Hanya Sekedar Menikahi

Hanya Sekedar Menikahi
Kehilangan


__ADS_3

"Apa?? Bagaimana bisa itu semua terjadi..." Jerit Kyara histeris. Kyara segera berlari ke arah ruangan saat seorang dokter hendak masuk ke dalam ruangan.


"Mohon tunggu di luar, Nona." Ucap Dokter itu menahan tubuh Kyara.


"Tidak... Aku ingin melihat keadaan suamiku... Ku mohon izinkan aku..." Jerit Kyara terisak.


"Kyara... Tenanglah, Nak..." Mama Riana memeluk tubuh Kyara.


Dokter pun akhirnya masuk. Mama Riana dan Kyara pun saling berpelukan memikirkan nasib Gerry di salam sana.


"Gerry... Kau pasti akan baik-baik saja kan..." Jerit Kyara di dalam pelukan Mama Riana.


"Berdoalah untuk keselamatan Gerry, Nak..." Ucap Kakek Surya yang tak kalah hancur hatinya.


"Gerry..." Kyara menangis tersedu-sedu.


Empat puluh lima menit menunggu, akhirnya Dokter Dika dan beberapa orang dokter keluar dari dalam ruangan dengan wajah lesunya. Mama Riana dan Kyara segera mendekat pada Dokter Dika diikuti Kakek Surya dan Papa Johan.


"Bagaimana keadaan Gerry?"


"Bagaimana keadaan suami saya?"

__ADS_1


Tanya Mama Riana dan Kyara nyaris bersamaan.


"Dika... Bagaimana keadaan putra saya?" Tekan Papa Johan karena Dokter Dika tak kunjung bersuara.


"Maaf. Saya dan tim Dokter lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Gerry. Namun tuhan berkehendak lain. Efek dari selang oksigen di hidung Gerry yang terlepas membuat Gerry kesulitan bernafas dan akhirnya tak tertolong." Jelas Dokter Dika dengan berkaca-kaca.


"Apa?!" Jerit Kyara dan Mama Riana bersamaan.


"Itu semua tidak mungkin... Gerry pasti selamat... Suamiku pasti baik-baik saja..." Amuk Kyara menepuk dada Dokter Dika.


"Maafkan aku, Kyara. Aku gagal menyelamatkan Gerry." Lirih Dokter Dika.


"Kau ini bicara apa?" Kyara masih memukul Dokter Dika.


Dokter Dika hanya bisa menghela nafas panjang. Sedangkan Mama Riana sudah berteriak histeris mendengar keadaan putranya. Tak lama Mama Riana pun jatuh pingsan.


"Riana... Riana..." Papa Johan menepuk pipi Mama Riana. Tubuh Mama Riana pun dibawa menuju ruang perawatan yang tak jauh dari ruangan Gerry.


"Tidak mungkin... Ini semua tidak mungkin..." Kyara masih menolak keadaan.


"Gerry..." Kyara menabrak bahu Dokter Dika kemudian berlari masuk ke dalam ruangan.

__ADS_1


"Gerry..." Kyara membekap mulutnya dengan kedua tangannya saat melihat wajah Gerry yang sudah pucat. Air matanya jatuh berlinang melihat tubuh suaminya yang sudah kaku. Kyara berjalan dengan pelan munuju ke arah ranjang dengan deraian air mata.


"Gerry..." Jerit Kyara saat sudah melihat dengan jelas wajah suaminya.


"Gerry bangun... Gerry kau jangan bercanda... Kau jangan menipuku seperti ini..." Kyara mengguncang tubuh Gerry.


Semoga kelak Rey akan menjadi anak yang tangguh dan bisa selalu menjagamu.


Apa maksudmu?"


Jika Rey sudah besar nanti dan aku sudah tidak ada, aku harap Rey bisa menjadi sosok pengganti diriku yang bisa menjagamu. Rey pasti akan sangat beruntung memiliki ibu sepertimu.


Ingatan Kyara melayang pada beberapa bulan yang lalu saat Gerry seolah-olah memberi tanda jika ia tidak akan lama berada di dunia ini.


"Tidak... Kau tidak boleh meninggalkan aku dan Rey... Kita akan merawat Rey bersama-sama... Ku mohon sadarlah... Ku mohon jangan seperti ini..." Jerit Kyara mengguncang tubuh Gerry lebih kuat.


"Gerry... Ku mohon bangunlah... Aku dan Rey masih membutuhkan dirimu..." Jerit Kyara lagi. Tubuh Kyara luruh ke lantai. Kepalanya menggeleng berharap apa yang ada di depan matanya saat ini hanya mimpi.


Hingga petang pun mulai menyambut. Kyara harus menahan pil pahit di dalam kehidupannya saat harus kehilangan orang yang dicintainya untu kedua kalinya. Tubuh Gerry pun sudah tak dapat ia lihat lagi bersamaan dengan tanah yang mulai menutupi liang lahatnya.


***

__ADS_1


Selamat jalan, Gerry.


__ADS_2