
__ADS_3
"Ayo duduk. Temani aku makan." Pinta Gerry pada Kyara yang masih berdiri.
Kyara nampak berpikir sejenak. "Tunggu sebentar." Ucapnya kemudian berjalan ke arah lemari pendingin dengan memegang pinggangnya dengan sebelah tangannya.
Kyara kembali ke meja makan dengan satu cup puding di tangannya. "Sepertinya sambil menemanimu makan ada baiknya aku juga memakan cemilan." Ucap Kyara tersenyum kecut.
Gerry menarik bibir ke samping melihat kelakuan Kyara. Kemudian mereka pun menikmati makaman masing-masing dalam keheningan.
"Apa tidak sebaiknya kau tinggal di mansion Kakek saja setelah melahirkan?" Tanya Gerry saat mereka sudah selesai makan.
Kyara menggeleng pasti. "Aku ingin di sini saja." Balasnya. Ia masih berat menginjakkan kaki ke kota yang banyak menoreh luka di hatinya.
Gerry menghela nafasnya. Ia tahu apa yang menyebabkan Kyara seperti saat ini.
"Hanya sampai kau melahirkan saja. Setelah itu kau boleh kembali ke sini. Setidaknya jika kau berada di Jakarta, masih ada Mama yang menemanimu nantinya. Dan juga fasilitas rumah sakit di sana lebih memadai jika ada hal yang tidak diinginkan." Terang Gerry. Walau pun dokter sudah mengatakan jika Kyara bisa melahirkan secara normal, namun tetap saja Gerry merasa awas jika tuhan berkendak lain.
__ADS_1
"Untuk saat ini Kakek juga sulit untuk bepergian jauh. Kakek sudah cukup tua untuk berjalan jauh terlalu sering. Jika kau berada di sana Kakek pasti merasa senang walau hanya sebentar saja." Lanjutnya kemudian.
"Aku akan memikirkannya nanti." Balas Kyara.
Gerry pun mengangguk saja. Ia tidak ingin terlalu memaksakan kehendak wanita hamil itu.
*
Gerry menatap heran keadaan warung Rania yang sudah ramai padahal jam masih menunjukkan pukul setengah dua siang. Gerry menatap banyaknya pengunjung yang di dominasi oleh kaum hawa.
"Mereka ada di depan jalan raya." Timpal Rania yang sedang berjalan dapur.
Kening Gerry berkerut. Gerry yang merasa penasaran pun memutuskan untuk melihat ke depan apa yang sedang dilakukan mereka di sana.
"Oh astaga..." Gerry meggeleng melihat William tengah tebar pesona dengan para gadis yang sedang berjalan di jalan raya. Jangan lupakan jika William masih menggunakan apronnya saat ini. Sedangkan Asisten Jimmy hanya diam berdiri di samping sahabat bosnya itu.
__ADS_1
"Jadi syarat buat foto dengan bang bule harus makan di warung bakso ini dulu?" Tanya para remaja itu dengan begitu antusias.
"Kalian tenang saja. Tidak akan rugi, kok. Selain mendapat bonus bisa berfoto dengan pria setampan diriku, kalian juga bisa mengenyangkan perut di dalam sana. Kalau tentang rasa dijamin tidak akan mengecewakan." Ucap William dengan gaya tengilnya.
"Tapi janji ya bang bule mau foto sama kami!"
"Aman!!" Ucap William yakin. Para gadis remaja itu pun berjalan terburu-buru memasuki warung bakso agar cepat pula berfoto dengan bule tampan itu.
"Ehem." Deheman Gerry membuat William mengalihkan pandangannya.
"Aku keren bukan?" Ucapnya membusungkan dada. Karna hasil kerja kerasnya saat ini warung Rania sudah rame di siang hari. Padahal tanpa ia promosikan pun warung Rania juga dominan sudah rame. Ck, William-William.
"Kau tidak ada kerennya sama sekali. Apa penyakit pemain wanitamu itu sudah mulai kambuh?" Selidik Gerry seperti melihat William di masa lalu.
"Kau tenang saja... Saat ini aku sudah taubat. Pria setampan diriku, baik hati dan tidak sombong ini tidak akan lagi memainkan hati wanita. Karna aku sudah trauma patah hati oleh istrimu." Seloroh William.
__ADS_1
*
__ADS_2