
__ADS_3
"Apa maksud bibi..?" Tanya Fatimah heran.
"Nenek sudah meninggal.." Jawab Bik Minah dengan sesenggukan.
Fatimah melepas pelukan bik Minah, dia melihat Aditya, kemudian melihat semua orang.
Semuanya menangis, pikir Fatimah
Fatimah menutup wajahnya, dia tidak sanggup lagi untuk berdiri hingga akhirnya Fatimah jatuh tidak sadarkan diri.
----------
"Sayang..." Panggil Aditya.
Fatimah membuka matanya, dia melihat Aditya yang duduk disampingnya dengan mata sembab, sepertinya suaminya itu telah banyak menangis.
"Nenek.." Ucap Fatimah menangis.
Aditya mengangguk.
Aditya menangis, walaupun sudah dicoba untuk menahannya, air mata terus saja mengalir di pipinya.
"Kenapa kamu tidak memberitahu aku..?"
"Maafkan aku.."
"Apa yang terjadi kepada nenek..?"
"Beliau terkena serangan jantung.."
"Jenazahnya dikuburkan disana.."
Fatimah semakin menangis, dia bahkan tak bisa melihat nenek untuk terakhir kalinya, dan juga menziarahi kuburannya.
"Sayang jangan menangis lagi..ingat anak kita.." Ucap Aditya sambil mengelus perut Fatimah.
"Nenek sangat menunggu kelahiran bayi ini.." Tangis Fatimah.
"Beliau sangat ingin melihat wajah bayi kita.."
"Iya sayang.. aku tahu.."
Fatimah memeluk erat Aditya, dia lupa bahwa Aditya lah yang paling merasa kehilangan disini.
Nenek adalah segala-galanya buat suaminya, kepergian nenek yang mendadak pasti membuat Aditya sangat terpukul.
"Kamu melihat nenek untuk terakhir kalinya..?" Tanya Fatimah di pelukan Aditya.
__ADS_1
Aditya mengangguk.
"Aku melihatnya..aku melihatnya.." Jawab Aditya dengan sesenggukan.
"Aku melihat wajah nenek sebelum dikebumikan.."
Fatimah bersyukur dalam hatinya, setidaknya suaminya masih bisa melihat nenek untuk yang terakhir kalinya.
Kini dia mengerti semuanya, semua orang sudah mengetahui kepergian nenek, semua merahasiakan ini darinya mengingat kondisi kehamilannya yang sangat rentan.
Zahra masuk ke kamar mereka bersama Ayu dan Romi.
"Mama..kenapa mama menangis terus..?"
Fatimah menghapus air matanya.
"Mama sedih nenek tidak ikut pulang bersama bik Minah..?"
Fatimah mengangguk.
"Kata Tante Ayu, nenek sudah pergi ke surga, mama jangan menangis, surga tempat yang paling indah, nenek akan betah disana.."
Fatimah menangis dan memeluk Zahra.
"Zahra doakan nenek ya..?" Pinta Fatimah.
Zahra mengangguk.
"Iya sayang.." Timpal Aditya.
Malamnya Aditya mengadakan acara tahlilan kematian nenek, dengan dihadiri oleh banyak yatim piatu dari berbagai panti asuhan yang sebenarnya nenek kelola dari dulu.
Banyak kerabat dan rekan yang menghadiri acara itu, mereka mengucapkan ikut berbela sungkawa atas kematian Nenek Farida.
Semua orang sudah pergi, beberapa orang sedang membereskan sisa acara yang baru saja digelar.
Tiba tiba Fatimah melihat satu sosok yang sangat tidak asing.
Cindy.
Ternyata Aditya juga melihat kedatangan Cindy.
Cindy menghampiri Aditya dan Fatimah.
"Beliau juga sudah seperti nenek aku sendiri.." Ucap Cindy sembari menangis dengan sedihnya.
Aditya tak bergeming, dia menatap tajam penuh kebencian kepada Cindy.
__ADS_1
"Terimakasih atas kehadirannya, sekarang sebaiknya kamu pergi.." Ucap Aditya sinis.
"Apakah kamu tidak mau memaafkan aku..?"
"Harusnya kamu meminta maaf bukan kepadaku tapi kepada Fatimah.." Jawab Aditya.
Cindy menatap Fatimah dengan tajam.
"Aku tidak melakukan apa pun kepadanya, aku tidak mau meminta maaf kepada Fatimah.." Jawab Cindy sinis.
"Kalau begitu pergilah..atau aku akan menyeretmu keluar.." Jawab Aditya marah.
"Kamu tega mau mengusir aku hanya karena wanita kampung ini..ingat Aditya aku ini sahabatmu dari kecil.."
"Sudah kubilang aku sudah melupakannya..kamu sekarang orang lain buatku.."
Cindy marah. Dia pergi meninggalkan rumah itu dengan penuh emosi.
Aditya mengajak Fatimah kembali ke kamar untuk beristirahat.
Fatimah melihat Aditya menangis diam diam, dia menghampiri suaminya dan memeluknya dari belakang.
Aditya membalikkan badannya, dia kembali memeluk Fatimah erat.
"Andai saja aku tahu itu akan menjadi pertemuan kita yang terakhir, aku akan memeluk nenek lebih erat lagi.." Ucap Aditya menangis.
Fatimah mengerti, tidak mudah bagi suaminya untuk merelakan kepergian nenek yang amat sangat disayanginya.
"Aku akan mengucapkan terimakasih karena selama ini telah ada untukku, untuk Zahra.."
Aditya semakin menangis, Fatimah semakin mengeratkan pelukannya.
"Sebaiknya doakan nenek, semoga semau amal ibadahnya diterima oleh Allah.." Jawab Fatimah.
Aditya mengangguk.
--------
Suasana duka masih terasa di rumah Aditya walau sudah seminggu sejak kepergian nenek, semuanya merasa kehilangan termasuk para pegawai, karena selama bekerja dengan nenek, nenek selalu memperlakukan mereka sangat baik, seolah-olah mereka adalah keluarga sendiri.
Zahra pernah menangis meminta Fatimah dan Aditya untuk menelepon nenek di surga, dia yang biasanya melakukan video call apabila ingin menghubungi seseorang, memaksa Aditya agar menelepon nenek dan melakukan video call.
Fatimah hanya bisa menangis mendengar rengekan putrinya, sedangkan Aditya tidak tahu harus menjelaskan bagaimana agar putrinya bisa mengerti.
Wajar kalau Zahra sangat merindukan nenek, dari dia bayi sampai Fatimah datang, Zahra tumbuh ditangan sang nenek, kalau saja dia sudah mengerti apa itu artinya meninggal entah apa reaksi yang akan ditunjukkan oleh Zahra.
"Mama..papah gak mau nelpon nenek.." Adu Zahra kepada Fatimah.
__ADS_1
Fatimah hanya bisa memeluk Zahra sambil menangis.
Aditya pun turut menangis karena dia juga merasakan kerinduan yang sama kepada nenek seperti halnya Zahra.
__ADS_2