Mendadak Istri

Mendadak Istri
(Ken Series) Pertanyaan Khanza


__ADS_3

"Piye rasane kuwi?" Gumam Khanza. Netra matanya masih terpaku pada bibir Al.


Al yang mendengar dengan jelas gumaman Khanza langsung memutus pandangan matanya. Dia sedikit khawatir dengan dirinya sendiri jika sampai terkena sengatan listrik lokal.


"Ehem. Za, aku capek." Kata Al kemudian.


Khanza yang tersadar pun segera mengerjab-ngerjabkan matanya dan segera menumpu tubuhnya pada kedua kakinya. Dia melepaskan kedua tangannya yang sedari tadi bertengger nyaman pada leher Al. Khanza juga sedikit menggeser tubuhnya mundur dari tubuh Al sambil memperbaiki bajunya. Al pun juga melakukan hal yang sama. Keduanya masih merasa canggung.


"Ehm, terima kasih Kak." Kata Khanza sambil berdiri di depan Al.


"Hhmm." Jawab Al sambil melirik Khanza sekilas. "Ayo, segera memberikan selamat kepada pengantin, keburu semakin ramai." Kata Al.


Khanza segera mengangguk dan mengekori Al yang sudah berjalan di depannya. Mereka berusaha melewati kerumunan para tamu undangan yang terlihat saling menyapa. Khanza terlihat kesusahan berjalan dengan stiletto yang dipakainya. Dia merutuki diri sendiri mengapa harus memakai stiletto hari itu. 


Al yang melihat Khanza kesulitan berjalan segera menghentikan langkahnya. Dia menunggu Khanza hingga benar-benar berada di belakangnya. Dan, grep. Tangan kiri Al langsung menggenggam tangan kanan Khanza. 


"Jangan jauh-jauh." Kata Al sambil kembali berjalan.


Khanza yang masih terkejut hanya bisa memperhatikan tangan kanannya yang sedang digenggam erat oleh Al. Dia mengikuti langkah kaki Al yang menuntunnya menuju pelaminan untuk memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.


Setelah sampai di atas panggung, Al melepaskan tangan Khanza dan membiarkannya berjalan lebih dulu untuk menyapa kedua mempelai.


"Kak Vitaaa, selamat ya." Kata Khanza sambil memeluk Vita. Meskipun mereka baru kenal beberapa bulan, tapi Khanza dan Vita sudah lumayan dekat. Khanza, Vita dan Gita lumayan sering pergi keluar bersama-sama meski hanya sekedar makan siang atau belanja kecil-kecilan.


"Terima kasih kamu sudah mau datang Za," kata Vita.


"Maaf, kak Gitta dan kak Ken nggak bisa datang hari ini. Mereka titip salam." Kata Khanza.


"Iya, nggak apa-apa. Aku ngerti kok. Bagaimana keadaan Gitta?" Tanya Vita.


"Alhamdulillah sudah lumayan baik. Tapi masih harus banyak istirahat." Jawab Khanza.


"Syukurlah." Jawab Vita.


Setelahnya, giliran Al memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Mereka tidak bisa ngobrol terlalu lama, karena antrian tamu yang ingin mengucapkan selamat masih banyak. Al dan Khanza segera beranjak dari pelaminan memberikan kesempatan para tamu undangan yang lain untuk memberikan selamat.


Al dan Khanza memutuskan untuk keluar dari gedung acara setelah melihat tamu undangan semakin banyak. Mereka memutuskan untuk makan siang di luar.


"Ehm, kak Al tidak kerja hari ini?" Tanya Khanza setelah menyelinap masuk pada kendaraan Al. Dia masih sibuk memakai seatbelt dan membenahi bajunya.


Al menoleh sekilas kepada Khanza sebelum menjawab pertanyaannya.


"Aku shift malam hari ini." Jawab Al sambil menyalakan mobilnya. "Kenapa?" Tanya Al.


"Eh, tidak apa-apa Kak." Jawab Khanza. Entah mengapa dia merasa sangat senang saat Al mengatakan jika dia shift malam hari itu. Hal itu berarti dia bisa memiliki waktu lebih lama lagi bersamanya. Khanza senyum-senyum sendiri membayangkannya.

__ADS_1


Al yang menyadari tingkah Khanza hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak terasa sudut bibirnya sedikit tertarik.


"Mau makan siang dimana?" Tanya Al saat berhenti di persimpangan.


"Ehm, terserah kak Al saja. Aku mau makan dimanapun jika bareng kak Al sudah bahagia." Jawab Khanza tanpa sungkan sedikitpun. Dia bahkan sudah sengaja sedikit memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah Al. Senyum iklan pasta gigi masih bertengger di bibirnya.


Al yang mendengarnya hanya bisa mencebikkan bibirnya. Pasalnya, dia sudah lumayan hafal dengan gombalan Khanza.


"Kita makan di restoran dekat sekolahku dulu saja." Kata Al yang segera di angguki oleh Khanza.


Tak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai di restoran yang dimaksud Al. Restoran yang menyajikan nuansa outdoor yang cukup nyaman. Berhubung saat itu sedang jam makan siang, pengunjung restoran tersebut lumayan ramai. 


