Hanya Sekedar Menikahi

Hanya Sekedar Menikahi
Tidak ingin bertemu


__ADS_3

"Kau sudah bangun, Kya?" Tanya Rania yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.


Kyara yang baru tersadar pun sontak melihat ke arah Rania.


"Rania..." Panggil Kyara lirih.


Rania mendekat. "Apa ada yang sakit?" Tanyanya.


Kyara menggeleng. "Kenapa aku bisa berada di sini?" Tanyanya saat menyadari jika saat ini ia berada di rumah sakit.


Rania membuang nafasnya kasar. "Kau jatuh pingsan saat hampir tertabrak mobil."


"Maaf..." Cicit Kyara merasa bersalah. "Aku selalu saja membuat masalah." Lanjutnya.


"Jika kau tau kau selalu membuat masalah, lantas mengapa kau tidak menuruti perkataanku? Apa kau tahu aku hampir saja kehilangan jantungku saat mengetahui kau hampir ditabrak mobil?" Dengus Rania dengan mata berkaca-kaca.


"Maaf... Tapi aku hanya ingin menolong anak kecil yang kehilangan orang tuanya." Cicit Kyara. Kemudian Kyara pun menceritakan kronologinya.


"Lain kali kau bisa menemuiku dulu agar aku bisa menemanimu. Jangan membuat jantungku nyaris keluar terus, Kya." Peringat Rania penuh nada kekhawatiran.


"Ingatlah saat ini kau sedang mengandung. Sedang berjalan saat sendiri saja kau sudah oleng. Apa lagi saat ini kau membawa satu orang nyawa di tubuhmu!"

__ADS_1


"Iya, iya..." Lirih Kyara merasa bersalah.


"Huh, sudahlah."


"Rania..."


"Apa lagi?"


"Sepertinya tadi aku sempat mendengar suara Pak Gerry sebelum aku hilang kesadaran."


"Apa kau yakin?" Tanya Rania memastikan.


Kyara mengangguk lemah. "Tapi mana mungkin dia ada di sini." Ucapnya ragu.


"Apa? Tapi bagaimana bisa? Dan dimana dia sekarang." Wajah Kyara nampak ketakutan mendengar jika suaminya itu berada di dekatnya. "Apa dia tahu jika aku sedang mengandung?" Raut kekhawatiran tercetak jelas di wajah Kyara.


"Kya... Hei... Tenanglah..." Rania menggenggam erat tangan Kyara yang mulai bergetar.


"Aku takut, Rania... Bagaimana jika Pak Gerry tahu dan memaksaku untuk menggugurkan anakku... Aku sungguh takut... Hiks..."


"Itu semua tidak akan terjadi, Kya... Dia tidak akan berani macam-macam denganmu..." Ucap Rania meyakinkan.

__ADS_1


"Pak Gerry saat ini sedang berada di luar. Jika kau takut untuk menemuinya, aku tidak akan membiarkannya datang melihatmu."


"Bawa aku pergi dari sini, Rania... Aku tidak mau bertemu dengannya lagi... Hiks..."


"Tapi kau belum terlalu pulih, Kya... Lihatlah wajahmu masih pucat..."


"Tidak... Aku sungguh tidak apa-apa... Ku mohon bawa aku pulang..." Pintanya menghiba.


Rania pun hanya bisa menghela nafas kasar. Ia pun beranjak keluar ruangan untuk menemui dokter yang menangani Kyara tadi untuk menanyakan apakah Kyara sudah bisa dibawa pulang atau tidak.


"Bagaimana? Apa dia sudah sadar?" Tanya Gerry pada Rania saat Rania baru saja keluar dari dalam ruangan Kyara.


"Kyara sudah sadar."


Gerry menghela nafas lega.


"Tapi untuk saat ini Kyara sangat takut menemui Bapak. Saya harap Bapak jangan dulu menunjukkan wajah Bapak di depan Kyara." Walau merasa tidak sopan saat mengatakannya, Rania terpaksa melakukannya untuk kebaikan Kyara.


"Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu menemui dokter. Karna Kyara memaksa untuk pulang saat ini juga. Kyara sepertinya mengalami trauma akan sikap buruk Bapak selama ini kepadanya hingga dia tidak ingin melihat wajah Bapak." Sindir Rania. Rania masih menyimpan dendam dengan suami sahabatnya ini.


Gerry mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak menyangka kejadiannya akan serunyam ini. Tapi Gerry sadar, jika sikapnya selama ini memang sulit untuk dimaafkan.

__ADS_1


***


Beri kesempatan gak ni buat Gerry?


__ADS_2