
__ADS_3
"Dia Citra. Sekretaris baruku." Balas William setelah mendaratkan bokongnya di kursi kerjanya.
"Sekretarismu cantik. Dan juga ... seksi." Balas Rania dengan nada yang sudah berubah jengkel.
"Ya. Dia cantik dan juga seksi." Balas William apa adanya.
Mendengar jawaban suaminya sontak membuat Rania melotot tajam.
"Namun kecantikan dan keseksiannya tidak mengalahkan cantik dan seksinya dirimu." Lanjut William sambil mengedipkan matanya pada Rania.
Rania sedikit tersipu malu. Namun tak menyurutkan kekesalannya.
"Ayo duduk." Ucap William sambil menepuk pahanya.
"Duduk di pahamu?" Tanya Rania yang diangguki oleh William.
"Ayo. Kemarilah!" William melambaikan tangannya pada Rania agar wanita itu cepat mendekat.
Dengan ragu Rania pun melangkah mendekat ke arah suaminya. "Duduk." Ucap William lagi. Melihat istrinya yang terdiam membuat William segera mendudukkan tubuh Rania di pahanya.
__ADS_1
"Will..." Rania merasa terkejut dengan sikap suaminya.
"Diamlah. Aku ingin memelukmu dan baby." Ucap William lalu memeluk tubuh istrinya sambil mengelus perut buncitnya.
"Kenapa kau bertanya tentang sekretarisku? Apa kau sedang cemburu, hem?" Tanya William yang sejak tadi sebenarnya sudah menangkap raut tak suka istrinya.
"Tidak. Untuk apa aku cemburu padanya? Aku hanya tidak suka melihat penampilannya yang membuat mataku sakit." Ucap Rania dengan jujur.
"Memangnya penampilannya bagaimana?" William pura-pura tak tahu.
"Ish... kau ini..." Rania menepuk pelan bahu suaminya. "Apa kau memang sengaja mencari sekretaris yang seksi sepertinya!" Sembur Rania.
William tertawa kecil. "Apa kau tahu Rania..."
William melipat bibirnya. "Di negaraku dulu aku sudah bosan melihat wanita seperti dirinya. Menurutku penampilannya tidak terlalu seksi jika dibandingkan dengan penampilan wanita di negaraku dulu." Tutur William dengan lembut. "Aku bukan melihat keseksiannya. Aku bahkan tidak ikut memilihnya menjadi sekretarisku. Semua itu adalah wewenang Steve yang mencarikannya untukku. Karena kinerjanya cukup bagus, jadi aku menerimanya." Terang William panjang lebar.
"Apa dia pernah menggodamu?" Tanya Rania penuh selidik. Bahkan Rania tak memperdulikan penjelasan William.
"Tentu saja tidak. Dan aku tidak akan pernah tergoda selain dengan tubuhmu yang sudah menjadi canduku." Goda William sambil mengecup bibir istrinya yang tengah mengerucut. Ibu hamil sensitif. Dia pasti sedang cemburu. Ucap batin William sambil menahan tawa.
__ADS_1
"Awa saja jika kau berbohong." Rania masih merasa tak percaya dengan apa yang dibicarakan suaminya. Karena aku dapat merasakan firasat tidak enak pada wanita itu. Ibu hamil sensitif itu masih saja berpikir buruk.
"Jangan terlalu banyak berpikir. Aku hanya mencintaimu." Ucap William sungguh-sungguh.
Rania menatap pada mata William yang kini menatapnya dengan penuh cinta. "Aku juga mencintaimu." Balasnya lalu mengecup bibir suaminya.
Dan kecupan itu akhirnya menjadi bumerang pada dirinya sebab William tak membiarkannya lepas begitu saja.
"Will..." Rania yang merasa kehabisan nafas itu pun menepuk dada bidang suaminya. "Kau ingin membunuhku dan anak kita ya!" Sembur Rania dengan nafas naik turun.
William tertawa karenanya. "Aku bukan ingin membunuhmu. Tapi aku sangat ingin memakanmu jika tidak ingat sebentar lagi ada pertemuan penting yang harus aku hadiri." Balas William sungguh-sungguh. Dapat dilihat dari wajahnya yang sudah memerah menahan keinginannya untuk menyentuh istrinya.
"Apa kau sudah ingin pergi?" Tanya Rania melihat jam yang menggantung di dinding.
"Ya. Sudah saatnya aku pergi ke ruangan rapat. Kau tunggulah di sini selama aku bertemu dengan rekan bisnisku."
"Apa kau akan pergi bersama wanita itu?" Tanya Rania dengan nada tidak suka.
"Tentu saja. Aku, Steve dan Citra akan ikut dalam pertemuan ini."
__ADS_1
***
Lanjut?
__ADS_2