kamar mandi.


Ken meletakkan nampan berisi makan malam itu di atas nakas, dan kemudian beranjak menuju walk in closet untuk mengambil baju. Gitta terlihat keluar dari dalam kamar mandi saat Ken hendak berbalik.


"Sudah bangun?" Tanya Ken saat mengetahui Gitta berjalan mendekati tempat tidur.


"Sudah Mas." Jawab Gitta.


"Sudah mendingan?"


"Iya alhamdulillah."


"Makan dulu gih, tadi belum makan malam. Mau aku suapi?" Tanya Ken.


Gitta menatap wajah Ken sambil menggelengkan kepalanya.


"Tidak usah Mas. Aku bisa makan sendiri. Terima kasih." Kata Gitta.


"Hhhmmm." 


Ken beranjak berjalan menuju walk in closet untuk mengambil baju ganti. Sementara Gitta berusaha untuk memakan makan malamnya. Sekitar dua puluh menit kemudian, Ken sudah selesai membersihkan diri dan Gitta pun juga sudah selesai makan malam. Kini Gitta sedang menyiapkan obatnya. Ken sudah membawakan pisang untuknya meminum obat. Gitta segera menelan obat tersebut cepat-cepat agar air matanya tidak tumpah kembali.


Ken yang melihat Gitta telah selesai makan malam dan hendak mengembalikan nampan ke dapur segera melarangnya.


"Biar aku saja." Kata Ken sambil mengambil alih nampan yang dibawa Gitta. "Istirahatlah." Lanjut Ken sambil beranjak keluar kamar. Gitta mengangguk sambil merebahkan diri di atas tempat tidur. 


Ken berjalan menuju sisi lain tempat tidur. Gitta yang melihatnya langsung panik seketika. Dia bergerak-gerak kesana kemari karena khawatir. Ken yang menyadari tingkah Gitta segera menoleh menatapnya.


"Maaf, aku terbiasa tidur hanya menggunakan celana kolor dan kaos. Gerah." Katanya.


Gitta yang melihatnya hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ken masih belum merebahkan diri. Dia duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memeluk gulingnya. Hal yang sama pun dilakukan oleh Gitta.


"Ehhmm, sudah mengantuk?" Tanya Ken.


Gitta menggelengkan kepalanya sambil menjawab pertanyaan Ken. "Belum. Aku baru saja bangun Mas." Jawab Gitta.


Ken menganggukkan kepalanya mengerti. "Tentang, hal yang dikatakan mommy tadi sore, bagaimana menurutmu?" Tanya Ken.


Gitta menoleh menatap wajah sang suami. Kenapa hal itu ditanyakan lagi, aku kan sudah menjawabnya tadi. Batin Gitta.


"Maksudnya Mas?" Tanya Gitta.


"Maksudku, apa kamu mau melanjutkan pernikahan ini bersamaku?" Tanya Ken.


Gitta kembali menatap wajah Ken. Gitta berpikir jika Ken akan keberatan dengan pernikahan ini.


"Aku terserah mas Ken saja. Apapun keputusannya, aku akan ikut." Jawab Gitta sambil menunduk. Entah kenapa rasa bahagia karena mendapatkan keluarga yang lengkap seperti yang baru saja dirasakannya mendadak memudar. Gitta mencoba untuk pasrah.


"Kalau aku menginginkan untuk melanjutkan pernikahan ini, apakah kamu bersedia?" Tanya Ken.

__ADS_1


Deg.


Ternyata apa yang dipikirnya tadi keliru. Benarkah Ken ingin melanjutkan pernikahan ini. Gitta merasakan hangat di dadanya saat mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Ken.


Gitta segera mengangguk mengiyakan sebagai jawaban dari pertanyaan Ken.


"Terima kasih. Kita harus berusaha bersama-sama setelah ini." Kata Ken.


"I-iya."


Ken masih menatap Gitta yang terduduk di sampingnya. Berjarak, karena memang tempat tidur Ken berukuran besar dan masing-masing dari mereka duduk pada masing-masing tepiannya.


Ken berpikir sejenak. Dia harus berinisiatif untuk memulai segala sesuatunya. Dilihat dari tingkah Gitta, dia akan sangat sulit untuk memulai semuanya. 


Ken beringsut menggeser tubuhnya agak ke tengah. Gitta masih diam mematung. Dia bingung dengan apa yang dilakukan oleh Ken. Ken semakin mendekat ke arahnya.


"Ehhmm boleh aku peluk?" Tanya Ken sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung bagaimana harus bersikap kepada seorang perempuan.


Gitta yang terkejut dengan pertanyaan Ken hanya bisa melongo sambil mengerjab-ngerjabkan matanya. Namun, dia segera tersadar. Ya, yang ada di depannya saat ini adalah suaminya. Dia sudah harus memulai pernikahan ini dengan baik. Mungkin ini salah satu caranya. Batin Gitta.


Gitta mengangguk mengiyakan permintaan Ken. Setelahnya, Ken segera menarik Gitta ke dalam pelukannya. 


Grep. 


Hangat, itu yang dirasakan Gitta. Aroma maskulin menguar dari tubuh Ken yang terbalut kaos tipis itu. Gitta memberanikan diri untuk membalas pelukan Ken.


Sementara itu, Ken bisa merasakan dengan jelas balon tiup Gitta. Oh tidak, ini besar sekali. Rasanya mengganjal, empuk-empuk dan kenyal. Dan, ini apa. Aku merasakan ujungnya menempel di dadaku. Apa balon tiupnya tidak memakai kacamata. Batin Ken.


Tangan Ken yang awalnya berada pada pinggang Gitta pun sengaja digeser ke atas hingga punggungnya. Dan benar saja. Ken tidak merasakan ada kaitan kacamata disana. Itu berarti, balon tiupnya tidak dipakaikan kaca mata. Seketika pikiran Ken sudah memilih dan memilah scene pada video pemersatu bangsa yang sempat di lihatnya. Celakanya lagi, si python sudah mulai aktif dibawah sana. Ken harus melepaskan pelukannya sesegera mungkin agar si python tidak semakin berontak untuk meminta lawannya.


Ken melepaskan pelukannya segera setelah itu, dan diikuti oleh Gitta. Namun, saat dia hendak beringsut mundur, Gitta tersentak kaget saat melihat sesuatu yang tengah berdiri kokoh tapi bukan keadilan.


"Mas, it-itu tiang listriknya sudah mulai aktif ya."


.


.


.


.


.


\=\=\=\=\=


Nah lho, apa lagi itu si Gitta.


Jangan lupa dukungannya ya, biar semangat authornya.


Thank you

__ADS_1


__ADS_2