
__ADS_3
"Dit..lawan kita sekarang bukan orang sembarangan..kalau loe punya pikiran Sherly atau Cindy yang ngelakuin ini, mereka gak akan serapih ini.." Kata Romi.
Aditya mengangguk.
"Sherly kayaknya gak mungkin, dia tidak mempunyai apa apa lagi untuk melawan gue, tapi kalau Cindy.. orangtuanya sangat menyayangi Cindy, dan gue yakin mereka akan melakukan apapun untuk anaknya, setelah gue menolaknya mentah-mentah.."
"Jadi loe pikir, Cindy dan keluarganya yang ngelakuin ini..?"
"Gue masih mencari tahu..gue nyuruh banyak orang untuk menyelidikinya.."
"Ada orang lain yang loe curigai..?"
Aditya terdiam berpikir.
"Loe tahu sendiri, pekerjaan gue memungkinkan banyak orang untuk memusuhi dan membenci gue, dari para kompetitor yang kalah tender, para pegawai yang gue pecat secara sepihak karena kinerjanya yang buruk atau melakukan sesuatu seperti korupsi dan masih banyak lagi..itu bisa jadi pemicu mereka ingin menghancurkan gue.."
Romi mengangguk.
"Gue cuma takut ini hanya titik awal mereka menyerang gue, gue takut mereka akan lebih menyakiti keluarga gue, terlebih kepada Fatimah dan Zahra.."
"Sebelum mereka melakukan hal itu, kita pastikan akan menangkap orang ini.." Jawab Romi menyemangati sahabatnya.
"Gue sedih menjelang kelahiran anak gue sebentar lagi, Fatimah harus menghadapi persoalan ini, padahal dia memerlukan banyak ketenangan.."
"Gue yakin istri loe wanita yang kuat, ada Zahra dan Loe yang menguatkannya.."
Aditya mengangguk.
"Gue jadi teringat almarhumah nenek gue, disaat-saat seperti ini, kita membutuhkan nasihat dan petuah-petuah beliau.."
Aditya menunduk menahan kesedihan
------------
Karena pemberitaan itu, sudah dua hari Zahra tidak sekolah, dia yang tidak mengetahui apa-apa merengek untuk pergi ke sekolah hari ini.
__ADS_1
Akhirnya Zahra pergi ke sekolah dengan ditemani oleh Fatimah, walaupun Aditya sudah mencegahnya tapi kali ini Fatimah tidak mendengarkan suaminya.
Fatimah mengkhawatirkan Zahra pergi ke sekolah tanpa pengawasannya karena takut anaknya akan menjadi bahan olok-olok temannya lagi.
Dan benar saja, sesampainya di sekolah, masih banyak wartawan yang menunggu mereka di depan gerbang sekolah.
Melihat kedatangan mobil Fatimah, mereka serentak menyerbu, untung saja, Erik bisa secepatnya menghindari mereka semua dan segera memasuki gerbang sekolah.
Diluar gerbang, Fatimah dan Zahra terus saja disorot oleh kamera wartawan yang ingin mendapatkan gambar mereka.
Bagaimana tidak, berita bahwa Fatimah hanya gadis kampung biasa yang berhasil dinikahi oleh miliarder muda nan tampan Aditya masih menjadi sorotan banyak orang.
Banyak yang penasaran dengan sosok Fatimah, yang mereka sebut sebagai Cinderella masa kini, yang membuat banyak kaum hawa diluar sana merasa iri hati.
Fatimah dan Zahra memasuki sekolah dengan dikawal oleh Dewi dan Erik yang diperintahkan langsung oleh Aditya agar terus menjaga istri dan anaknya.
Fatimah memasuki ruangan kelas yang disambut oleh tatapan semua orang tua wali murid yang juga mengantarkan anaknya, Fatimah tidak peduli, dia memberikan senyuman ramah kepada semuanya.
Tak lama, anak yang bertengkar dengan Zahra waktu itu datang dengan diiringi oleh ibunya, Ibu itu melihat Fatimah dengan penuh kebencian.
Bel masuk berbunyi, semua orang tua keluar dari kelas, begitu juga Fatimah dan dua pengawalnya.
Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan oleh sekolah untuk para orang tua yang menunggui anak mereka.
Fatimah duduk di kursi sementara Dewi dan Erik dibelakangnya.
"Gayanya juga udah kayak tuan putri saja, pake pengawal segala, emang siapa seh yang mau ganggu, berasa jadi orang penting..." Ucap ibu itu lagi tiba tiba.
Kali ini Fatimah melihat ibu itu dan tersenyum kepadanya, lain halnya dengan Dewi dan Erik yang kesal karena mendengarkan ibu itu yang terus menyindir majikannya, terlihat Dewi akan menghampirinya, akan tetapi Fatimah mencegahnya.
"Biarkan saja.." Ucap Fatimah sembari memegang Dewi yang sudah emosi.
"Tapi Bu.." Jawab Dewi kecewa majikannya menahan dirinya.
"Biarkan saja.."Ucap Fatimah lagi dengan lembut.
__ADS_1
Dewi menuruti perintah Fatimah, dia kembali berdiri di samping Fatimah.
"Padahal aslinya miskin dan dari kampung, tidak berpendidikan, kalau gak dikawinin sama orang kaya, gak bakalan dia bisa menginjakkan kaki di sekolahan elite seperti ini.."
Ibu itu kembali mengoceh, ada sebagian ibu yang mengangguk menyetujui semua perkataannya akan tetapi ada juga yang merasa kasihan kepada Fatimah yang terus dihina di depan orang banyak.
Fatimah masih tersenyum, dia belum berniat melawannya.
Sedangkan Dewi dan Erik semakin emosi mereka melihat ibu itu dengan tatapan marah.
"Gak seperti kita yang memang sudah kaya dari lahir, kita memang pantas berada disini.." Lanjut ibu itu sambil diiringi suara tertawa yang diikuti oleh para pendukungnya.
Tanpa diduga ternyata kepala sekolah yang tak sengaja lewat mendengar semua perkataan ibu itu yang menghina Fatimah habis habisan.
Kepala sekolah segera menghampiri ibu tadi.
"Saya mohon hentikan ibu, Anda tidak boleh menghina Nyonya Aditya seperti itu.."
"Loh kenapa..? kan ini memang kenyataannya.." Jawabnya.
Tanpa diduga Fatimah berdiri dan menghampiri ibu itu.
"Ibu Kepala Sekolah..saya meminta anak ibu ini dikeluarkan dari sekolah.." Ucap Fatimah kepada kepala sekolah.
"Eh..emang apa hak kamu mengeluarkan anak saya dari sekolah ini..?"
"Jangan mentang-mentang suami kamu kaya ya, bisa melakukan apa saja..kamu dan suami kamu tidak berhak mengeluarkan anak saya dari sekolah ini.." Lanjutnya dengan marah mendengar Fatimah meminta anaknya agar dikeluarkan dari sekolah itu.
"Maaf ibu.. Nyonya Fatimah memang berhak mengeluarkan anak ibu.." Jawab Kepala sekolah.
"Apa maksud ibu..?"
"Dia adalah pemilik Yayasan sekolah ini.."
"Yayasan Fatimah Az-Zahra.."
__ADS_1
__ADS_2