My Love My Baby Sitter

My Love My Baby Sitter
Extra Part : Clara dan Angga..


__ADS_3

"Anakku..bukan anakmu.." Teriak Handoko dengan marah.


Annisa tersentak kaget dan mundur beberapa langkah.


Tak terasa air mata mengalir di pipinya, rasa sakit mendengar ucapan suaminya membuat air mata mengalir dengan sendirinya.


Clara menutup mulutnya, dia tidak percaya ayahnya akan berkata demikian.


"Papa.." Ucap Clara melihat ayahnya dengan penuh kemarahan.


"Apa yang papa katakan...?" Tanya Clara dengan menitikkan air mata.


Annisa merasakan sesak di dadanya, hatinya teramat sakit mendengar suaminya mengatakan bahwa Clara bukan anaknya.


Clara menghampiri Ibunya, dia memeluk Annisa dengan erat.


Handoko terlihat menyesali ucapannya. Namun dia tidak berusaha untuk meminta maaf atau memberikan penjelasan kepada Annisa maupun putrinya, rasa marahnya masih sangat besar kepada Clara yang tiba tiba ingin membatalkan rencana penjodohan itu.


"Maafkan aku..aku lupa bahwa aku hanya ibu tiri.." Ucap Annisa terisak di pelukan putrinya.


"Terima kasih sudah mengingatkan.."


Handoko diam tidak merespon perkataan istrinya.


Clara semakin erat memeluk ibunya. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali.


"Tidak mama..jangan bicara seperti itu.."


Annisa melepaskan pelukan putrinya, dia melihat Clara dan kembali memeluknya sejenak.


Kemudian Annisa pergi meninggalkan suaminya dan Clara yang menangis terisak-isak.


"Seharusnya papa marah kepadaku saja, kenapa harus berbicara seperti itu kepada mama.." Ucap Clara dengan terisak.


Handoko masih terdiam beberapa saat.


"Perjodohanmu akan tetap dilaksanakan.." Jawab Handoko sembari meninggalkan Clara, dan tidak memperdulikan ucapan putrinya.


Annisa berada di dalam kamarnya, dia menangis tersedu-sedu, perkataan suaminya sungguh menyayat hatinya, baru kali ini semenjak dirinya menikah dengan Handoko, suaminya itu mengatakan hal yang sedemikan menyakitkan, seolah-olah mengingatkan dirinya untuk tahu akan posisinya yang hanya sebagai ibu tiri. Seolah-olah suaminya meminta dirinya untuk tidak ikut campur karena dirinya hanya seorang ibu tiri yang tidak mempunyai hak apapun kepada anak-anaknya.


Clara memasuki kamar ibunya, dia melihat Annisa yang menangis di tepi tempat tidur, Clara bersimpuh dia atas kaki ibunya.


"Maafkan aku ma..ini semua salahku.." Ucap Clara terisak.


Dia membenamkan kepalanya di pangkuan sang ibunda.


Annisa menggelengkan kepalanya, dia mengusap lembut rambut putrinya.


"Tidak sayang kamu tidak salah apa apa.."


"Maafkan papa juga ma..aku tahu bukan itu maksudnya.."


"Mama tahu, papamu hanya terlampau emosi.."


"Tidak apa-apa sayang..lupakan kejadian tadi, sekarang kamu pergilah kerja..mama tidak apa-apa.." Annisa mengangkat Clara untuk duduk di sampingnya.


Clara menggelengkan kepalanya.


"Aku tidak akan kemana-mana..aku ingin bersama mama hari ini.."


Annisa terdiam, dia tahu Clara mengkhawatirkannya.


"Mama..kalau tahu akan terjadi seperti ini, aku tidak akan mengatakan hal itu kepada papa.."

__ADS_1


Annisa menggelengkan kepalanya.


Clara menatap wajah ibunya dengan sendu.


"Tidak apa-apa sayang..kamu telah melakukan hal yang benar, masalah pernikahan bukan main main, kamu harus memilih pria yang tepat untuk menjadi suamimu, sesuai pilihan hati kamu, bukan karena hanya ingin berbakti kepada orang tua, bukan juga karena keterpaksaan dari orang tua, lantas kamu mengorbankan kebahagiaanmu..."


"Tapi mah..papa sepertinya sangat marah, dan dia tadi mengatakan kalau perjodohan itu tidak akan dibatalkan.."


Annisa terdiam, sekilas tadi dia mendengar kalau memang suaminya mengatakan hal itu, dia tidak bisa berkata apapun, dia tahu suaminya sudah sangat marah kepadanya, membantahnya lagi akan semakin memperburuk keadaan.


"Nanti kita akan mencari jalan keluarnya bersama, kamu tidak usah cemas..mama akan selalu mendukung kamu, asal kamu bahagia.."


Clara kembali memeluk ibunya erat.


"Demi kebahagiaanku..mama harus mengalami ini semua.."


Annisa berusaha tersenyum.


"Apapun sayang.. apapun ..asal kamu bahagia..,"


Ponsel Clara terus saja berdering, tapi dia tidak menjawabnya, dia tahu itu dari sekretarisnya yang pasti menanyakan keberadaannya dikarenakan rapat yang sudah dijadwalkan hari ini sebentar lagi akan dimulai.


