
__ADS_3
Keesokan harinya, Khanza dan Al pergi menyusuri tempat-tempat wisata yang ada di Bali. Tak lupa juga mereka membelikan pesanan sarung pantai untuk Gitta. Dua hari kemudian, Khanza dan Al bersiap-siap untuk pulang.
"Jadi, beneran kak Al mau tinggal di rumah yang disiapkan mommy?" Tanya Khanza antusias. Pasalnya, Khanza berpikir jika dia akan tinggal dengan Al di rumah orang tuanya.
"Iya. Sekarang aku kan tidak bekerja di rumah sakit yang lama. Aku sudah pindah ke rumah sakit daddy. Jika kita tinggal di rumah orang tuaku, akan membutuhkan waktu berjam-jam hanya untuk pulang pergi karena macet." Jawab Al sambil memasukkan bajunya kedalam koper membantu sang istri.
Khanza tersenyum lebar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang benar apa yang dikatakan Al. Jika mereka tinggal bersama orang tua Al, akan membutuhkan waktu hampir dua jam untuk sampai ke rumah sakit, belum jika macet parah. Namun, jika mereka tinggal di rumah yang disiapkan mommy, Al hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh sampai tiga puluh menit untuk sampai di rumah sakit.
Khanza merasa sangat bahagia karena dia akan tinggal tak jauh dari rumah orang tua dan kakaknya.
Setelah selesai berkemas, Khanza dan Al segera melakukan check out. Sebelum berangkat ke bandara, Khanza dan Al menyempatkan diri untuk makan siang.
"Kak, pendaftaran kuliah gelombang kedua kan tinggal dua minggu lagi. Aku sebaiknya mengambil kuliah tahun ini apa tahun depan?" Tanya Khanza di tengah-tengah aktivitasnya mengunyah makan siangnya.
Al mendongakkan kepalanya untuk menatap Khanza. Dia menelan makanan yang sudah di kunyahnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan sang istri.
"Kamu maunya gimana?" Tanya Al sambil menatap wajah sang istri.
"Ehm, aku sih maunya kuliah barengan sama kak Al. Mau tahun ini atau tahun depan aku sih tidak masalah." Jawab Khanza.
Al mengerutkan keningnya setelah mendengar jawaban sang istri.
"Memangnya kenapa harus kuliah barengan?" Tanya Al.
"Ya, seru saja kuliah bareng suami. Jadi, nanti aku bisa jagain kak Al dari godaan dedemit jadi-jadian." Kata Khanza dengan santainya.
"Hhaa, apa itu dedemit jadi-jadian?" Tanya Al sambil mengerutkan keningnya.
"Para mahasiswi genit dan ganjen." Jawab Khanza.
Al mendengus mendengar jawaban sang istri.
"Mana ada seperti itu. Bagaimana pula itu mahasiswi genit dan ganjen?" Tanya Al.
"Ya yang suka cari perhatian sama kak Al. Aku nggak yakin jika kak Al tidak pernah di goda para wanita-wanita seperti itu." Kata Khanza lagi.
Al mendengus kesal mendengar alasan sang istri. Tapi memang benar jika ada banyak sekali mahasiswi yang mencoba untuk menggodanya. Tapi, dia sama sekali tidak tertarik dengan mereka. Bahkan, hanya sekedar memberi tanggapan pun dia tidak pernah melakukannya.
"Aku kan tidak menanggapi mereka." Jawab Al.
"Ya, ya, ya. Tapi, tidak ada salahnya kan berjaga-jaga." Kata Khanza.
Al tidak mau mendebat sang istri lagi. Dia hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Jadi, kapan sebaiknya aku daftar kuliah Kak?" Tanya Khanza kembali.
"Terserah kamu maunya bagaimana. Aku akan mendukungnya." Kata Al.
"Ehm, bagaimana kalau kita sama-sama daftar kuliah sekarang saja Kak. Kak Al kan belum memegang tanggung jawab rumah sakit kan, om Yudith juga belum pensiun." Kata Khanza.
