
__ADS_3
Ku tatap rembulan yang menyinari bumi dengan terangnya, ya walau tidak seterang matahari tapi masih bisa membuat ku melihat di kegelapan.
Albert sedang berada di dalam kamar, aku menunggu waktu yang tepat untuk mengajaknya pergi.
Sesekali ku tatap langit yang memiliki berjuta-juta bintang di sekeliling bulan, mereka sangat indah seperti terlukis di sana. Aku sangat menyukai malam, namun aku tidak menyukai kegelapan itu membuatku takut. Mereka, para bintang dan rembulan membantu ku menangani kecemasan ku seperti saat ini.
Dimana Harley? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana rupa wajahnya? Apa ia mirip dengan ayah? Atau ibu? Aku ingin segera bertemu dengannya dan melihatnya. Aku merindukan nya. Kenapa bisa? Inikah yang di sebut saudara sedarah? Entahlah....
Aku melamun dan terus melamun memikirkan hal-hal yang penuh teka-teki itu. Sebenarnya aku memang suka melamun... Hehe... Semoga saja aku tidak kesurupan yah... Hahahaha...
Aku masuk ke dalam rumah untuk menemui Albert, sekarang adalah waktunya mengajak ia pergi.
Ku tatap ia yang sedang membaca sebuah buku yang ku temukan tadi siang. Dia seperti berkomat-kamit membaca tulisan, tapi bagaimana mungkin? Bukankah buku itu tidak memiliki tulisan?
"Kak,,, apa yang kau baca?" Ungkapku menghampiri nya. Dia terkejut dan terburu-buru menutup buku itu.
"Belum saatnya kau tau Zenith..." Ungkapnya tanpa menatapku.
"Kau memang penuh teka-teki kak,,, aku membenci mu..." Ungkap ku sedikit kesal seraya duduk di tempat tidur ku.
"Sudahlah... Apa yang ingin kamu tunjukkan kepadaku Zenith?" Ungkapnya menatapku.
__ADS_1
"Sebentar lagi kak,,, tunggu semuanya tertidur." Ungkapku berbaring.
Ia diam tanpa menjawab ku. Aku pernah mendengar seseorang berbicara bahwa memiliki seorang kakak laki-laki adalah hal yang paling di inginkan? Haha... Andai kalian tau. Mereka sangat menyebalkan.
Tiga puluh menit sudah, sekarang menunjukkan waktu tengah malam. Aku beranjak berdiri menghampiri Albert yang sedang tidak melakukan apapun, dia hanya berbaring menatap langit-langit kamar.
Ia menoleh ke arahku dan berkata.
"Sekarang kah waktunya?" Ungkapnya antusias.
Ada apa dengan Albert? Dia seperti mengetahui sesuatu.
Kenapa dia membawa buku itu segala sih? Aneh...
Kami berdua melangkahkan kaki secara perlahan-lahan ke lantai tiga, sesekali kami bersembunyi di belakang patung besar karena Ane belum tidur. Sepertinya Ane memeriksa sesuatu.
"Huh..." Ungkapku lega.
Kenapa jam segini dia masih belum tidur sih? Untung gak ketahuan.
"Kenapa kita ke lantai tiga?" Ungkapnya berbisik.
__ADS_1
"Ikut saja kak..." Ungkapku sedikit kesal.
Kami melangkahkan kaki kami ke dalam ruang kamar yang menjadi tempat aku menemukan dunia Angeland. Aku membuka pintu itu dan menyuruh Albert untuk masuk, kemudian aku menutup pintu dengan hati-hati.
"Cuma kamar tua, apa yang istimewa dengan ini?" Ungkapnya menatap sekeliling.
Sepertinya dia memang memiliki sikap yang sulit di tebak + banyak bicara.
Ku langkahkan kakiku ke arah lemari besar tanpa menghiraukan Albert yang sedang sibuk memperhatikan kamar.
"Kak..." Panggilku berbalik menoleh ke arahnya.
Ia berjalan menghampiri ku dengan perlahan. Aku membuka pintu lemari dan menyuruhnya masuk bersama dengan ku. Kembali ku tutup pintu lemari untuk memastikan tidak ada siapapun yang masuk selain kami.
-
-
-
"Segala yang dapat kamu bayangkan adalah nyata."
__ADS_1
__ADS_2