
__ADS_3
Tiga tahun kemudian.
Umur Zahra kini sudah menginjak 9 tahun dan telah duduk di kelas 4 sekolah dasar, dia tumbuh menjadi anak yang cantik dan ceria.
Aditya dan Fatimah membesarkan kedua putra dan putrinya dengan limpahan kasih sayang, namun tidak serta merta memanjakan dan memberikan semua yang mereka inginkan, Fatimah selalu mendidik keduanya untuk hidup sederhana dan jangan berlebihan serta harus selalu memberi kepada orang yang membutuhkan.
Didikan Fatimah, sangat berpengaruh terhadap perkembangan kedua anaknya, terlebih dengan Zahra yang kini mempunyai sifat rendah hati dan penyayang, terutama kepada adiknya Zidane yang kini sudah berusia kurang lebih tiga tahun, kedekatan diantara keduanya seolah tidak bisa dipisahkan, tak jarang Zahra membantu ibunya untuk menjaga dan mengasuh adiknya.
Fatimah dan Adiknya menyekolahkan putrinya di sekolah umum biasa tapi dengan kualitas bertaraf internasional, bukan sekolah elite tempat berkumpulnya anak para pengusaha kaya dan pejabat, mereka ingin Zahra tumbuh dan bergaul dengan teman sebayanya dari berbagai kalangan sosial, sehingga Zahra merasa bersyukur dengan semua yang sudah dimilikinya dengan melihat masih banyak orang lain yang kekurangan.
Semenjak masuk SD, Zahra tak pernah lagi diantar oleh Dewi dan Erik, keduanya kini bekerja di perusahaan Aditya sebagai keamanan, Zahra kini hanya diantar jemput oleh Mang Redo saja.
Kedekatan Zahra dengan kakek dan neneknya semakin terjalin erat, sifatnya yang periang dan ceria membuat siapa saja selalu merindukannya sehingga tak jarang Handoko dan Annisa mengajak Zahra untuk menginap dirumahnya, begitu juga persahabatannya dengan Nabila, walaupun mereka kini tidak satu sekolahan lagi, namun mereka masih terus bertemu dan bermain bersama
Pagi ini, Zahra pergi ke sekolah seperti biasa, dia berpamitan kepada Fatimah dan Aditya.
"Mama..nenek bilang hari ini dia akan menjemput aku ke sekolah dan mengajakku bermain dirumahnya.."
"Oh ya..? Baiklah kalau begitu, jangan nakal dirumah nenek ya.."
Fatimah mencium putrinya.
Zahra berpamitan kepada Ayahnya, dan menciumi Zidane yang asyik makan, dia ke depan diantar oleh Fatimah, dimana mang Redo sudah menunggunya.
Sore hari.
"Assalamualaikum mah.."
"Waalaikum salam sayang..ada apa..?" Jawab Annisa dari ujung telepon.
"Mah..aku sudah suruh mang Redo kesana untuk menjemput Zahra pulang.."
"Zahra..?Dia tidak ada disini.." Jawab ibunya heran.
Fatimah kaget.
"Tapi mah..kata Zahra tadi pagi mamah akan menjemputnya ke sekolah dan mengajaknya main dirumah mama.." Ucap Fatimah mulai khawatir.
"Tidak nak..sebelum itu biasanya juga mama memberitahu kamu dulu.." Jawab Annisa sama khawatirnya.
Fatimah kaget dan terdiam sejenak.
"Mama..kemana Zahra..?" Fatimah mulai panik
"Jangan panik sayang..kamu telepon dulu suamimu, mama akan menelepon ayahmu.."
Fatimah segera menutup teleponnya.
Dia segera menghubungi Aditya dan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku akan pergi ke sekolahannya.." Jawab Aditya terdengar panik sambil menutup teleponnya.
Fatimah terlihat semakin panik dan menangis.
Dia kemudian menelepon beberapa guru Zahra dan menanyakan putrinya, dia juga menghubungi orang tua dari teman teman Zahra, namun tak satupun yang mengetahui dimana Zahra berada.
Fatimah terlihat semakin panik, beberapa pegawainya menanyakan apa yang terjadi dan ikut mengkhawatirkan Zahra setelah mendengar penjelasan Fatimah.
"Zahra kemana kamu nak.." Fatimah terisak.
Beberapa kali dia menghubungi Aditya namun tak diangkatnya, sampai akhirnya suaminya menghubunginya balik.
"Bagaimana..?" Tanya Fatimah berharap suaminya memberi kabar gembira.
