
__ADS_3
"Aku tidak mau punya ibu tiri.." Ucap Zahra dengan sedikit ketakutan.
Fatimah tidak bisa menjawab, dia terlihat kaget dengan kata kata yang diucapkan oleh Zahra putrinya.
Mang Redo yang mengendarai mobil ikut terkejut dengan perkataan Zahra, dia langsung melihat Fatimah yang terlihat sedih dan menunduk.
Mang Redo sangat mengerti perasaan majikannya, sebagai orang yang telah bekerja lama bersama mereka, Mang Redo tahu persis Fatimah tidak seperti ibu tiri yang lainnya, dia sangat menyayangi Zahra lebih dari apapun, dan kasih sayang yang diberikannya kepada Zahra sangat tulus.
Sesampainya mereka di rumah, Fatimah meminta Zahra untuk segera berganti baju, sementara dia akan menyiapkan makan siang untuk Zahra.
Perkataan Zahra di dalam mobil tadi, sangat membuat hatinya tidak karuan, bagaimana tidak, Zahra secara jelas mengatakan dia tidak ingin mempunyai ibu tiri, sementara seandainya Zahra tahu posisi Fatimah sebenarnya yang hanyalah seorang ibu sambung alias ini tiri baginya, bagaimana reaksi Zahra ketika mendengarnya, Fatimah tidak bisa membayangkan hal itu.
Fatimah melihat dengan sendu ketika Zahra makan dengan lahapnya, tentu saja, dia pasti kelaparan karena tidak makan apapun pada saat jam istirahat tadi karena lebih memilih untuk pergi kerumah temannya Chintya.
"Mama tahu kenapa Chintya sampai bisa mempunyai ibu tiri..?" Tanya Zahra setelah selesai makan.
Fatimah terlihat mendengarkan dengan seksama.
"Ibu kandung Chintya meninggal karena sakit, setelah itu ayahnya menikah kembali, dan membawa ibu tiri yang jahat itu kerumahnya.."
Fatimah merasakan sesak di dadanya, bagaimana tidak berulang kali Zahra menyebut bahwa ibu tiri itu jahat.
"Mama sudah berjanji kepadaku akan sehat terus, mama tidak boleh meninggal seperti ibu kandungnya Chintya, aku tidak mau nanti papa menikah lagi dan membawa ibu tiri kerumah ini.." Ucap Zahra dengan sungguh-sungguh.
Dada Fatimah semakin sesak, dia mengangguk-anggukan kepalanya sembari memeluk Zahra.
Rupanya Annisa mendengar perihal kejadian yang dialami oleh Zahra hari ini, dia dan Handoko suaminya mengunjungi rumah mereka pada malam harinya.
Annisa dan Handoko terlihat mendengarkan cerita Zahra dengan seksama yang menceritakan seluruh kejadian dari awal hingga akhirnya dia berhasil diselamatkan oleh ayahnya, Aditya. Mereka semakin dibuat kagum dengan keberanian cucu mereka dan kepeduliannya pada orang lain.
"Kamu tahu, nenek dan kakek sangat bangga padamu, kamu telah menyelamatkan temanmu.." Annisa memuji Zahra sambil memeluknya.
"Tapi ini untuk terakhir kalinya kamu melakukan tindakan seperti ini, lain kali kalau ada apapun kamu harus memberitahu ayahmu, jangan bertindak sendiri lagi.." Handoko menasihati.
Zahra mengangguk mengerti. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"Nenek tahu, aku tidak mau mempunyai ibu tiri.." Seketika semua orang langsung terdiam mendengar perkataan Zahra.
Annisa melihat Fatimah yang menunduk dengan wajahnya yang terlihat sedih.
"Aku selalu berdoa kepada Allah, semoga mama selalu diberikan kesehatan dan umur panjang, aku tidak mau mama meninggal dan papa menikah lagi dan membawa ibu tiri kerumah ini.." Ucap Zahra dengan serius.
"Iya kan mah..?" Tanya Zahra kepada ibunya.