Al mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar juga pemikiran Khanza. Saat ini, dia memang belum terlalu sibuk. Jadi, kemungkinan untuk melanjutkan kuliah lagi masih bisa.
__ADS_1
"Kita bicarakan lagi jika sudah di rumah." Kata Al. Khanza segera mengangguk setuju.
Setelah selesai makan siang, Al dan Khanza segera berangkat menuju bandara. Pesawat yang mereka tumpangi ke Jakarta akan take off sekitar dua jam lagi.
Al dan Khanza sampai di rumah mommy pukul sebelas malam. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah mommy, mengingat barang-barang Khanza masih berada di sana. Mommy dan Ken menyambut kedatangan Al dan Khanza.
"Bagaimana liburannya Sayang?" Tanya mommy sambil menuangkan air minum untuk Al dan Khanza. Mereka tengah duduk di ruang makan bersama-sama.
"Lumayan sih Mom. Tapi kalau malam banyakan di hotel, sering hujan." Jawab Khanza.
"Yah, main dakon dong lo Al." Ledek Ken sambil terkekeh geli.
Al hanya mencebikkan bibirnya menanggapi godaan sahabat sekaligus kakak iparnya.
"Biarin, biar buka puasanya lebih nikmat, whlee." Jawab Khanza sambil memeletkan lidahnya kepada sang kakak.
Setelah cukup lama mengobrol, mereka segera beristirahat karena malam pun semakin larut.
Keesokan harinya, Khanza, Al dan mommy bersiap untuk pergi ke rumah yang sudah disiapkan untuk Khanza dan Al. Mereka ingin melengkapi keperluan rumah tangga yang masih kurang. Berhubung Al masih dua hari lagi libur, jadi dia dengan senang hati menemani sang istri dan mertua belanja barang kebutuhan rumah tangga.
Sementara di rumah utama, Ken tengah menunggu Gitta yang sedang bersiap-siap untuk memeriksakan kandungannya. Dia sudah membuat janji dengan dokter Evita setelah makan siang. Selepas meeting tadi pagi, Ken segera mengosongkan jadwalnya siang itu. Dia segera pulang untuk menjemput sang istri.
"Sudah siap Yang?" Tanya Ken saat melihat sang istri tengah berjalan ke arahnya.
"Sudah. Ayo berangkat sekarang." Ajak Gitta sambil menarik lengan Ken.
Ken dan Gitta sudah sampai di rumah sakit. Setelah memarkirkan kendaraan, mereka segera menuju ruang praktek dokter Evita. Ken melihat kursi tunggu yang dipenuhi oleh para ibu hamil dan pasangannya. Seketika dia menghembuskan napas beratnya.
"Banyak banget antriannya Yang, bakalan lama nih nunggunya." Kata Ken sambil membantu Gitta untuk duduk. Dia pun juga mendudukkan diri di samping sang istri.
"Nggak apa-apa Mas. Nggak bakalan lama juga kok." Kata Gitta berusaha menenangkan sang suami.
Gitta terlihat asik mengobrol dengan wanita muda yang duduk di sebelahnya. Sementara Ken, masih terlihat memainkan ponselnya. Cukup lama mereka menunggu, namun belum dipanggil juga. Sementara Ken, terlihat gelisah karena telinganya mendengar suara teriakan wanita yang hendak melahirkan. Ya, karena posisi duduk Ken saat itu berada disebelah kanan kamar bersalin. Ken menoleh menatap sang istri.
"Yang, kenapa suaranya terdengar keras sekali? Dulu waktu membuatnya apa juga sekeras itu?" Tanya Ken sedikit lebih keras. Sontak saja beberapa orang yang berada di dekat Gitta dan Ken langsung menoleh menatap mereka.