"Zahra tidak ada di sekolah.." Jawab Aditya terdengar putus asa.
Fatimah lemas mendengar jawaban suaminya.
"Aku akan ke kantor polisi sekarang.."
Fatimah tidak menjawab, dia langsung menutup teleponnya dan menangis tersedu-sedu.
__ADS_1
Semua orang berusaha menenangkannya.
Tak lama Annisa dan Handoko datang dengan tergesa-gesa.
Annisa langsung memeluk Fatimah.
"Mama.. Zahra tidak ada dimana-mana.."
Annisa ikut menangis sedih.
"Kalian tenang dulu, jangan panik, papa sudah mengerahkan semua orang untuk menemukan Zahra.."
Sebenarnya Handoko juga tak kalah panik, Zahra sudah seperti cucu kandungnya sendiri, sehingga sangat amat menyayanginya, dia tak pernah membeda-bedakan Zahra dengan Nabila, Handoko sangat menyayangi semua cucu cucunya.
Kevin dan Nadya beserta Nabila segera datang setelah dikabari bahwa Zahra hilang, begitu juga dengan Clara dan Angga membawa serta anak mereka yang baru berumur dua tahun, semuanya terlihat panik dan cemas memikirkan Zahra yang kini entah berada dimana.
Tak lama, Aditya datang dengan wajahnya yang terlihat sedih dan putus asa.
Fatimah segera berlari ke arah suaminya .
"Bagaimana..?" Tanya Fatimah berharap Aditya memberikan kabar baik.
Aditya terlihat menggelengkan kepalanya.
"Apa ada petunjuk dari sekolahannya..?" Tanya Angga.
Aditya mengangguk.
Dia mengeluarkan sebuah kaset.
"Ini rekaman CCTV sekolah Zahra.."
Kevin segera mengambilnya dan memutarnya.
Semua orang terlihat memperhatikan dengan serius.
Terlihat Zahra berjalan sendiri keluar gerbang sekolah, dia kemudian berlari setelah berhasil melewati gerbang tanpa diketahui oleh security sekolah hingga Zahra berjalan dan tak terlihat oleh kamera pengawas lagi.
"Sudah..tapi laporan belum diterima karena ini belum 24 jam, tapi mereka membantu mencari Zahra sekarang.."
"Aku sudah mencari ke semua tempat yang mungkin akan didatangi Zahra, aku juga sudah menyisir rute jalan dari sekolah sampai sini, tapi tetap tak menemukannya.."
"Apa mungkin ini penculikan..?" Tanya Kevin was was.
Aditya menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya Zahra memang sengaja ingin pergi, penculikan sepertinya tidak mungkin, terlebih Zahra sudah sengaja berbohong kepada kita dengan mengatakan mama yang akan menjemputnya, dengan begitu mang Redo tidak datang ke sekolah untuk menjemputnya.."
Fatimah melihat Aditya.
"Tapi kenapa dia ingin pergi..dan kemana..?"
Semuanya terlihat diam.
"Zahra pernah bilang sama Nabila, dia ingin pergi ke pasar untuk membantu nenek tua yang tidak punya siapa siapa.." Ucap Nabila membuat semuanya kaget.
"Terus apa lagi yang dia katakan sayang..?" Tanya Annisa dengan semangat.
"Zahra bilang dia akan membelikan baju dan makanan untuk nenek tua itu.."
Fatimah teringat sesuatu, dia ingat tadi pagi ketika membereskan kamar putrinya dia melihat kalau celengan Zahra telah kosong.
"Nabila benar..Celengan Zahra juga telah kosong, sepertinya dia memang akan melakukan sesuatu dengan semua uang dari celengannya..." Ucap Fatimah tiba tiba.
Semuanya terlihat kaget.
"Kita pergi ke pasar, seperti yang dikatakan Nabila, mungkin dia akan membeli baju untuk nenek itu.."
Kevin, Aditya dan Angga segera pergi dengan terburu-buru menaiki mobil, mereka akan mencari Zahra di sekitar pasar yang dekat dengan sekolahan.
Sementara Fatimah beserta yang lainnya menunggu dirumah berharap mereka segera menemukan Zahra dan membawanya kembali.
Aditya turun dari mobilnya diikuti oleh Angga dan Kevin, mereka kemudian menyisir seluruh pasar, sampai akhirnya Aditya melihat sesuatu.
__ADS_1
Dia melihat Zahra sedang terduduk di samping seorang nenek tua yang meminta minta di pinggir jalan yang banyak dilalui orang, seketika hatinya lega akhirnya bisa menemukan putrinya.
