Mendadak Istri

Mendadak Istri
Extra Part 5


__ADS_3

Dua hari berlalu, hari ini sudah memasuki weekend. Gitta dan Ken berencana untuk pergi ke mall hari itu. Rencananya, Khanza ingin ikut sekalian, namun mamanya Al meminta Khanza dan Al untuk datang ke rumah tantenya Al. Ada acara syukuran di sana.


Pagi itu, Ken terlihat sedang berolahraga di depan rumahnya. Dia memainkan bola basket di sana, sambil sesekali menyapa tetangganya yang juga sedang berolahraga.


Saat tengah memainkan bola basketnya, terdengar suara menyapa Ken di belakangnya.


"Mas Ken tumben di rumah, nggak sekalian ikut bermain bulu tangkis bersama bapak-bapak kompleks di gor." Sapa pak Wandi.


Ken menoleh dan berjalan mendekati pak Wandi sambil mengusap peluh yang menetes dari pelipisnya.


"Waahh maaf pak Wandi, saya nggak bisa bermain bulu tangis, selalu nyangkut di net kalau memukul shuttlecocknya. Hehehe." Jawab Ken. 


Sebenarnya, bukan karena Ken tidak bisa bermain bulu tangkis saat menolak ajakan pak Wandi. Namun, Ken merasa risih jika dia ikut bermain, anak pak RT akan terus menggodanya. Dia merasa dalam bahaya jika sampai sang istri mengetahui hal itu.


Bisa puasa berhari-hari aku jika sampai Gitta tahu hal itu. Batin Ken.


"Waahhh, sayang sekali. Padahal jika mas Ken atau daddynya ikut, bakalan ramai lho gor komplek kita." Kata pak Wandi.


Ken mencebikkan bibirnya setelah mendengar perkataan pak Wandi. Bisa-bisa rambutku dan daddy langsung brindil (rontok) jika kami ikut. Mommy dan Gitta pasti akan langsung mencukur habis rambut kami. Batin Ken.


"Hehehe, maafkan kami Pak. Daddy juga sepertinya kurang bisa bermain bulu tangkis. Lagipula, saat ini daddy tidak ada di rumah." Jawab Ken.


Pak Wandi mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Setelahnya, dia segera pamit untuk pergi ke gor komplek mereka. Dia akan ikut bermain bulu tangkis bersama bapak-bapak yang lainnya. Ken mempersilahkan pak Wandi untuk berangkat.


Sepeninggal pak Wandi, Ken segera kabur ke dalam rumah. Dia khawatir akan bertemu pak Broto dan pak Irwan tetangga rumahnya. Mereka juga sangat hobi bermain bulu tangkis. Bisa-bisa Ken akan benar-benar pergi ke gor komplek untuk bermain bulu tangkis.


Gitta yang sedang memakaikan baju baby Z pun melihat tingkah sang suami yang terburu-buru. Dia mengernyitkan keningnya bingung melihat tingkah Ken.


"Ada apa sih Mas? Kenapa buru-buru begitu?" Tanya Gitta.


"Nggak ada apa-apa. Aku hanya nggak mau ketemu bapak-bapak komplek. Mereka mau mengajak main bulu tangkis." Jawab Ken sambil berjalan ke arah baby Z.


Ta ta ta ta ta


Suara baby Z menyedot perhatian Ken. Dia beranjak ingin meraup sang putra ke dalam gendongannya. Namun, seketika langkahnya terhenti karena tatapan tajam Gitta.


"Awas saja jika mas Ken ikut bulu tangkis sendiri." Ancam Gitta.


"Eh, enggak kok Yang. Aku nggak mau ikut. Makanya ini aku kabur ke dalam rumah." Kata Ken sambil tersenyum nyengir.

__ADS_1


"Ya sudah. Mandi dulu gih, bajunya sudah aku siapkan itu." Kata Gitta sambil menunjuk baju ganti Ken.


Ken melambai-lambaikan tangannya kepada baby Z sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Setelahnya, dia segera membersihkan diri sebelum Gitta kembali mengomel.


Tak berapa lama kemudian, Ken, Gitta dan baby Z sudah siap berangkat. Mereka bersiap akan pergi berbelanja sekaligus jalan-jalan ke mall mumpung weekend. Mereka memutuskan berbelanja lebih dulu.



Beginilah kelakuan Ken ketika berbelanja kebutuhan baby Z sekaligus kebutuhan rumah tangga.



Gitta masih memperhatikan tingkah sang suami.


Haduuhh, kelakuan suami, untung sayang ~ Gitta.