Fatimah menganggukkan kepalanya sambil berusaha untuk tersenyum.
Aditya melihat Fatimah dengan lembut
Dia memegang tangan istrinya yang duduk disebelahnya.
Suasana yang tadinya riang berubah seketika menjadi kelam, terlihat semua orang menundukkan wajah sedih dan serba salah.
Zahra kemudian berlari mengajak adiknya Zidane untuk bermain.
__ADS_1
Annisa menghampiri Fatimah yang terlihat menahan tangis.
"Mungkin sudah waktunya kalian memberitahukan Zahra yang sebenarnya.."
Fatimah meneteskan air mata.
"Dia masih terlalu kecil mah.." Jawab Fatimah melihat ibunya.
Annisa terdiam, itu memang benar. Di usia Zahra yang baru menginjak sembilan tahun, masih terlalu kecil untuk mengetahui kebenaran bahwa Fatimah bukan ibu kandungnya, apalagi disaat seperti ini, disaat dia di doktrin oleh kejadian Chintya dan menganggap bahwa semua ibu tiri itu jahat dan suka menyiksa.
Dia kembali teringat, dirinya dan Handoko telah mengalami situasi seperti ini dulu, ketika mereka bingung untuk memberitahu Clara bahwa Annisa bukan ibu kandungnya.
"Kita jangan terlalu menganggapnya, dia seperti itu hanya karena kejadian anak tadi, sebentar lagi dia akan segera melupakannya.." Ucap Aditya memegang tangan Fatimah.
"Itu benar..papa pikir, sekarang bukan waktunya untuk Zahra mengetahui semuanya, dia masih terlalu kecil.." Handoko mengemukakan pendapatnya.
Fatimah dan Aditya mengangguk-anggukan kepalanya.
Malam Hari.
Zahra telah tertidur dengan lelap, Fatimah mencium dan menyelimuti putrinya, kemudian mematikan lampu dan keluar dari kamarnya.
Fatimah memasuki kamarnya dengan lesu, dia melihat Aditya yang telah berbaring di tempat tidur.
Fatimah menghampirinya, dia merebahkan tubuhnya di samping suaminya.
Aditya memeluk istrinya erat.
"Jangan kamu pikirkan lagi perkataan Zahra tadi..dia masih kecil dan belum mengerti apapun.."
"Seandainya dia mengetahui semuanya, entah kapanpun itu, yang jelas itu pasti terjadi suatu hari nanti, kemudian dia membenciku, dan mencari Sherly ibu kandungnya, aku harap kamu jangan mencegahnya..biarkan dia bertemu dengan Sherly.." Pinta Fatimah kepada Aditya.
Aditya menatap istrinya heran.
"Zahra tidak akan mungkin membencimu.." Jawab Aditya tegas.
Fatimah tersenyum.
"Semoga saja begitu.."
"Dan Zahra juga belum tentu ingin bertemu dengan Sherly seandainya dia tahu apa yang telah dilakukan ibu kandungnya sendiri kepadanya.."
"Karena itu, kita tidak akan mengatakan apapun mengenai semua perbuatan Sherly kepadanya.."
"Apa maksudnya kita tidak akan memberitahu Zahra bahwa Sherly sudah meninggalkannya dan bahkan sudah mencoba untuk membunuhnya.."
Fatimah menganggukkan kepalanya.
"Kenapa kita harus melakukan itu..?Aku tidak setuju dengan idemu.." Jawab Aditya kesal.
Fatimah melihat Aditya.
"Pikirkan perasaannya, mengetahui aku bukan ibu kandungnya saja sudah pasti akan membuatnya kaget dan terguncang, jangan ditambah dengan cerita tentang Sherly yang telah meninggalkannya dan bahkan berniat akan membunuhnya..aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya ketika dia mengetahui hal itu.."
__ADS_1
Aditya terdiam, sebenarnya apa yang dikatakan Fatimah benar, Zahra pasti akan sangat terguncang jika mengetahui Fatimah bukan ibu kandungnya, apalagi jika ditambah dengan semua cerita tentang Sherly, ini kandungnya.
Mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing.
Sementara di tempat lain.
Sherly dihukum 20 tahun penjara ( Author lupa menceritakan vonis yang diberikan hakim kepada Sherly ), dan sudah hampir 3 tahun lebih dia menjalani masa hukumannya di rutan, dan selama itu pula tidak ada seorangpun yang pernah menjenguknya.
Hari harinya dia habiskan dengan mengikuti semua kegiatan pembinaan di dalam rutan, dia telah banyak berubah, bahkan dia menjadi narapidana yang selalu berkelakuan baik sehingga dia selalu mendapat remisi pada hari raya dan hari besar lainnya.
Sherly memang telah berubah, dia menyesali semua perbuatan jahatnya dulu kepada Aditya dan Fatimah, terutama kepada Zahra, putri satu-satunya.
Tidak ada satu hari pun dia lewati dengan tanpa memikirkan Zahra yang kini pasti sudah tumbuh semakin besar, dia sangat ingin melihat putrinya, tapi tentu saja itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Dirinya bahkan merasa sudah tidak mempunyai hak lagi untuk bertemu dengan Zahra, kesalahannya terlalu banyak dan fatal dan tidak termaafkan. Kini dia hanya bisa mendoakan anaknya dari kejauhan, semoga Zahra hidup bahagia.
Walaupun sebenarnya dia tahu, Zahra pasti akan hidup dengan baik dan bahagia bersama Aditya dan Fatimah, dia tidak perlu mengkhawatirkannya karena Sherly kini mengakui bahwa kasih sayang Fatimah kepada putrinya sangat tulus dan besar bahkan melebihi kasih sayangnya sendiri.
Sherly seharusnya menyadari itu dari awal, seharusnya dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika Fatimah dan Nenek waktu itu yang memaafkannya dengan tulus, padahal waktu itu mereka terlihat menerima permintaan maafnya dan berpikir dia bersungguh-sungguh walaupun sebenarnya dia hanya berpura-pura saja.
Sekarang..nasi sudah menjadi bubur, akibat dendamnya, keserakahan dan ketamakannya sendiri, akhirnya kini dirinya berakhir di penjara bahkan untuk waktu yang lama seperti ini, menyesal pun tiada guna, sekarang dia hanya ingin memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah memohon ampunannya.
Beberapa hari kemudian.
Zahra terlihat bersekolah seperti biasanya.
Hari ini sekolah pulang sedikit lebih cepat, sehingga membuatnya harus menunggu mang Redo datang menjemputnya sedikit lama.
Zahra terlihat duduk di kursi seorang diri, semua temannya sudah pulang, hanya tinggal beberapa orang saja, hingga ada seorang wanita yang mendekatinya.
Wanita itu melihat Zahra dengan tersenyum.
"Zahra apa kabar..?" Tanya wanita itu dengan ramah.
Zahra hanya mengangguk dan tersenyum.
"Apa kamu sudah lupa sama Tante..?" Tanya Wanita itu lagi.
Zahra terlihat kebingungan. Dia memerhatikan wanita itu dengan seksama, mencoba mengingatnya.
Wanita itu tersenyum dan terlihat mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dibawanya.
"Kamu lihat, ini kamu dan ini Tante, ini juga papah kamu.." Wanita itu dengan bersemangat memperlihatkan gambar dirinya bersama Zahra yang masih kecil dan Aditya di ponselnya.
Tak hanya satu, bahkan banyak sekali gambar mereka berada dalam satu Frame bersama, semakin membuat Zahra penasaran dengan wanita yang berada disampingnya.
"Tante siapa..?" Tanya Zahra.
"Apa Tante teman papa aku..?"
"Dan kenapa tidak ada mama aku di semua foto foto itu..?" Tanya Zahra dengan heran.
Wanita itu terlihat tersenyum.
__ADS_1
"Itu karena mama kamu belum ada.." Jawab Cindy dengan senyuman manisnya.
__ADS_2