
__ADS_3
Setelah dilakukan cuci darah, keadaan Annisa sudah membaik, dokter akhirnya memindahkannya kembali keruang perawatan.
Sebelum itu Fatimah sudah kembali kerumah, dia tidak bisa meninggalkan kedua anaknya berlama lama, mengingat Zidane yang meminum ASI eksklusif tidak dibantu dengan susu formula.
Selama dalam perjalanan pulang, Aditya terlihat sangat kecewa dengan apa yang dilakukan Fatimah dirumah sakit tadi, dia benar-benar takut Fatimah akan mendonorkan ginjalnya untuk Annisa.
Fatimah tahu suaminya marah.
"Maafkan aku.."
Aditya tidak menjawab, dia hanya fokus menyetir.
"Aku harap kamu mengerti dengan perasaanku.."
"Aku mengerti sayang.." akhirnya Aditya menjawab.
"Aku hanya minta kamu bersabar, semua orang sedang mengusahakannya, termasuk aku.."
"Terima kasih.." Fatimah melihat Aditya
"Untuk apa..?"
"Untuk semuanya.."
Fatimah menyandarkan kepalanya pada pundak Aditya yang sedang menyetir.
Aditya mengusap kepala Fatimah dengan satu tangannya.
"Bukan aku tidak setuju kamu akan berbakti kepada ibumu, tapi aku sangat mengkhawatir kesehatanmu.."
"Aku tahu.." Jawab Fatimah singkat.
"Hatimu terlalu baik sayang.." Aditya mencium kening istrinya.
"Kebaikan hatimu kadang bisa merugikan dirimu sendiri.." Lanjut Aditya.
-------------
Clara membenarkan selimut ibunya yang masih tertidur, tapi kemudian dia melihat ibunya terbangun.
"Mama.."
Annisa tersenyum.
Clara memeluk Annisa dengan erat.
"Mama tahu, aku sangat khawatir.."
"Maafkan mama.."
"Aku yang harusnya meminta maaf ma.."
"Maafkan aku..atas sikap dan perkataan kasar aku sama mama.."
"Mama pantas mendapatkan sesuatu yang lebih dari itu.."
"Tidak mama..aku sebenarnya tidak pantas memperlakukan mama seperti itu, aku malu.." Clara terlihat menangis.
"Mama tahu, orang yang seharusnya memperlakukan mama seperti itu malah memaafkan mama dengan tulus, dan tak menyimpan dendam apapun, dia malah akan memberikan ginjalnya tanpa diminta.."
Annisa terhenyak kaget.
"Apa maksudmu Fatimah..?"
"Iya mama..putri kandung mama, dia mempunyai hati yang mulia.."
"Mama tidak mau mendapatkan donor ginjal darinya.."
"Kamu harus mencegahnya, mama lebih baik mati daripada mendapatkan donor ginjal darinya.."
"Tenang mama..aku sudah melarangnya.."
"Kondisinya juga tidak memungkinkan untuk memberikan ginjalnya kepada mama, dia baru saja melakukan operasi sesar.."
Annisa sedikit tenang.
"Kamu harus pastikan dia tidak melakukannya.."
__ADS_1
Clara mengangguk.
"Mama tahu, papa sedang pergi, ada kabar ada ginjal yang cocok untuk mama.."
Annisa terlihat tidak senang.
"Mama tidak mengharapkan berumur panjang lagi, mengetahui Fatimah sudah memaafkan mama saja membuat mama sekarang pasrah kalau Tuhan mau memanggil mama.."
"Kenapa mama bicara seperti itu..? Mama harus berumur panjang, mama harus memperbaiki kesalahan mama di masa lampau, sekarang waktunya mama harus menyayangi putri kandung mama.."
Annisa terlihat menitikkan air mata.
------------
"Ada sesuatu yang harus saya jelaskan disini.." Ucap Pak Handoko yang sengaja datang ke kediaman Aditya.
Fatimah dan Aditya mendengarkan dengan seksama.
"Saya yang berinisiatif mencari Fatimah untuk memintanya mendonorkan ginjal untuk istri saya.."
"Sedangkan istri saya tidak mengetahui apa-apa.."
"Dia akan mencegahnya kalau tahu saya akan mencari Fatimah, apalagi hanya untuk memanfaatkannya.."
"Karena itu saya melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, sampai akhirnya dia mengetahui ketika paman Fatimah masuk kantor polisi.."
"Maafkan saya..saya melakukannya karena sudah sangat putus asa, dan kesehatan istri saya semakin memburuk.."
Fatimah menitikkan air mata.
"Fatimah..saya harap kamu tidak berpikir buruk kepada ibumu, dia tidak seperti yang kalian bayangkan.."
"Dia memang telah meninggalkan kamu, akan tetapi, kamu harus tahu, tak ada satu hari dia lewati tanpa memikirkan mu..."
Fatimah semakin terisak.