Gitta dan Ken masih melanjutkan belanja mereka setelahnya. Ken dan Gitta juga bergantian menggendong baby Z yang terlihat sangat antusias dengan suasana baru di sekitarnya.


Setelah semuanya belanja barang kebutuhan baby Z selesai, Ken segera membawa semua barang-barang belanjaannya tersebut ke dalam mobil. Sementara Gitta dan baby Z menunggu di sebuah restoran di sana. Baby Z terlihat berceloteh ria di tempat duduk bayi yang ada di sana.


Gitta segera memesan makan siang untuk dirinya dan sang suami. Sambil memegang botol susu untuk baby Z, Gitta sesekali mengusap peluh keringan sang putra.


Deg


Netra matanya tertuju pada seorang perempuan paruh baya yang berdiri sekitar tiga meter dari tempat duduknya saat itu. Gitta langsung menegakkan posisi duduknya. Dia juga menggeser tempat duduk sang putra agar lebih dekat dengannya.


"Bibi?" Gitta cukup terkejut dengan apa yang dilihat di depannya itu. "Ada perlu apa bibi dengan saya?" Tanya Gitta datar, namun wajahnya masih tetap waspada.


Ya, wanita paruh baya yang memanggil Gitta saat itu adalah sang bibi. Gitta tidak memanggil sang bibi dengan sebutan bu Sug lagi. 


Bibi Gitta terlihat sangat lusuh dengan pakaian alakadarnya. Kedua tangannya menenteng dua kantong besar yang berisi belanjaan. Gitta sempat melirik belanjaan yang dibawanya seperti barang-barang kebutuhan rumah tangga.


Tumben bibi belanja barang kebutuhan rumah tangga sendiri. Biasanya juga sama para pembantu yang belanja. Batin Gitta.


Wanita paruh baya tersebut terlihat khawatir saat berjalan mendekat ke arah Gitta. Gitta yang melihat hal itu menjadi sedikit khawatir. Dia segera menghentikan langkah kaki sang bibi.


"Ada apa Bi? Bibi duduk saja di situ." Tunjuk Gitta pada kursi di depannya di seberang meja. Tidak etis rasanya menyuruh sang bibi duduk di kursi pada meja lain. Meskipun keluarga bibinya suka jahat terhadapnya, dia tidak mau bertindak sama seperti mereka. Cukup tidak berinteraksi saja dengan mereka sudah membuat kehidupan Gitta menjadi tenang.


Bibi Gitta menuruti permintaan Gitta. Dia segera menggeser kursi dan meletakkan barang belanjaan di sampingnya. Setelahnya, sang bibi menoleh untuk menatap Gitta yang tengah membersihkan mulut baby Z.

__ADS_1


"Git, ehm, sebenarnya bibi mau minta tolong." Kata bibi sambil meremas-remas kedua tangannya.


Gitta menoleh menatap wajah sang bibi dengan wajah datar. Dia terlihat sama sekali tidak tertarik dengan permintaan sang bibi. Sudah cukup baginya berurusan dengan keluarga pamannya itu.


"Bibi mau minta tolong apa?" Tanya Gitta dengan wajah datarnya.


"Ehm, itu, anu, bibi minta tolong mencarikan pekerjaan untuk paman kamu. Dia sekarang tidak memiliki pekerjaan. Tolong kasihani paman kamu Git." Kata bibi Gitta.


Kasihan, apa kalian kasihan juga padaku dulu. Bahkan, kamu juga tidak meminta maaf atas kelakuan anak kamu terhadapku dulu. Batin Gitta.


"Jika paman sudah tidak bekerja lagi, gantian bibi dan Salsa dong yang harus bekerja." Jawab Gitta. Ya, dia tidak akan bersikap lunak lagi pada keluarga sang bibi.


"Kamu tega sekali dengan pamanmu Git?" Kata sang bibi dengan intonasi tinggi.


Gitta semakin yakin jika bibinya itu belum berubah.


"Bibi bilang aku tega? Lalu, yang bibi dan keluarga lakukan terhadapku itu apa? Perlakuan yang baik begitu?" Sindir Gitta.


Sang bibi terlihat mengeraskan rahangnya. Dia hendak membalas perkataan Gitta, namun sebuah suara menghentikan niatnya.


"Apa yang kamu lakukan disini?!"


.


.


.


.


.


\=\=\=\=\=


Sudah ada revisi ya kakak.


Jika masih berkenan, mohon bantuan like, komen dan vote


Terima kasih

__ADS_1


__ADS_2