Zahra terlihat senang duduk di samping nenek itu sambil menyuapinya dengan nasi bungkus yang dipegangnya, sesekali mereka terlihat tertawa bersama.
Kevin dan Angga juga terlihat senang dan bersyukur akhirnya bisa menemukan Zahra.
Mereka bertiga menghampiri Zahra dan nenek tua itu.
Melihat kedatangan Aditya, Zahra terlihat berdiri ketakutan.
"Papa.." Ucap Zahra terlihat takut, dia menyadari kesalahannya yang telah berbohong kepada kedua orangtuanya.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini..?"
"Apa kamu tahu, kalau kami mencarimu kemana-mana..?" Ucap Aditya terlihat marah.
Angga memegang Aditya, memintanya untuk tidak memarahi putrinya itu.
"Zahra sayang..mari kita pulang, mama dirumah sangat mengkhawatirkan Zahra.." Ajak Kevin lembut.
Zahra menganggukkan kepalanya, dia mengambil tasnya dan berpamitan kepada nenek tua tadi.
"Nenek Zahra pulang dulu ya, baju ini nanti nenek pakai ya, sama uang ini nenek beliin makanan ya.." Terlihat Zahra menunjuk sebuah kantong plastik berisi baju baru dan memberinya uang.
Nenek itu terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, terlihat juga dia ketakutan dengan kedatangan Aditya.
Kevin memegang tangan Zahra dan mengajaknya masuk ke dalam mobil.
Aditya masih terlihat sangat kesal dan marah, selama dalam perjalanan pulang dia hanya terdiam menahan kesal, biar bagaimanapun Zahra sudah berbohong dan membuat semua orang khawatir dan bahkan Fatimah hampir saja pingsan dibuatnya.
Sesampainya dirumah, Zahra langsung dipeluk oleh Fatimah dan Annisa, mereka senang karena akhirnya Zahra bisa kembali dengan selamat.
"Zahra..kamu dari mana sayang..?" Tanya Fatimah menangis bahagia, dia bersyukur Zahra bisa dengan cepat ditemukan.
Semua orang terlihat bahagia, Handoko memeluk dan menciumi Zahra berulang kali.
"Dimana kalian menemukannya..?" Tanya Handoko senang.
Kevin menceritakan semua yang dilihatnya tadi di pasar.
Terlihat Zahra menangis.
"Kenapa kamu menangis sayang..?" Tanya Annisa memeluk cucunya.
"Mama.. papa..nenek..kakek..om dan Tante..maafkan Zahra, sudah buat kalian khawatir, tapi Zahra kasian sama nenek itu, setiap pulang sekolah, di dalam mobil Zahra selalu liat nenek itu gak pernah ganti baju, makanannya juga dari nasi sisa orang.."
Semua orang terenyuh, Fatimah memeluk lagi Zahra.
"Papa mengerti kamu mau menolong, tapi caranya jangan seperti ini, kamu sudah berbohong kepada mama dan papa..dan lihat, semua orang ikut khawatir dan mencari kamu.." Aditya masih terlihat marah.
Zahra semakin ketakutan kepada ayahnya.
"Maafkan aku papa.." Ucap Zahra pelan dengan terisak.
"Jangan memarahinya lagi, sekarang biarkan dia ganti baju dan beristirahat.." Ucap Handoko menasihati Aditya.
Zahra terlihat pergi bersama Fatimah dan Annisa.
"Kamu beruntung Aditya, mempunyai anak seperti Zahra yang punya rasa empati yang tinggi kepada sesama..kamu tahu, papa sangat bangga kepadanya.." Handoko memuji Zahra.
Semua orang menyetujui perkataan Handoko
Aditya mengangguk, dalam hari kecilnya dia juga memuji sifat Zahra putrinya yang memang gampang kasihan kepada orang lain, bahkan tak jarang ketika menaiki mobil Zahra memintanya untuk berhenti di tengah jalan kalau melihat pengemis yang meminta minta dan turun untuk memberikan uang.
Namun satu hal yang membuat Aditya marah, Zahra telah berani berbohong, sesuatu yang selalu dirinya dan Fatimah ajarkan untuk tidak dilakukan.
Zahra..
Putri kecilnya itu kini sudah beranjak dewasa, sudah bisa melakukan sesuatu dengan sendiri, dengan caranya sendiri.
Niatnya yang baik, namun caranya yang salah.
Aditya menggelengkan kepalanya beberapa kali.
__ADS_1
__ADS_2