
__ADS_3
Suasana di dalam ruangan VVIP itu pun seketika tegang. Bayangan kejadian yang terjadi selanjutnya pun sudah terbayangkan di benak mereka masing-masing.
"Jangan bilang kalau anakmu adalah anak Wil—" Ucapan Gerry melayang begitu saja di udara saat Bianca lebih dulu menyelanya.
"Tidak. Anakku bukanlah anak William." Ucap Bianca yang membuat semua orang terkejut namun juga lega.
Bianca pun kembali melanjutkan ceritanya.
"Setelah William menarik tubuhku waktu itu, tak lama William pun kembali tak sadarkan diri. Dan akhirnya aku bisa melepaskan tubuhku dari jeratannya."
"Tapi bagaimana dengan noda itu?" Tanya Dika menyiratkan noda darah yang tersisa di atas sprei.
Bianca menghela nafas panjang lalu menunduk. "Maaf. Malam itu pemikiranku benar-benar kalut akan fakta yang baru aku ketahui jika aku saat itu tengah mengandung anakku, Cilla. Malam itu aku berniat buruk untuk menjebak William jika kami sudah melakukan hubungan badan agar William mau bertanggung jawab atas anak dalam rahimku karena ayah dari anakku tidak menginginkan kehadirannya. Hingga aku dengan keji meminta pelayan yang menolong William untuk menuangkan pewarna merah di atas sprei agar William mengira kami telah melakukannya. Bahkan aku juga meminta pelayan itu untuk membuka seluruh pakaian William." Bianca semakin tertunduk. Air matanya nampak menetes menyesali segala perbuatannya.
Brak
Suara gebrakan meja oleh William berhasil membuat mereka semua terkejut.
__ADS_1
"Beraninya kau—" Lagi-lagi Gerry menahan ucapan William agar Bianca melanjutkan penjelasannya.
"Hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan. Namun niatku malam itu tidak jadi aku lakukan karena aku begitu menghargai William sebagai sahabat baikku selama ini. Karena malu dengan perbuatanku, aku pun memutuskan untuk segera meninggalkan kamar itu pada pagi harinya sebelum William sadar."
"Bianca..." Gerry benar-benar terkejut. Wanita polos dan baik hati seperti Bianca ternyata telah ternoda oleh pria yang tidak bertanggung jawab. "Katakan siapa ayah dari anakmu? Aku akan menghajarnya karena telah menodai sahabat baikku!" Gerry nampak menggeram. Rahangnya pun nampak mengetat.
"Apakah Calvin?" Ucap Reno tiba-tiba yang berhasil membuat Bianca mengangkat wajahnya.
"Ka-kau—"
"Aku sudah mengetahui semuanya. Kau dan Calvin pernah menjalin hubungan asmara sebelum Calvin diangkat sebagai direktur di perusahaan keluarga Arnold bukan?" Ucap Reno membuat Bianca melebarkan kedua kelopak matanya.
Bianca tak menjawab. Namun air matanya semakin mengalir dengan deras yang membuat Gerry, Dika, Reno dan William mengusap wajah mereka dengan kasar saat sudah menebak apa yang terjadi.
"Kenapa kau tidak mau mendengarkan perkataanku untuk tidak terlalu dalam mencintai kakakku, Bianca?! Apa kau sudah tidak bisa mendengarkan perkataanku dengan baik jika Kakakku itu tidak mungkin mencintai orang lain lagi setelah kematian kekasihnya!" Ucap William tak habis pikir. Dulu William pikir jika Bianca hanya sekedar mengagumi sosok Kakaknya yang terlihat pendiam namun jenius itu. Namun setelah William menyadari jika Bianca mulai menaruh perasaan pada Calvin—Kakak kandungnya yang hanya berjarak umur satu setengah tahun dengannya, William pun dengan cepat menasehati Bianca agar menghapuskan perasaan cintanya itu pada Kakaknya karena William yakin jika Kakaknya itu tidak akan pernah menaruh perasaan cintanya lagi kepada siapa pun setelah kematian kekasih hatinya.
"Calvin tidak salah... Aku-lah yang bersalah karena aku-lah yang dengan suka rela memberikan tubuhku padanya hingga Cilla hadir di dunia ini. Aku-lah yang bersikap murahan kepadanya." Ucap Bianca semakin menangis tersedu-sedu. Cinta memang semembodohkan itu~
__ADS_1
***
Sambil menunggu cerita HSM update, kalian bisa mampir ke novel aku yang lainnya, ya☺
- Dia Anakku, Bukan Adikku (On Going)
- Serpihan Cinta Nauvara (End)
- Oh My Introvert Husband (End)
Jangan lupa beri dukungan dengan cara
Like
Komen
Vote
__ADS_1
Agar author lebih semangat untuk lanjutin ceritanya, ya...
__ADS_2