
__ADS_3
Zidan terus menggenggam tangan Audrey, ia mengecupnya berkali-kali, berharap Audrey segera sadar. Saat tadi Audrey pingsan, Zidan dengan segera membawa Audrey ke rumah sakit.
Audrey di vonis kelelahan dan mengalami dehidrasi ringan. Dan sekarang, sudah dua jam Audrey tak sadarkan diri.
•••
Audrey mengerjap, ia membuka matanya, kemudian menyesuaikan pandangannya. Semua tubuhnya terasa remuk, bahkan kakinya pun terasa sakit namun mati rasa secara bersamaan.
Sudah lama sekali Audrey tak melakukan hal extrim, tentu tubuhnya belum siap untuk melakukan lagi hal berat, saat memanjat gedung, beberapa kali Audrey hampir terjatuh karena kakinya merasa kram, hingga kakinya beberapa kali menghantam beton dan besi, hingga sekarang, ia merasa kakinya mati rasa dan tak bisa di gerakan.
Audrey menghela napas, ia melihat ke arah bawah karena tangannya terasa berat, ternyata Zidan sedang tertidur sambil menenggam tangannya.
Audrey tersenyum, ia merasa lega saat ia bisa lagi melihat Zidan, lelaki yang selama ini ia cintai.
Saat Audrey sedang menatap Zidan, Zidan melenguh. Ia terbangun dari tidurnya, matanya langsung bersibobrok dengan mata Audrey.
"Sayang!" pekik Zidan, ia langsung bangkit dari duduknya dan langsung mencium kening Audrey bertubi-tubi. "Kenapa kau melakukan hal bodoh hanya demi menyelamatkanku, hmm?" ucap Zidan lagi, ia mengusap lembut rambut Audrey, tiba-tiba ... bulir bening jatuh dari pelupuk matanya saat melihat Audrey.
__ADS_1
Tiba-tiba, Zidan terisak, ia menyembunyikan wajahnya di atas kepala Audrey.
Zidan merasa lelaki yang paling kejam jika mengingat bahwa dia pernah menghina Audrey, padahal, wanita di depannya ini, telah berjuang membesarkan putrinya seorang diri dan sekarang, mempertaruhkan nyawanya demi membebaskannya.
Mendengar isakan Zidan, hati Audrey menghangat. Selama ini, tak pernah ada yang mengkhawatirkannya selain Simma dan Kelly, tapi sekarang ... Audrey serasa menemukan tempat baru. Tempat di mana ada seseorang yang menunggu dirinya untuk pulang.
"Zidan, aku haus," keluh Audrey saat Zidan terus terisak. Audrey pun sebenarnya ingin menangis, tapi sebisa mungkin ia menahannya. Karena Sedari dulu, Audrey paling anti mengeluarkan tangisannya di hadapan orang lain.
Zidan pun bangkit dari posisinya, ia langsung berjalan ke arah kulkas untuk mengeluarkan air putih yang dingin, karena ia tau Audrey sangat menyukai air dingin.
Setelah selesai memberikan Audrey minum, Zidan pun langsung memanggil dokter untuk memeriksakan kondisi Audrey.
"Kau mengantuk, hmm?" tanya Zidan, sedari tadi ... Ia tak sedikitpun melepaskan genggaman tangannya pada Audrey.
Audrey mengangguk. "Aku mengantuk, tapi ...." Audrey menghentikan ucapannya. Ia sungguh enggan berkata bahwa tubuhnya sangat sakit. Walau bagaimana pun, selama ini ia terbiasa memendam semuanya seorang diri.
Zidan mengecup punggung tangan Audrey, lalu menggenggamnya. "Audrey, selama ini kau sudah melindungi aku dan Kelly, dan untuk saat ini dan seterusnya aku yang akan melindungi kalian. Jika kau ingin menangis, menagislah di pelukanku, jangan pernah menahannya. Beritau aku jika kau merasakan kau kesakitan, aku memang tak akan bisa mengobati rasa sakitmu, tapi aku akan memelukmu hingga rasa sakitmu mereda," ucap Zidan, ia kembali mengecup tangan Audrey
__ADS_1
Mendengar ucapan Zidan, Seketika tangis yang sedari tadi di tahan Audrey akhirnya pecah.
Saat bulir bening keluar dari kedua pelupuk matanya, Audrey menaruh satu tangannya untuk menutupi matanya, ia menangis, tapi ia tak ingin Zidan melihat air matanya.
"Zi-Zidan, Da-daku sesak. tubuh dan kakiku juga sangat sakit! Aku takut, jika aku akan lumpuh," jawab Audrey terbata-bata sambil menangis. Audrey, memang tak menangis keras. Namun, cukup membuat hati Zidan bergetar, tangisan Audrey sungguh terdengar sangat pilu.
Selama hidupnya, ini pertama kalinya ia menangis, di hadapan orang lain, ia merasakan sakit yang sangat luar biasa di tubuhnya, kakinya tak bisa di gerakan. Ia takut, kejadian seperti dulu terulang, kejadian saat dia pernah lumpuh selama beberapa minggu. Dan ia takut, ia akan kembali lumpuh.
Dulu, ia selalu memendam semuanya sendiri, rasa sakitnya tak pernah ia bagi dengan siapapun. Tapi, kini ... Ada yang bersedia memeluknya, dan menjadi tempatnya untuk pulang.
Mendengar ucapan Audrey, tangis Zidan pun ikut luruh. Kini, ia melihat sosok Audrey yang lain. Di balik sosok Audrey yang kuat dan tangguh, Audrey tetaplah manusia biasa yang bisa merasakan rasa sakit dan butuh tempat untuk dia menceritakan keluh kesahnya, dan sekian lama, akhirnya wanita malang itu menemukan tempatnya untuk pulang, dan Zidanlah tempatnya.
"Tunggu sebentar, Sayang. Aku akan panggilkan dokter," ucap Zidan. Namun, Audrey menggeleng.
"Zidan, tolong peluk aku!"
Hate komen blok 😎
__ADS_1
__ADS_2