
__ADS_3
Setelah berpamitan, Evan segera bergegas menuju kampus. Dia mengendarai mobil sendiri. Meskipun tinggal di luar negeri, Evan cukup mengenal jalanan di Jakarta.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Evan untuk sampai di kampus pilihannya untuk melanjutkan kuliah. Evan segera memarkirkan mobilnya di tempat parkir. Tidak terlalu banyak mobil yang terparkir di sana, karena memang belum banyak mahasiswa yang memakai mobil saat itu.
Evan segera beranjak menuju bagian administrasi. Dia segera menyampaikan maksud kedatangannya. Petugas administrasi mengarahkan Evan untuk menuju sebuah ruangan yang berada di bagian kiri sebelah tangga.
Setelah mengucapkan terima kasih, Evan segera beranjak menuju ruangan tersebut. Disana, dia segera melakukan segala keperluan untuk mendaftar kuliah di kampus tersebut.
Hingga sekitar satu jam kemudian, Evan sudah menyelesaikan pendaftarannya. Dia segera beranjak dari ruangan tersebut dan berjalan menuju tempat mobilnya terparkir. Hari itu, Evan diminta sang papa untuk pergi ke kantor.
Setelah itu, Evan segera mengendarai mobilnya dan langsung menuju kantor papanya. Jarak kampus dan kantor papa Jimmy memang tidak terlalu jauh. Evan hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di kantor tersebut.
Evan segera memarkirkan mobilnya begitu dia sudah sampai di kantor papanya. Setelahnya, dia bergegas menuju ruangan sang papa yang memang sudah dikenalnya dengan baik.
Tok tok tok.
Evan mengetuk pintu ruang kerja sang papa. Begitu mendapat izin, Evan segera membuka pintu dan memasuki ruang kerja papanya.
"Oh, kamu Van. Ayo sini," ucap papa Jimmy sambil melambaikan tangan ke arah Evan.
__ADS_1
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Evan segera mendudukkan diri di kursi yang berada di seberang sang papa.
"Bagaimana pendaftaran kuliah kamu? Semua lancar?"
"Iya, Pa. Semuanya lancar."
"Baguslah kalau begitu." Papa Jimmy mengangguk-anggukkan kepala. "Van, sebenarnya, ada yang mau Papa bicarakan. Papa tidak mungkin membicarakan hal ini di rumah. Papa tidak mau jika sampai Mama kamu mengetahuinya."
Kening Evan berkerut setelah mendengar perkataan sang papa. Dia masih belum bisa menebak apa maksud perkataan sang papa tersebut.
"Maksudnya apa, Pa?"
Papa Jimmy terlibat menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Wajahnya terlihat sangat lelah. Papa Jimmy bahkan mengusap wajahnya dengan kasar sebelum menjelaskan maksud perkataannya kepada sang putra.
Jedeerrrrrr.
Bagai disambar petir, dunia Evan seolah runtuh. Napasnya terasa tercekat. Tangan dan kakinya terasa lemas tak bertulang. Kedua mata dan mulutnya membesar saking terkejutnya.
"A-apa yang Papa bicarakan? Papa bercanda, kan?" Evan masih tampak shock. Dia berharap apa yang dikatakan sang papa tidak benar.
__ADS_1
Namun, harapan hanya tinggal harapan. Papa Jimmy menggelengkan kepala. "Tidak, Van. Papa mengatakan hal yang sebenarnya. Mama kamu memang sakit kanker. Sebenarnya, sakit mama kamu masih awal. Kata dokter, kemungkinan sembuh masih cukup besar. Tapi, mama kamu tidak mau melakukan pengobatan. Dia sama sekali tidak mau minum obat." Papa Jimmy menghela napas berat dan menghembuskannya dengan pelan.
Lagi-lagi, Evan bagai tertampar. Dia tidak menyangka jika mamanya juga tidak mau melakukan pengobatan.
"Ke-kenapa bisa sampai seperti itu, Pa? Apa yang terjadi sebenarnya?"
Papa Jimmy menatap wajah putra semata wayangnya tersebut dengan tatapan sendunya. Setelah itu, papa Jimmy mulai bercerita.
"Awalnya, Papa juga tidak tahu jika mama kamu sakit, Van. Saat itu, Papa hampir satu bulan berada di Singapura. Mama kamu awalnya ikut ke sana. Namun, akhirnya mama kamu pulang ke Indonesia lebih dulu. Saat itu, mungkin mama kamu sudah merasakan sesuatu pada tubuhnya. Namun, dia tidak mengatakannya kepada Papa."
"Waktu itu, Papa pulang dari Singapura dan tidak memberitahu mama kamu. Papa ingin membuat kejutan. Papa langsung kembali ke rumah setelah dari bandara. Namun, mama kamu ternyata tidak ada di rumah. Papa tanya orang rumah dimana mama kamu, mereka pun juga tidak mengetahuinya."
"Sejak saat itu, Papa mulai curiga jika ada yang disembunyikan oleh mama kamu. Awalnya, Papa sempat berpikiran aneh-aneh. Namun, setelah Papa memutuskan untuk mengikuti mama kamu, akhirnya Papa tahu jika mama sakit. Sejak saat itu, mama kamu mulai memberitahukan penyakitnya."
Evan langsung terdiam. Dia merasa sangat bersalah kepada orang tuanya. Hidup berjauhan dengan orang tua dan tidak mengetahui keadaan mereka, benar-benar membuat Evan merasa tak berguna.
Evan kembali teringat perkataan sang mama tadi pagi. Evan menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pikiran buruknya.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Pa?"
__ADS_1
\=\=\=
Up gantian ya 🙏
__ADS_2