
__ADS_3
Belum juga Retta mendudukkan diri dengan benar pada kursi bagian tengah mobil tersebut, seseorang yang berada ada kursi belakang segera membungkam mulut Retta dengan obat bius. Retta berusaha memberontak. Namun, tiba-tiba tenaganya hilang dan dia mulai kehilangan kesadaran.
Mobil hitam tersebut segera melaju kencang untuk meninggalkan kota menuju sebuah bangunan tua yang berada di pinggir hutan kota xxx. Retta masih belum sadarkan diri ketika mobil tersebut berhenti di samping bangunan tua.
"Cepat bawa dia ke dalam. Jangan lupa ikat kedua tangan dan kakinya. Tutup juga mulutnya," perintah sebuah suara yang segera diangguki oleh beberapa orang yang membawa Retta tadi.
Sementara itu, Vanno yang tengah bersiap-siap untuk menemui Axcell terkejut ketika mendengar suara dering ponsel. Dia mengenali suara itu berasal dari ponsel Retta. Vanno mengedarkan pandangan ke arah meja, kasur dan nakas yang ada di dalam kamarnya. Ketika melihat ponsel Retta yang berada di atas nakas, Vanno segera berjalan mendekatinya.
Kening Vanno berkerut ketika melihat abel, sahabat Retta yang meneleponnya. Vanno mengambil telepon tersebut dan segera menggeser ikon hijau pada ponsel tersebut.
"Hallo," sapa Vanno ketika telepon sudah tersambung.
"Hallo, lho ini siapa?, ini bukannya nomor telepon Retta ya,"
"Iya betul, ini nomor telepon Retta. Dia lupa tidak membawa ponsel tadi. Ada pesan?" tanya Vanno.
"Tidak bawa ponsel? Memang Retta kemana?"
Vanno mendesah kesal. Siapa yang menyuruh Retta untuk masuk kemarin, gerutu Vanno dalam hati.
"Ke sekolah. Retta sudah berangkat dari pagi ke sekolah" jawab Vanno.
__ADS_1
"Hhhaaa sudah berangkat ke sekolah dari pagi. Kok bisa?" Tanya Abel di seberang telepon. "Dia belum sampai di sekolah saat ini" lanjutnya.
Deg.
Vanno terkejut mendengar penjelasan Abel. Bagaimana mungkin Retta belum sampai di sekolah. Vanno melirik jam dinding yang ada di dalam kamarnya, pukul 08.13 pagi. Itu berarti sudah sekitar satu setengah jam Retta berada di jalan dan belum sampai. Vanno memijit pelipisnya dengan kencang. Pikirannya sudah kemana-mana.
Karena tidak mendapat jawaban dari Vanno, akhirnya Abel kembali bersuara.
"Hallo, hallo, ngomong-ngomong ini siapa ya?, kok bisa angkat teleponnya Retta?"
Vanno tersadar seketika setelah mendengar Abel berbicara.
"Gue Vanno. Suaminya Retta. Thanks infonya. Gue matikan dulu". Tut tut tut.
*****
Sementara itu, di sebuah bangunan tua yang berada di pinggir hutan, Retta tengah tergeletak di lantai kayu dengan kedua tangan dan kakinya terikat. Sedangkan mulutnya juga ditutup sehingga dia sama sekali tidak bisa berteriak.
Hingga menjelang siang, Retta masih belum sadarkan diri. Dua orang berjaga-jaga di depan pintu ruangan tempat Retta di sekap. Mereka adalah dua orang laki-laki yang membawa pergi Retta tadi pagi.
Suara langkah kaki terdengar jelas menghentak tangga kayu ketika seseorang datang di lantai dua bangunan tersebut. Kedua orang pria yang menjaga pintu ruangan Retta disekap segera menoleh ke arah sumber suara.
__ADS_1
Begitu melihat orang yang baru datang tersebut, kedua penjaga tersebut langsung berdiri dan membungkuk memberi hormat.
"Bagaimana keadaan perempuan itu?"
"Masih belum sadarkan diri Bos dari tadi pagi," jawab laki-laki yang berperawakan lebih tinggi dari yang satunya.
"Ciihh, kenapa lama sekali. Aku sudah tidak sabar untuk menghabisinya,"
.
.
.
.
.
.
\=\=\=\=\=
__ADS_1
Masih slow up ya,
__ADS_2