
__ADS_3
"APA..??" Ucap ibu itu tak percaya.
"Nyonya Fatimah adalah ketua Yayasan Fatimah Az-Zahra, yang menaungi sekolah ini dan beberapa sekolah lainnya.."
Ternyata dulunya Yayasan itu diketuai oleh nenek Aditya, namun beberapa saat sebelum kepergiannya, nenek mengalihkan semuanya kepada Fatimah, juga mengganti namanya.
Yayasan itu juga membawahi beberapa panti asuhan dan memberi beasiswa untuk murid berprestasi yang kurang mampu.
"Jadi kalau seandainya beliau ingin anak anda dikeluarkan dari sekolah ini, itu bisa saja terjadi, terlebih anda sudah menghina Nyonya Fatimah secara frontal.."
Ibu itu menunduk, kali ini dia tidak berani memandang wajah Fatimah lagi.
"Selama anda menghina saya, saya tidak akan mempermasalahkannya, hanya satu yang saya takutkan, dilihat dari sikap anda yang sepertinya sangat membenci saya, saya takut anda menghasut anak anda untuk terus menganggu anak saya dan terus mengolok-olok Zahra, seperti yang sudah dia lakukan beberapa waktu yang lalu.."
"Karena itu, sebaiknya saya mengeluarkan anak anda dari sekolah ini.."
"Masih banyak sekolah elite diluar sana, anda bisa dengan mudah memasukkan anak anda, terlebih anda kaya dari lahir.."
Ibu itu semakin menunduk mendengarkan perkataan Fatimah.
Dan ibu yang lain yang tadi juga mendukungnya juga tak kalah takut, mereka takut Fatimah juga akan mengeluarkan anak mereka.
"Bagaimana..?" Tanya Fatimah.
Ibu itu terdiam, tidak ada sekolah lain yang lebih baik dibanding sekolah ini, hanya ini satu-satunya sekolah terbaik disini.
"Saya minta maaf.." Jawab Ibu itu.
"Tolong jangan keluarkan anak saya dari sekolah ini.." Lanjutnya memohon kepada Fatimah.
Fatimah tersenyum.
"Saya tidak menyangka sikap seperti tadi keluar dari anda, orang kaya yang berpendidikan tinggi, padahal sebenarnya disini yang orang miskin dan tidak berpendidikan itu adalah saya.."
Ibu itu semakin menunduk. Dia merasa malu dengan perkataan Fatimah.
"Saya minta maaf..saya tidak akan mengulanginya lagi..saya janji.."
"Baiklah..dengan satu syarat, anda harus menasihati anak anda agar jangan mengganggu anak saya lagi, kalau sekali saja saya dengar anak anda mengganggu anak saya, saya tidak akan ragu ragu lagi mengeluarkannya dari sekolah ini.."
Ibu itu mengangguk.
__ADS_1
"Saya akan menasihati anak saya untuk tidak mengganggu anak anda lagi, saya berjanji.."
"Baiklah.." Jawab Fatimah tersenyum sambil kembali ke tempat duduknya.
Diikuti oleh beberapa orang yang lain.
Fatimah melihat beberapa wartawan masih dengan setia menunggu di depan gerbang, beberapa kali ibu kepala sekolah meminta Fatimah agar bersedia menunggu Zahra yang sedang belajar di dalam ruangannya saja, akan tetapi Fatimah menolaknya, dia ingin melihat putrinya yang sedang belajar.
Waktu istirahat tiba, Fatimah membuka bekal dan menyuruh Zahra agar memakannya, Fatimah juga mengajak Dewi dan Erik untuk makan bersama.
Tanpa diduga Aditya datang dan menghampiri mereka di kantin.
Melihat kedatangan suaminya, Fatimah merasa heran.
"Kenapa kamu kesini..?" Tanya Fatimah.
"Aku merindukan istriku.." Jawab Aditya sambil mencium kening istrinya.
Semua orang disana melihat, adegan itu seakan membalikkan rumor yang beredar dimana rumah tangga mereka sedang bermasalah.
Aditya duduk di samping Fatimah.
Fatimah melihat Erik dan Dewi.
"Kalian mengadu..?"
Keduanya menggelengkan kepalanya.
"Bukan mereka, tapi kepala sekolah.." Ucap Aditya.
"Kenapa dia memberitahu kamu?"
"Karena aku yang memintanya, aku ingin dia melaporkan semua yang terjadi sama kamu dan Zahra.."
Fatimah tersenyum.
"Bukan masalah besar.."
"Apa kamu menghajar ibu itu..?" Tanya Aditya bercanda.
Semuanya tertawa.
__ADS_1
Aditya sedikit terganggu oleh wartawan yang mencegat mobil dirinya yang membawa Fatimah dan Zahra ketika keluar dari gerbang sekolah.
Dia harus membawa mobilnya perlahan hingga akhirnya bisa keluar dari kerumunan wartawan dan pergi meninggalkan mereka semua diiringi oleh mobil Erik dan Dewi.
Aditya berencana akan kembali ke kantor setelah mengantarkan Fatimah dan Zahra kembali kerumah, kedatangannya ke sekolah karena merasa khawatir dengan keadaan Fatimah juga mendengar dari kepala sekolah bahwa masih banyak wartawan berada di gerbang sekolah, kepala sekolah juga mengabarkan bahwa istrinya terlibat sedikit percekcokan lagi dengan orang tua yang dulu bertengkar dengan Zahra, tentu saja Aditya merasa khawatir mengingat kehamilan istrinya, walaupun kepala sekolah sudah memberitahunya bahwa Fatimah baik baik saja.
Ponsel Aditya berbunyi.
Nama Dewi tertulis di layar ponsel.
"Pak..mobil kami remnya blong.. sepertinya ada memutuskannya" Kata Dewi panik di ujung telepon ketika Aditya mengangkatnya.
Aditya kaget dan langsung melihat ke belakang dimana mobil Erik dan Dewi tepat berada di belakangnya.
"Cepat minggir pak, kami tidak ingin menabrak mobil bapak.." Teriak Dewi lagi dari ujung telepon.
Aditya melihat Fatimah dan Zahra.
Melihat keduanya, Aditya segera meminggirkan mobilnya dan membiarkan mobil Dewi melaju dengan cepat.
"Ada apa..?" Tanya Fatimah penasaran.
Aditya tidak menjawab.
"Masuk tol..cepat masuk tol.." Perintah Aditya kepada Dewi di ujung telepon, ketika melihat ada pintu masuk tol tak jauh dari sana.
Tak terdengar jawaban, akan tetapi Aditya yang mengikuti mobil itu, melihat Erik membawa mobilnya memasuki tol, dan langsung menerobos pintu tol.
Aditya menghentikan mobilnya, dia tidak mungkin terus mengikuti Dewi dan Erik mengingat dia membawa Fatimah dan Zahra.
"Ada apa.." Tanya Fatimah lagi penasaran.
"Mobil Erik dan Dewi tidak ada remnya blong.."
Fatimah kaget. Dia menutup mulutnya.
"Dewi bagaimana keadaan kalian.." Tanya Aditya kepada Dewi di ujung telepon.
"Kecepatan sudah menurun, kami akan menabrakkan diri ke pembatas.."
"Hati hati.." Jawab Aditya pelan penuh kekhawatiran.
__ADS_1
__ADS_2