"Dan untuk alasan kenapa dia meninggalkan kamu, lebih baik kamu menanyakannya langsung kepada ibumu, sebaiknya kalian berbicara dari hati ke hati.."
"Oh iya, mengenai ginjal, Alhamdulillah berkat bantuan Pak Aditya, kami sudah mendapatkannya.."
"Benarkah..?"
Aditya mengangguk.
"Alhamdulillah.. terimakasih.." Fatimah memeluk suaminya.
"Operasi akan dilaksanakan sebentar lagi, semoga semuanya lancar.."
Fatimah dan Aditya mengangguk.
"Dan istri saya akan senang kalau kamu sering sering mengunjunginya.."
-----------
Fatimah ditemani Aditya kembali kerumah sakit untuk menemui Annisa.
Aditya menyuruh Fatimah masuk ke dalam sendirian, dia tahu Fatimah dan Ibunya harus berbicara berdua, dia tidak ingin menjadi pengganggu.
Fatimah mengetuk pintu, kemudian membukanya selain ibunya, dia melihat ada seorang wanita dan seorang anak seumuran Zahra putrinya.
Wajah Annisa berseri melihat kedatangan Fatimah, dia meminta Nadya, menantunya untuk membantunya agar bisa duduk.
Nadya dengan telaten membantu ibu mertuanya.
"Nadya..perkenalkan ini Fatimah, anak mama.."
Fatimah tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Nadya dan mereka saling memperkenalkan diri.
"Sepertinya kita sering bertemu.."
"Karena anak kita bersekolah di tempat yang sama.." Jawab Fatimah.
"Oh ya..kebetulan sekali.."
Rupanya memang Nabila dan Zahra memang bersekolah di sekolahan yang sama.
Fatimah menghampiri Annisa, menyalaminya dengan mencium tangan ibunya.
__ADS_1
Nadya mengajak Nabila untuk keluar, dia tahu Fatimah dan ibu mertuanya membutuhkan waktu berdua.
"Bagaimana kesehatan mama.."
Mata Annisa berkaca kaca.
"Baik sayang.."
Annisa memegang tangan Fatimah yang duduk didepannya.
"Bagaimana kabar kedua anakmu.."
"Mama ingin sekali melihat mereka.."
Fatimah tersenyum.
"Kabar mereka baik ma..karena itu mama harus cepat sehat, mereka pasti senang bertemu dengan mama.."
"Doakan sayang..besok mama akan dioperasi, ini semua berkat suamimu..ucapkan rasa terima kasih mama untuknya.."
Fatimah mengangguk.
Annisa tak melepaskan pandangannya dari Fatimah, dia menatap lekat wajah putrinya.
"Fatimah maafkan mama.."
Fatimah mengangguk pelan.
"Tapi..kamu harus tahu sesuatu sayang.."
Fatimah mendengarkan.
"Kenapa mama meninggalkan kamu, kamu harus mengetahui penyebabnya.."
Annisa terlihat mulai menangis.
"Mama dan ayah kamu menikah karena dijodohkan.."
"Kami menikah bukan karena cinta.."
"Kakek kamu menjodohkan kami karena kasihan melihat mama yang baru saja menjadi yatim piatu.."
Annisa menjelaskan dengan terisak.
"Sampai akhirnya mama hamil kamu, dan ayahmu mulai memperlakukan mama dengan buruk.."
"Ayahmu selalu memukul dan menyiksa mama.."
Fatimah terhenyak kaget, dia turut meneteskan air mata.
"Dia tak pernah memperlakukan mama dengan baik.."
"Dia sangat membenci mama..karena mama, dia tidak bisa menikahi wanita yang dicintainya.."
"Pada waktu itu, hidup mama sangat tersiksa, tak ada tempat mengadu karena kedua orang tua mama sudah tidak ada, hanya kakekmu yang selalu melindungi mamah dari kekejaman ayahmu.."
"Lahirnya kamu tidak mengubah apapun, ayahmu masih memperlakukan mama dengan buruk.."
"Sampai suatu hari, disaat umurmu 2 tahun, seorang wanita yang sedang hamil datang kerumah.."
"Dia mengatakan bahwa sedang mengandung anak dari ayahmu.."
"Kamu tahu, ayahmu bahkan tidak merasa bersalah, dia malah mengusir mama dan berkata akan menikahi wanita itu.."
"Mama diusir, tapi tidak boleh membawa kamu pergi.."
"Dia mengancam akan membunuh kita berdua kalau mama membawa kamu pergi ikut bersama mama.."
"Kakek kamu mengetahui semuanya, beliau menyuruh mama untuk pergi dan meninggalkan kamu padanya.."
Annisa menangis tersedu-sedu.
Fatimah memeluk Annisa.
"Itu adalah kejadian yang sebenarnya.."
"Kamu tahu, kakek kamu menitipkan mama kepada Handoko, suami mama sekarang.."
__ADS_1
__ADS_2