Al dan Khanza memilih tempat duduk di bagian teras samping yang menghubungkan taman dengan banyak tanaman anggrek dan bunga-bunga lainnya. Khanza begitu senang dengan tempat tersebut. Letak restoran yang berada tak jauh dari pusat kota, namun dengan suasana alam yang lumayan terasa karena banyak pohon dan tanaman bunga di sana.


Al dan Khanza sudah memesan makan siang pilihan mereka. Sementara menunggu pesanan datang, Al dan Khanza memainkan ponsel mereka masing-masing. Sesekali mereka mengobrol tentang aktivitas keseharian mereka.


Tak berapa lama kemudian, makan siang pesanan Al dan Khanza sudah datang. Mereka segera menyantap makan siang tersebut. Khanza terlihat begitu menikmati makan siang hari itu. Begitu juga dengan Al yang sudah lama tidak makan di sana.


Setelah menyelesaikan makan siang mereka, Al dan Khanza segera beranjak pergi dari restoran tersebut. Al berniat untuk mengantarkan Khanza pulang.


Saat dalam perjalanan, Al dan Khanza juga beberapa kali terlihat mengobrol.


"Jadi kuliah dimana?" Tanya Al. Dia tahu jika Khanza sudah lulus SMA.


Khanza menoleh menatap wajah Al yang tengah fokus pada jalanan di depannya sebelum menjawab.


"Mengapa begitu?" Tanya Al. Entah mengapa dia tertarik dengan pembicaraan ini dengan Khanza.


"Mommy agak kurang tega jika aku kuliah di Singapore sendirian. Dulu saat di Surabaya ada mama dan papa. Tapi, jika di Singapura nanti aku akan benar-benar sendiri." Jawab Khanza.


Al hanya mengangguk-anggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban Khanza. Karena Al tidak lagi bersuara, Khanza memberanikan diri untuk bertanya.


"Ehm kak Al, boleh tanya?" Tanya Khanza.


Al menoleh sekilas sambil mengangguk.


"Kenapa kemarin kak Al memutuskan perjodohan dengan kak Vita?" Tanya Khanza. Dia masih berusaha untuk mengetahui isi hati laki-laki di sampingnya itu.


"Aku tidak ingin memaksakan pernikahan dengan orang yang tidak menginginkannya. Lagi pula, Vita kan juga sudah mempunyai kekasih. Aku bukan orang yang setega itu untuk memisahkan pasangan kekasih yang saling mencintai." Jawab Al.


Khanza mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.


"Apa kak Al pernah punya perasaan kepada kak Vita?" Tanya Khanza kemudian.


Al menggelengkan kepalanya setelah mendengar pertanyaan Khanza.

__ADS_1


"Tidak. Aku tidak pernah memiliki perasaan apapun terhadap Vita. Bahkan terhadap perempuan lainnya. Aku hanya menganggap Vita sebagai seorang teman. Itu saja, tidak lebih." Jawab Al.


Khanza yang mendengar jawaban Al yang tidak pernah menaruh perasaan terhadap perempuan manapun langsung terkesiap. Dia sedikit kecewa mendengar hal itu. Perasaannya seketika ambyar. Ada rasa nyeri yang tiba-tiba merembes mendesak di hatinya.


Berarti kak Al tidak pernah menganggapku selama ini, batin Khanza. Wajahnya sudah terlihat sedikit murung. Tatapannya tertuju pada jalanan di depannya tanpa merespon atau menoleh kepada Al.


Al yang menyadari hal itu langsung menoleh menatap Khanza.


"Ada apa?" Tanya Al.


Khanza menoleh menatap wajah Al. Tatapannya terlihat sendu.


"Apa aku sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengisi hati kak Al?" Tanya Khanza. Entah mengapa dia melontarkan pertanyaan itu kepada Al.


Al begitu terkejut mendengarnya. Namun, dia bisa segera menguasai diri. Al berdehem sebentar untuk melonggarkan tenggororkannya.


"Apa maksudmu?" Tanya Al.


Khanza menghembuskan nafas beratnya sambil berpaling untuk menatap jalanan kembali.


"Apa tidak ada kesempatan bagiku untuk menjadi pacar kak Al?" Tanya Khanza.


Khanza pikir, biar saja dia dianggap perempuan yang agresif. Rasa suka kan harus diperjuangkan. Sebelum menyesal karena terlambat. Masalah berhasil atau gagal, itu urusan belakangan. Baginya, dia akan berusaha lebih dahulu. Untuk hasilnya, biarlah itu jadi kejutan dari Sang Maha Pembolak-balik hati.


Al mengernyitkan keningnya saat mendengar pertanyaan Khanza. Cukup lama dia belum menjawab pertanyaan Khanza. Hingga kemudian mobil yang dikemudikan Al sudah berhenti di halaman depan rumah Khanza. Al menghentikan mobilnya tanpa mematikan mesinnya.


"Mengapa harus menjadi pacar jika bisa menjadi istri?"


"Hhhaaaahhh?!"


.


.


.


.


.


\=\=\=\=\=\=


Gimana-gimana, aku kurang jelas babang Al??


Mohon dukungannya jangan lupa ya, like, comment dan vote.

__ADS_1


Thank you 🤗


__ADS_2