
__ADS_3
Ane meringis saat kepalanya membentur besi, sedangkan Zidan langsung bangkit dari posisinya.
Lalu ia semakin menekan kakinya yang sedang menginjak tangan Mariane, hingga Ane menjerit, Ane merasa, tangannya akan retak ketika Zidan menginjak tangannya.
"Katakan padaku! Apa kau tau dimana Audrey?" tanya Zidan, dengan rahang yang masih mengeras
"A-aku, ti-tidak tau ---Ahhhh!" Ane berteriak saat kaki Zidan semakin kuat menginjak tangannya.
"Katakan padaku! Dimana, Audrey!" teriak Zidan dengan keras. Ia tak bisa lagi menahan emosinya. Satu kakinya terangkat untuk menendang kepala Ane, membuat Ane mengangkat satu tangganya untuk melindungi kepalanya
Tubuh Ane gemetar, ane terisak. Melihat Zidan yang seperti ini mengantarkan Ane pada level ketakutan akut, ketakutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Zidan menghentikan kakinya yang akan menendang kepala Ane. Seandainya bisa, ia ingin mencekik, atau menyiksa Ane pelan-pelan, hingga Ane berpikir, lebih memilih mati dari pada harus menerima siksaannya.
Zidan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia berusaha menetralkan emosinya dan menguasi diri. Ini bukan saatnya mengurus Ane, ia harus menemukan Audrey terlebih dahulu. Ia pun, kembali berjongkok, kemudian memegang dagu Ane dengan tangannya, memaksa Ane untuk melihat ke arahnya.
__ADS_1
"Tatap aku! dan katakan dimana Audrey!" Geram Zidan, setiap menatap Ane, darah Zidan mendidih.
"Mariane!" teriak Zidan saat Ane masih tak mau melihat ke arahnya.
Untuk kesekian kalinya, tubuh Ane bergidik saat mendengar teriakan Zidan, dengan rasa takut yang masih menderanya, ane memberanikan diri membuka matanya.
"Dia ---" Dengan terbata Ane mengatakan di mana keberadaan Audrey dan menjelaskan semuanya pada Zidan, Zidan mengatupkan rahangnya menahan geram saat mendengar penjelasan Ane.
"Urusan kita belum selesai, Mariane!" Zidan menekankan kata-katanya. Tatapan Zidan yang di penuhi kilatan amarah, menusuk sampai ke jantung Ane, membuat Ane memejamkan matanya, karena takut melihat tatapan Zidan yang seperti akan menelannya hidup-hidup.
Langkah Zidan begitu lebar, ia berjalan dengan terburu-buru. Tatapan matanya lurus kedepan, bahkan ia menubruk beberapa orang yang menghalangi jalannya. Pikiran Zidan kalut, ia berniat menghampiri Zayn, karena ia tau, sang kaka selalu membawa pistol di mobilnya
"Mana kunci mobilmu?" tanya Zidan saat menghampiri Zayn dan Gia yang sedang duduk di kursi tunggu.
"Kau mau apa?" tanya Zayn. Ia menatap sang adik lekat-lekat, seperti ada yang berbeda dengan adiknya. Sedangkan Gia yang berada di samping suaminya bergidik, saat menyadari bahwa wajah Zidan memerah, seperti menahan amarah.
__ADS_1
Tanpa membalas ucapan Zayn, Zidan mendekatkan dirinya ke arah Zayn dan langsung merogoh saku jas kakanya secara paksa, membuat Zayn tersentak kaget.
"Ka-kau mau apa!" jerit Zayn. Namun, Zidan sama sekali tak memerdulikan teriakan kakanya.
Saat berhasil mengambil kunci mobil sang kaka, Zidan pun berlalu begitu saja meninggalkan Zayn dan Gia yang kebingungan karena tingkah adiknya.
••
"Untuk apa kau mengambil senjataku!" ucap Zayn dengan napas terengah-engah karena mengejar Zidan, sang adik.
"Aku membutuhkan senjatamu. Jadi jangan halangi aku!" jawab Zidan, ia mendorong tubuh sang kaka yang menghalangi jalannya.
"Kau belum memiliki surat ijin. Dan kau tak boleh memakai pistolku!" teriak Zayn, ia mencekal lengan sang adik.
"Lepas Zayn!" teriak Zidan tak kalah kencang, membuat Zayn tersentak, ini pertama kalinya ia mendengar teriakan sang adik, dan itu sukses membuat Zayn bergidik.
__ADS_1
"Jangan halangi aku! atau aku akan menggila," ucap Zidan lagi, dengan menekankan suaranya, mengisyaratkan, ia tak ingin di bantah.
__ADS_2