Betapa malunya Gitta saat itu. Mereka mendapat tatapan dari beberapa orang yang berada di sampingnya. Belum sempat Gitta memprotes perkataan Ken, seorang perawat memanggil namanya untuk segera masuk.
Buru-buru Gitta segera beranjak berdiri dan menarik lengan Ken agar mengikutinya.
Setelah masuk ke dalam ruangan dokter Evita, Gitta segera diminta untuk naik ke atas brankar. Dokter Evita akan melakukan USG kepadanya. Ken sangat antusias saat melihat monitor. Dia bahkan enggan mengalihkan pandangannya pada benda yang ada di depannya itu.
"Selamat mas Ken, baby boy sangat sehat. Pertumbuhannya juga sangat bagus." Kata dokter Evita.
Seketika Ken menoleh menatap wajah dokter Evita dengan wajah berbinar.
"Baby boy? Calon anakku laki-laki Dok?" Tanya Ken antusias.
__ADS_1
"Iya. Itu sudah kelihatan alat kelaminnya." Jawab dokter Evita sambil menunjukkan gambar yang dimaksud.
Ken dan Gitta begitu bahagia. Ken menghujami pucuk kepala Gitta dengan kecupan bertubi-tubi. Pipi bulatnya pun tak lepas dari serangan bibirnya. Gitta yang merasa malu pun segera mendorong wajah sang suami.
"Mas Ken ih, malu tau. Sana jauh-jauh dulu." Kata Gitta sambil beranjak turun dari brankar.
Setelahnya, mereka segera mengikuti dokter Evita untuk berkonsultasi.
"Vitamin yang kemarin masih terus dikonsumsi kan?" Tanya dokter Evita.
"Iya, Dok. Saya masih meminumnya." Jawab Gitta.
"Bagus. Ini saya buatkan resep vitamin lagi. Jangan lupa dikonsumsi juga." Kata dokter Evita
"Baik Dok." Kata Gitta sambil menerima resep tersebut.
"Ehm, Dok apakah sudah aman untuk melakukan 'itu'?" Tanya Ken sesaat setelah konsultasi Gitta selesai.
Dokter Evita tersenyum mendengar pertanyaan Ken. Tak berapa lama kemudian, dokter Evita pun mengangguk.
"Boleh. Kandungan Gitta sudah cukup kuat. Tapi, kalian harus tetap berhati-hati saat melakukannya." Kata dokter Evita.
Seketika wajah Ken berbinar bahagia. Dia langsung menoleh menatap Gitta.
"Tuh, dengar Yang. Pokoknya nanti kamu tinggal diam saja. Biar aku yang gerak, biar aku yang mmmpphhh.." belum selesai Ken melanjutkan perkataannya, namun bibirnya sudah di bungkam oleh tangan Gitta. Dia merasa malu dengan celotehan suaminya.
Setelahnya, sepasang suami istri absurd tersebut segera pamit undur diri. Gitta berjalan mendahului Ken menuju tempat parkir. Sementara Ken mengekori sang istri.
"Itu mulut kenapa nggak ada saringannya sih, Mas." Gerutu Gitta.
"Lhah, nggak seru jika ada saringannya. Nggak akan terasa jika menempel di kulit nanti." Jawab Ken dengan santainya.
Gitta merengut kesal mendengar jawaban Ken. Dia memalingkan wajahnya ke luar jendela. Ken melirik Gitta dan tersenyum.
"Jangan ngambek dong Yang. Aku janji deh, nanti aku akan membuat kamu kelojotan dan berteriak-teriak memohon untuk tidak berhenti." Kata Ken sambil tersenyum dan menaik turunkan alisnya.
Gitta hanya menoleh sambil mendengus kesal.
.
.
.
.
.
\=\=\=\=\=
Bagi yang belum upgrade versi terbaru aplikasi Mangatoon atau Noveltoon, langsung segera upgrade ya, agar bisa memberikan dukungan.
__ADS_1
Thank you 🤗
__ADS_2