"Pergilah nak..mama tidak apa-apa.."


"Mama tahu, hari ini kamu ada rapat penting..kamu harus menghadirinya.."


"Tapi ma..aku tidak mau meninggalkan mama dalam keadaan seperti ini.."


"Kan sudah mama bilang kalau mama baik baik saja..."


Annisa berusaha tersenyum.


"Baiklah ma..aku pergi, tapi cuma menghadiri rapat saja, setelah itu aku akan segera kembali.."


Annisa mengangguk.


Dia termenung, mengingat kembali setiap kata yang diucapkan oleh Handoko, suaminya.


Air matanya kembali berderai, dadanya kembali sesak, kata kata itu begitu menusuk hatinya.


Seberapa pentingnya kah perjodohan itu untuk suaminya, sehingga suaminya sangat marah kepadanya dan mengingatkan posisinya yang hanya sebagai ibu tiri bagi anak anaknya.


Annisa tak bisa menahan diri lagi, dia menangis sejadi-jadinya, berharap setiap air mata yang keluar mengurangi rasa sakit dihatinya.


Ingin rasanya dia pergi dari rumah itu, pergi jauh untuk sementara waktu, namun hal itu diurungkannya, dia sadar mempunyai dua anak yang sudah menikah, meninggalkan rumah disaat sedang bermasalah dengan pasangan adalah bukan contoh yang baik untuk mereka.


Cukup lama Annisa menangis, hingga dia merasa ada seseorang yang membuka pintu.


Annisa kaget.


Fatimah berjalan menghampirinya, dengan lelehan air mata di pipinya, Fatimah menghampirinya dan kemudian memeluknya.


Hati Fatimah seakan tersayat melihat ibunya yang menangis tersedu-sedu. Dia memeluk ibunya erat, sangat erat.


Annisa tahu, pasti Clara yang memberitahu Fatimah, Clara pasti melakukan itu, dia berharap kehadiran Fatimah akan mengurangi kesedihannya.


"Mama..tidak apa-apa kan..?"


Annisa mengangguk.


"Mama baik baik saja sayang.."


"Jangan menangis lagi.." Pinta Fatimah dengan terisak.

__ADS_1


Annisa mengangguk, permintaan Fatimah justru membuat dirinya semakin menangis.


Fatimah melepaskan pelukannya. Dia melihat wajah ibunya, menghapus air matanya.


"Aku yakin papa pasti tidak bermaksud seperti itu.."


Annisa mengangguk.


"Mama tahu.."


"Kalau begitu jangan menangis lagi.."


Annisa menghapus air matanya, berusaha untuk tersenyum.


Tiba tiba.


"Tapi tak seharusnya papa mengatakan hal yang demikian.." Ucap Kevin yang baru saja datang dengan sangat marah.


"Sayang.." Annisa berdiri menyambut kedatangan putranya, rupanya Clara juga memberitahu Kevin, tentu saja, Clara pasti memberitahu kakaknya, karena menurutnya sikap ayahnya sudah sangat keterlaluan.


"Aku tidak akan membiarkannya mah..aku akan menemui papa.." Ucap Kevin dengan kesal dan marah.


"Jangan sayang.."


"Mama mohon, mama baik baik saja.."


"Mama menangis seperti ini dan mama bilang baik baik saja..?" Tanya Kevin dengan suara bergetar, tetasan air mata ibunya seperti sembilu yang menusuk jantungnya.


Annisa mencoba menghapus air matanya.


"Kita harus memakluminya..papamu sedang sangat marah, Clara ingin membatalkan perjodohan itu.."


"Kenapa harus marah..?Kalau Clara menolaknya, ya sudah..kenapa harus menjadi masalah, kenapa harus mengatakan kalau..." Kevin tidak sanggup melanjutkan perkataannya.


Annisa melihat genangan air mata di pelupuk mata putranya.


"Aku tak menyangka papa akan mengatakan hal itu..." Ucap Kevin dengan menitikkan air matanya.


"Padahal..kasih sayang mama kepada kami, melebihi kasih sayang ibu kandung kami sendiri.."


------------


Clara tidak bisa berkonsentrasi ketika memimpin rapat, matanya masih sembab dan itu tentu saja menjadi perhatian semua orang, namun tak ada satupun yang berani bertanya.


Hingga akhirnya jam makan siang tiba, rapat dihentikan dan akan dilanjutkan lagi nanti setelah jam istirahat selesai.


Setengah berlari, Clara memasuki lift dan terlihat terburu buru pergi menuju parkiran mobil di depan kantornya.


Dia menghampiri mobilnya, namun tiba tiba dia melihat seseorang berdiri di depannya.


Clara kaget karena Angga sudah menunggunya disana.


Angga kaget melihat mata Clara yang sembab, dia menatap lekat wajahnya.


"Ada apa..?" Tanya Angga penuh perhatian.


Clara berusaha tersenyum, dia menggelengkan kepalanya.


Entah, melihat Angga di depannya, seketika membuat Clara merasa lebih baik, perasaannya menjadi lebih tenang.


Namun seseorang tiba tiba memanggilnya dari belakang.


"Clara.."

__ADS_1


Clara membalikkan badannya.


"Dennis.."


__ADS_2