
__ADS_3
Satu Minggu kemudian
Saat sudah sampai di basement apartemen, Amelia turun terlebih dahulu, meninggalkan Gabriel yang masih berada di dalam mobil. Sedangkan Gabriel menggeleng ketika melihat istrinya.
Ya, Barusan mereka baru saja melakukan pemberkatan di gereja, tidak ada resepsi dan tidak ada pesta mereka menikah secara sederhana.
Gabriel pikir Amelia akan berubah menjadi lebih hangat, karena saat mereka melakukan pemberkatan, Amelia bahkan selalu tersenyum padanya. Dan sekarang, Gabriel sadar bahwa tadi Amelia hanya berpura-pura, dan sekarang Amelia kembali ke sikap semula, menjadi sangat dingin. Setelah Amelia keluar, Gabriel keluar dari mobilnya, kemudian berjalan mengikuti Amelia.
••••
“Kau mau ke mana?” tanya Amelia, ketika Gabriel masuk ke dalam kamar. Amelia bertanya, karena Gabriel mengukuti masuk kedalam kamarnya.
“Ini kamar kita, kita sudah menjadi suami istri. Jadi seharusnya kita satu kamar,” jawab Gabriel dengan percaya diri, membuat Amelia berdecak kesal.
“Tidak ada, kita tetap seperti biasa. Kamarmu di sana dan kamarku ada disini!” jawab Amelia dengan malas.
“Tidak ... tidak. Sekarang, aku suamimu dan kita harus satu kamar,” balas Gabriel yang tidak mau mau mengalah pada Amelia. Sejujurnya ia sungguh takut, meminta untuk berada di satu kamar dan takut Amelia murka kepadanya, dan berujung sikap Amelia yang akan lebih mendingin.
Tapi Gabriel ingin mengetes keberaniannya. Namun baru saja ia merasa berani, nyalinya kembali ciut, ketika Amelia melihatnya dengan datar. “Kau harus bisa Gabriel! kalahkan dia.” Gabriel membatin, ia memberi semangat pada dirinya sendiri. Ia tidak boleh kalah pada Amelia, mereka harus tidur satu kamar.
tiba-tiba Amelia menyeringai membuat Gabriel bergidik. “Bawakan aku cambuk,” ucap Amelia.
__ADS_1
“Kenapa kau butuh cambuk?” tanya Gabriel. Tiba-tiba, wajahnya sudah memucat. Ia lupa, bahwa ia menjanjikan Amelia bebas melakukan apapun pada tubuhnya.
“Kenapa? bukankah kau berjanji untuk melakukan apapun yang aku mau?” tanya Amelia lagi, seketika, Gabriel tersadar, kemudian berusaha menormalkan ekspresinya.
“Tunggu sebentar,” ucap Gabriel.
Gabriel berbalik, kemudian berjalan kearah kamar. Saat sampai di kamar, ia mencari-cari cambuk, kemudian menepuk keningnya.
“Mana mungkin aku membawa cambuk kemari,” ucap Gabriel. Lalu, ia terpikirkankan sesuatu.
Ia pun berjalan ke walk in closet, kemudian ia mengambil sabuk miliknya. Lalu kembali keluar dari kamar dan masuk ke dalam kamar Amelia.
“Aaaaa!” teriak Amelia ketika Gabriel masuk, karena rupanya, saat Gabriel masuk, Amelia sedang memakai pakaiannya.
“Maaf ... maaf, aku tidak sengaja. Kau juga yang salah, kenapa kau tidak berganti pakaian di walk-closed,” jawab Gabriel berusaha untuk membela dirinya sendiri.
•••
“Aku tidak mempunyai cambuk, aku hanya mempunyai sabuk. Jadi kau bisa mencambukku dengan sabuk ini,” ucap Gabriel sambil menyerahkan sabuk pada Amelia, ketika Amelia baru keluar dari walk in closet.
“Kenapa aku harus mencambukmu. Kau saja yang mencambuk dirimu sendiri, jawab Amelia, membuat Gabriel melongo.
__ADS_1
“Bagaimana mungkin aku bisa mencambuk diriku sendi ....” Gabriel menghentikan ucapannya, ketika Amelia melihatnya dengan dingin. Sial, ini yang paling Gabriel takuti, ia takut Amelia menatap datar dan dingin padanya. Padahal, di masa lalu. Ia mana perduli dengan hal seperti ini.
“Ayolah, Amelia. Kau saja mencambukku, sungguh sangat sulit, jika harus mencambuk diriku sendiri,” ucap Gabriel, suaranya terdengar seperti merengek.
Amelia mengangguk-anggukan kepalanya. ”Aku tidak jadi mencambukmu,” kata Amelia, membuat wajah Gabriel berbinar.
“ Tolong ambilkan apel di kulkas!” titahnya lagi.
Dengan semangat , Gabriel pun berbalik, lalu keluar dari kamar Amelia, dan mengambil apel, kemudian, ia kembali lagi ke kamar untuk menyerahkannya pada Amelia.
“Apel ini untuk apa?” tanya Gabriel.
“Berdiri disana!” titah Amelia dengan tegas, dan bodohnya Gabriel menurut pada Amelia. setelah Gabriel berdiri, Amelia menaruh apel di kepala Gabriel.
“Jangan bergerak!” titah Amelia.
Wajah Gabriel memucat saat menyadari apa yang akan di lakukan oleh Amelia.
“A-amelia, ka-kau mau apa?” ucap Gabriel, terbata-bata, ketika Amelia memegang busur panah. Yang membuat Gabriel semakin panik, ia tau jenis busur panah yang di pegang oleh Amelia. Busur panah, itu mengandung racun yang sangat tinggi, dan biasa di gunakan untuk melumpuhkan lawan.
Tanpa pikir panjang, Gabriel langsung berlari ke luar dari kamar istrinya. “Tidaaakkkk!” teriak Gabril sambil berlari. Padahal, Amelia belum melakukan apa pun.
__ADS_1
Gas komen gengs. Biar semangat besok up 3 bab.
__ADS_2